Ticker

6/recent/ticker-posts

Korupsi Keren? Sorry, Kerenan Jujur!

 


Oleh : Ahmad Mujahid mahasiswa Universitas Andalas dari Departemen Ilmu Politik Universitas Andalas Padang



Di tengah gemerlap ibu kota, kita sering menyaksikan paradoks yang menyakitkan: orang yang paling banyak memiliki biasanya adalah orang yang paling banyak mengambil milik orang lain. Mobil mewah, rumah bertingkat, liburan ke luar negeri, semua itu dipamerkan sebagai bukti kesuksesan. Ketika ditanya rahasianya, jawabannya hampir selalu sama: “Pinter cari peluang.” Dalam bahasa yang lebih telanjang, itu artinya pinter mencuri dari kas negara, pinter menggergaji anggaran, pinter menjual integritas demi fee puluhan hingga ratusan juta.

Maka terciptalah mitos baru di masyarakat kita: korupsi itu keren.

Kita menelan mitos itu mentah-mentah. Kita mengagumi orang yang berhasil menyekolahkan anak di luar negeri padahal kita tahu sumber uangnya. Kita iri pada tetangga yang tiba-tiba kaya setelah jadi pejabat, lalu membenarkan diri sendiri: “Kalau saya jadi dia, saya juga pasti gitu.” Kita menormalisasi korupsi kecil, gratifikasi sebatas kopi susu, THR yang sopan, sampai lupa bahwa setiap rupiah haram yang kita ambil adalah hak anak sekolah yang gedungnya ambruk, hak pasien yang antre obat, hak petani yang pupuknya jelek.

Korupsi bukan lagi dosa. Ia jadi simbol keberhasilan, tanda bahwa seseorang mampu bermain di level atas. Yang jujur malah dicap kuno, bodoh, sok suci, ketinggalan zaman. Kita tertawa sinis pada orang yang menolak suap: “Masih idealis ya? Nanti juga sadar kalau gaji segitu.”

Padahal yang paling berani justru orang yang tetap jujur.

Keberanian sejati bukan pada kemampuan mengambil, tapi pada kemampuan menolak. Ketika semua orang di ruangan mengangguk setuju pada mark-up 20 persen, satu orang yang mengangkat tangan dan berkata “saya tidak setuju” itulah pahlawan sesungguhnya. Ketika rekan menawarkan jalan pintas dan kita menjawab “maaf, saya tidak bisa”, itulah ketampanan paling maskulin dan kefemininan paling anggun. Ketika gaji pas-pasan tapi kita masih bisa menatap mata anak dengan jujur, itulah kemewahan sejati.

Orang jujur tidak kekurangan uang; ia hanya memilih kekayaan yang berbeda. Ia kaya hati nurani, kaya ketenangan tidur, kaya harga diri yang tak ternilai.

Jika hari ini kita masih menganggap korupsi itu keren, berarti kita telah salah mendefinisikan kata keren selama ini.

Keren bukan yang paling banyak memiliki. Keren adalah yang paling sedikit mengkhianati. Keren bukan yang paling ditakuti orang lain. Keren adalah yang paling takut kepada Tuhan. Keren bukan yang paling cepat kaya. Keren adalah yang paling lambat jatuh ke neraka.

Mari kita mulai revolusi kecil dari dalam diri: kembalikan makna keren kepada tempatnya yang semestinya. Biarkan anak-anak kita tumbuh dengan idola baru, bukan koruptor yang bebas berkat hukum rimba, melainkan pegawai biasa yang pulang naik angkot dengan kepala tegak karena dompetnya bersih.

Karena pada akhirnya, ketika kita mati, tak ada harta haram yang bisa dibawa. Yang kita bawa hanya catatan amal. Dan di sana tertulis jelas: orang yang paling keren adalah orang yang paling jujur.

Jadi, korupsi keren? Maaf, kerenan jujur.

Dan kejujuran adalah bentuk pemberontakan paling elegan yang pernah ada.

#sayaantisogok

#hariantikorupsi

#kerenjujur


Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS