Ticker

6/recent/ticker-posts

Sistem Kekerabatan di Minangkabau



Oleh: Alya Antasya, Mahasiswi Departemen Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas.

 

Di Indonesia memiliki banyak kebudayaan yang amat kaya, salah satunya yang dimiliki oleh kebudayaan Minangkabau. Adat Minang juga dikenal dengan sistem kekerabatan matrilineal yang dianut masyarakatnya secara turun temurun. Minangkabau memang merupakan salah satu suku terbesar di Indonesia yang mendiami wilayah Sumatera Barat. saat ini suku Minang merupakan Masyarakat penganut matrilineal terbesar di dunia.

Matrilineal berasal dari kata matri yakni ibu dan lineal yakni garis yang berarti system kekerabatan yang mengacu pada garis keturunan ibu. Adat Minangkabau memiliki pemahaman kalau Perempuan memiliki derajat yang tinggi. Seperti yang diketahui orang Minangkabau sangat mengistimewakan kaum Perempuan. Dalam budaya dan adat Minang, ditetapkan silsilah keturunan mengambil garis keturnan Ibu, yang disebut sistem matrilineal. Sistem kekerabatan ini ditujukan agar kecintaan dan penghargaan kepada kaum Wanita selalu hidup dalam jiwa kaum pria.

Sistem Matrilineal sulit dibantah karena ini merupakan dalil yang sudah hidup, tumbuh dan berkembang di Minangkabau. Hal inilah yang kemudian membuat Perempuan Minang memiliki keunikan dan keistimewaan tersendiri. Ada hak-hak besar yang biasanya diperoleh laki-laki, namun bagi Masyarakat Minang hak tersebut malah diperoleh kaum Perempuan. Setidaknya ada dua jenis hak yang diperoleh Perempuan Minang, yaitu material dan moral.

Bagi Masyarakat Minang, ibu adalah Bundo Kanduang. Kehadiran seorang Perempuan dalam sebuah keluarga menjadi hal yang amat penting. Jika suatu keturunan tidak ada keturunan Perempuan maka bisa dikatakan garis keturunan keluarga tersebut terputus. Seorang Perempuan dewasa dan ibu adalah limpapeh nan gadang, sumarak dalam nagari. Ibu menjadi hiasan dalam kampuang yang tercermin dari kepribadiannya yang sopan satun dan baik budi pekerti. Ibu dianggap mengerti dengan agama dan mematuhi aturan agama.

Dari segi materi, Perempuan atau ibu merupakan pemiliki harta pusako, yakni warisan yang menurut adat Minangkabau diterima dari mamak kapada kemenakannya. Maka, ibu harus menjaga keutuhan harta pusaka ini. Harta ini nantinya akan diturunkan kepada keturunan yang Perempuan sebagai penerus garis keturunan. Kekerabatan tersebut di Minangkabau dapat terjadi karena dua hal, yaitu:

1.      Bertali darah

Orang yang memiliki hubungan yang tali persaudaraan tersebut di Minangkabau, seperti pepatah berikut ini:

Rumah sakumpulan nan salabuah satapian

Sahutang sa pihutang, sahino samalu

Ka ateh sapucuak, kabawah saurek

Sa hilia samudiak, sabarek saringan

Kok sentengan bilai mambilai

Kurang tukuak manukuak

Kok barek samo dipikua

Ringan samo dijinjiang

Manangih samo dibujuak

Kok sakik samo diubek

 

Kekerabatan yang bertali darah dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari dengan adanya panggilan dari seseorang pada anggota kelurganya dengan sebutan: mamak, uni, uda, adiak, ma tuo dan etek atau sebutan lainnyamenurut kelaziman daerah masing-masing di Minangkabau.

Pada umunya setiap orang Minangkabau hidup berdasarkan kelompok sukunya. Awalnya di Minangkabau, menurut tambo/Sejarah hanya ada empat suku yang diciptakan oleh dua orang Datuk, yaitu datuk Katumanggungan dengan suku Koto Piliang yang berasal dari kata pilihan, dan Datuk Parpatiah Nan Sabatang dengan suku Bodi Chaniago, berasal dari kata budi nan baharago, kemudian berkembang menjadi bermacam-macam suku. Inti dari sistem kekerabatn matrilineal adalah kaum atau saparuik, pecahan dari kaum/saparuik adalah jurai, pecahan jurai adalah samande (se ibu) yang terdiri dari nenek, ibu, dan anak-anaknya.

Setiap suku terdiri dari beberapa paruik, yaitu orang-orang yang berasal dari satu nenek. Dalam paruik dipilih seseorang yang berwibawa untuk menjadi pemimpin paruik disebut penghulu paruik/datuak. Ada istilah saparuik disebut juga sekaum.

Ikatan sebatin anggota sekaum di Minangkabau sangatlah besar, ini disebabkan karena:

a.      Orang sekaum seketurunan/saranji

b.      Orang sekaun sehina semalu, pepatah adat mengatakan sikua kabau bakubang kasadonyo kanai luluaknyo, malu tak dapek di bagi, suku tak dapek dianjak/ditukua.

c.       Orang sekaum sapandam sapakuburan

d.      Orang sekaum saharato sa pasukuan.

 

2.      Bukan bertali darah/ perkawinan

Setelah terjadinya perkawinan antara seorang laki-laki dan Perempuan, maka akan berkembang pula hubungan kekerabatan baru. Tali kekerabatan itu adalah sebagai berikut:

a.      Kekerabatan induk bako-anak pisang

Hubungan kekerabatan induk bako adalah anak saudara Perempuan dari pihak ayah atau kemenakan ayah adalah induk bako bagi anak-anak ayah/bapak.

Hubunga kekerabatan anak pisang adalah anak anak ayah/bapak adalah anak pisang bagi kemenakan ayah/bapak.

 

b.      Kekeraban ipar- bisan

Hubungan kekerabatan ipar adalah hubungan antara ayah/bapak dengan saudara laki-laki dari pihak ibu.

 Hubungan kekerabatan bisan adalah hubungan antara  ayah/bapak dengan saudara Perempuan dari pihak ibu. Demikian juga sebaliknya, saudara ayah/bapak yang laki-laki merupakan ipar bagi ibu dan saudara ayah/bapak yang Perempuan merupakan bisan bagi ibu.

 

c.       Kekerabatan sumando- mamak rumah- pasumandan

Kekerabatan sumando adalah hubungan antara seluruh keluarga pihak Perempuan dengan suami. Dengan kata lain ayah/bapak di rumah ibu merupakan urang sumando. Sedangkan saudara laki-laki ibu merupakan mamak rumah bagi ayah/bapak.

Hubungan pasumandan adalah hubungan pihak Perempuan/ibu dengan pihak keluarga ayah/bapak.

d.      Kekerabatan minantu- mintuo.

Hubungan kekerabatan mintuo adalah hubungan antara orang tua pihak ibu. Selanjutnya, hubungan minantu dan mertua sifatnya saling menyegani, seorang mertua memperlakukan menantunya sebaik mungkin.

Jika dibandingkan dengan suku-suku lain di Indonesia, berbeda dari sistem kekerabatan patrilineal yang dianut Sebagian besar kebudayaan di Indonesia yang menjadikan Wanita sebagai sarana komunikasi antarklen atau suku, kebudayaan Minangkabau yang menganut sistem matrilineal justru menjadikan laki-laki sebagai sarana komunikasi antar suku. Inisiatif perjodohan dalam perkawinan menurut adat Minangkabau datang dari pihak Perempuan untuk melamar pihak laki-laki. Mamak pihak laki-laki akan melakukan penjajakan dengan mamak pihak Perempuan untuk menjodohkan kedua kemenakan mereka.

Berdasarkan sistem kekerabatan matrilineal yang dianut oleh kebudayaan Minangkabau, laki-laki adalah pihak yang datang ke rumah pihak Perempuan yang disebut sebagai urang sumando. Berdasarkan sistem matrilineal kebudayaan Minangkabau, ada larangan untuk mengawini orang yang satu suku. Perkawinan dalam satu suku dilarang berdasarkan adat Minangkabau. Perkawinan sesama suku merupakan incest yang harus dihindari, meskipun itu terjadi antara suku yang sudah berbeda nagari.

 

# Ditulis oleh: Alya Antasya, Mahasiswi Departemen Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS