Ticker

6/recent/ticker-posts

Ketika ‘Cuma Sedikit Aja Kok’ Menjadi Awal Korupsi Besar

 


Oleh :Jocelyn Clairine Halim, jurusan Ilmu Politik, Universitas Andalas Padang 



Korupsi adalah tindakan seseorang dengan sadar dan sengaja melawan dan melanggar hukum dengan cara penyalahgunaan uang publik untuk kepentingan sendiri. Memburuknya kasus korupsi di Indonesia tidak terlepas dari adanya faktor internal yang berupa. Praktik-praktik semacam ini sesungguhnya berakar dari kebiasaan kecil yang selama ini dianggap biasa. Dalam kehidupan sehari-hari, kita kerap menjumpai tindakan seperti memberikan uang pelicin, memanfaatkan fasilitas kantor untuk keperluan pribadi, atau mengambil barang inventaris karena merasa “hanya sedikit.” Kebiasaan kecil yang dinormalisasi ini membentuk pola pikir bahwa pelanggaran ringan bukanlah masalah serius.

Faktanya, banyak orang telah begitu terbiasa dengan pelanggaran yang tampak sederhana tersebut. Membayar parkir liar atau memberikan “uang rokok” kepada petugas sering dipersepsikan sebagai solusi praktis, bukan tindakan yang melanggar aturan. Secara perlahan, kebiasaan seperti ini mengikis sensitivitas masyarakat terhadap norma dan hukum. Batas antara benar dan salah menjadi kabur, sehingga pelanggaran yang lebih besar pun dianggap wajar.

Di sinilah letak persoalan utamanya. Ketika pelanggaran kecil terus dibiarkan, ruang bagi tindakan koruptif yang lebih besar akan semakin terbuka. Realitas sosial di sekitar kita menunjukkan bahwa toleransi terhadap pelanggaran sepele harus dihentikan apabila kita ingin memutus mata rantai korupsi yang terus berulang.

Selama ini, korupsi sering dipahami sebagai tindakan besar yang dilakukan pejabat dan melibatkan jumlah uang yang signifikan. Namun, perilaku seperti itu biasanya tumbuh dari kebiasaan kecil yang dibiarkan tanpa koreksi. Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat melihat fenomena seperti pemberian “uang terima kasih” agar pelayanan lebih cepat, penggunaan perlengkapan kantor untuk kebutuhan pribadi, atau orang tua yang mendorong anak memberi alasan palsu ketika bolos sekolah. Tindakan-tindakan ini memang tampak sepele, tetapi secara perlahan membentuk pola pikir permisif terhadap pelanggaran.

Pada akhirnya,untuk melawan korupsi, penanaman nilai-nilai anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari menjadi langkah penting. Pendidikan anti korupsi tidak hanya harus dilakukan di lembaga formal seperti sekolah, tetapi juga dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Membangun bangsa yang bersih tidak hanya bergantung pada keberadaan regulasi atau penegakan hukum, tetapi juga pada komitmen sehari-hari untuk menjunjung integritas.


Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS