Ticker

6/recent/ticker-posts

RESPON PEMERINTAH TERHADAP BANJIR SUMATERA: ANTARA SERUAN TEGAS DAN KRITIK SOSIAL YANG MENGUAT


Oleh : MUHAMMAD DAFFA EVWANDRA, MAHASISWA PRODI ILMU POLITIK, FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK, UNIVERSITAS ANDALAS.


Banjir besar yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah menunjukkan kapasitas negara dalam menghadapi krisis ekologis yang semakin parah.Di satu sisi, pemerintah melakukan tindakan langsung untuk menangani darurat banjir; di sisi lain, kebijakan struktural yang sangat diperhatikan oleh banyak pihak menunjukkan tujuan yang paradoks dan sering dituduh memperburuk upaya mitigasi bencana.

Pemerintah telah bergerak cepat dalam fase awal evakuasi warga, mendirikan posko pengungsian, dan memberikan bantuan logistik secara bertahap di berbagai wilayah yang terkena banjir pada awal Desember 2025 (kompas.com, 2025).Meskipun demikian, respons ini masih menunjukkan masalah klasik: tindakan reaktif daripada tindakan preventif.Kritik bahwa sistem penanggulangan bencana kita kurang koordinasi diperkuat oleh fakta bahwa sebagian masyarakat menunggu bantuan untuk waktu yang lama dan bantuan didistribusikan secara tidak merata (Tirto id, 2025).Karena sumber kerusakan lingkungan yang memperparah banjir tidak dibahas secara menyeluruh dalam praktik kebijakan sehari-hari, kritik yang lebih tajam muncul.Konversi hutan menjadi lahan kelapa sawit dan deforestasi merupakan faktor utama yang menyebabkan Sumatra menjadi sangat rentan terhadap banjir (Greenpeace, 2025).Pemerintah sering menyalahkan pembalakan liar atau hujan deras, tetapi mereka tidak mengakui jumlah konversi hutan yang dilakukan oleh perusahaan besar, yang merusak daya serap alam akibat curah hujań yang tinggi (Greenpeace, 2025).

Beberapa pernyataan Presiden Prabowo Subianto justru menimbulkan kontroversi baru dalam konteks ini.Pada akhir tahun 2024, Prabowo menyatakan bahwa tidak ada alasan untuk khawatir tentang penyebab deforestasi karena penanaman kelapa sawit.“Pohon kelapa sawit juga menyerap karbon dioksida,” kata Prabowo, dikutip oleh media pada tahun 2024.Menurut Herry Purnomo, ahli dari CIFOR-IPB, pernyataan seperti ini dianggap menyesatkan karena mengaburkan perbedaan antara monokultur sawit yang tidak memberikan fungsi ekologis yang setara dengan hutan alami (media, 2025).Menurut kritik ini, pemerintah sering memprioritaskan pertumbuhan sawit tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya terhadap lingkungan (kompas.com, 2025).

Selain itu, tanggapan pemerintahan terhadap kritik tersebut tidak jelas.Meskipun tuntutan publik semakin meningkat, Prabowo sempat menyatakan bahwa pemerintah terus “memantau dan menilai kondisi sebelum menetapkan status bencana nasional” dalam kasus banjir ini (Antaranews, 2025).Masyarakat menghadapi kerugian besar akibat banjir, dan keputusan semacam ini dianggap mengulur waktu.Tidak hanya itu, perhatian publik tertarik pada momen kritis yang ditujukan kepada Kepala BNPB.Prabowo terlihat menegur Kepala BNPB tentang anggaran pembangunan hunian tetap yang dianggap terlalu rendah saat memberikan instruksi tentang penanganan banjir, menunjukkan kegagalan mereka dalam merencanakan anggaran untuk menangani dampak bencana (video berita lokal, 2025).Ini menimbulkan keyakinan bahwa BNPB, lembaga utama penanggulangan bencana, masih mengabaikan persiapan strategi penanggulangan bencana yang holistik dan terlalu terfokus pada angka administratif daripada kebutuhan korban bencana yang sebenarnya.

Suara kelompok masyarakat dan organisasi sipil bahwa pemerintah Ketika berbicara tentang kebijakan kelapa sawit dan penataan ruang yang dapat menyebabkan bencana, “terlalu mendengar suara pengusaha daripada suara para ahli lingkungan” (ketua lingkungan Muhammadiyah, 2025). Kritik ini menunjukkan ketidakpercayaan publik yang semakin melebar antara kebijakan pemerintah dan masyarakat yang terkena dampak.

Secara keseluruhan, respons pemerintah terhadap banjir Sumatera menimbulkan paradoks: pemerintah memberikan bantuan darurat tetapi belum melakukan tindakan struktural yang jelas untuk mengendalikan deforestasi, kebijakan sawit, dan mitigasi lingkungan yang nyata. 

 Selama pola ini tidak berubah, banjir akan menjadi lebih dari sekadar peristiwa musiman. 

Mereka akan menjadi bagian nyata dari sistem kebijakan yang belum belajar dari bencana yang terus-menerus.


Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS