Oleh : Naura Zahrani & Wahyudal Ihsan Mahasiswa Biologi FMIPA Universitas Andalas
Indonesia merupakan negara megabiodiversitas yang memiliki kekayaan alam yang tak terhingga baik dalam bentuk flora ataupun fauna. Dari sabang sampai Merauke, Indonesia dianugerahi beragam spesies tumbuhan dan juga hewan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari ekosistem yang ada. Selain daripada itu, Indonesia juga memiliki kekayaan alam baik dalam bentuk lingkungan hidup, hutan, ataupun makhluk hidup yang ada.
Namun, walaupun Indonesia dikenal sebagai negara megabiodiversitas, Indonesia juga ternyata dikenal sebagai negara dengan penurunan keanekaragaman hayati yang tinggi, sehingga disediakannya tempat atau wilayah konservasi untuk mencegah atau mengurangi laju penurunan keanekaragaman hayati tersebut.
Konservasi sumber daya alam merupakan suatu pengelolaan yang sangat penting dalam pemanfaatan yang harus dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaan tanpa melupakan pemeliharaan dan peningkatan kualitas keanekaragaman dan nilai-nilainya. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
Taman nasional merupakan salah satu bentuk konservasi sumber daya alam yang popular dan telah memiliki kelembagaan yang cukup kuat di berbagai negara, salah satunya Taman Nasional Tesso Nilo. Taman Nasional Tesso Nilo merupakan salah satu Kawasan konservasi yang ada di Indonesia tepatnya di wilayah administrasi Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hulu yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, termasuk spesies langka seperti Gajah Sumatera. Namun, Taman Nasional Tesso Nilo yang semestinya menjadi zona perlindungan kini menghadapi ancaman yang serius akibat ekspansi Perkebunan kelapa sawit illegal dan pembukaan lahan untuk permukiman.
Kondisi ini menunjukkan bahwa Ketika hutan lindung seperti Taman Nasional Tesso Nilo rusak, bukan hanya flora-fauna dan habitat satwa saja yang terancam namun masyarakat juga dapat menjadi korban, terutama saat terjadinya bencana alam yang diperparah oleh kerusakan lingkungan. Taman Nasional Tesso Nilo merupakan hutan yang berada di Kawasan hulu yang berfungsi sebagai penyangga alami seperti penyerapan air hujan, penahan erosi, menjaga stabilitas tanah dan mengatur aliran sungai. Namun, ketika hutan tersebut digunduli, maka tanah akan kehilangan kemampuannya dalam menahan air. Alhasil, Ketika hujan deras, air tidak akan terserap tetapi langsung mengalir ke lembah dan dataran rendah dengan membawa material seperti tanah, lumpur, kayu, bahkan batu yang dapat memperbesar risiko terjadinya banjir, longsor, dan tsunami lumpur.
Menurut data yang ada di dalam documenter Years of Living Dangerously (2014) dalam 15 tahun terakhir, terdapat sekitar 80% hutan di Sumatera telah dieksploitasi demi kepentingan komersial. Ironisnya, kerusakan ini tejadi di tengah perjanjian bahwa pemerintah akan menjaga kelestarian lingkungan dan juga melindungi kawasan konservasi. Selain itu, Harrison Ford, seorang aktor Hollywood ternama secara langsung mengunjungi hutan Sumatera dan mempertanyakan kebijakan pemerintah terkait deforestasi masif terutama yang terjadi di Taman Nasional Tesso Nilo.
Dalam cuplikan viral yang berdurasi 2 menit 33 detik, terlihat Harrison Ford sedang menaiki helikopter untuk melihat langsung kondisi hutan dari udara.
Ekspresinya pun seketika berubah menjadi muram saat menyaksikan hamparan hutan yang dulunya tampak asri dan hijau, kini telah berubah menjadi ladang gundul yang merupakan bekas tebangan liar dan jalan illegal yang membelah kawasan yang seharusnya dilindungi.
Harrison Ford pun berkata dengan suara penuh kekhawatiran bahwa ini sangat mengerikan dan beliau tidak sabar untuk bertemu dengan Menteri Kehutanan.
Pertemuan Harrison Ford dengan Zulkifli Hasan, yang menjabat sebagai Menteri Kehutanan dari 2009-2014, menjadi momen yang paling menegangkan di dalam video dokumenter tersebut. Harrison Ford, yang juga dikenal sebagai aktivis lingkungan, tidak ragu untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan tajam tentang kegagalan dalam kebijakan perlindungan hutan. Dalam wawancara tersebut, Harrison Ford menyampaikan hasil dari temuan timnya bahwa hanya 18% hutan alami yang tersisa di kawasan yang seharusnya menjadi benteng terakhir satwa liar.
Ia juga bahkan menunjukkan bukti-bukti visual seperti jalan illegal, batang pohon tumbang yang terbakar, dan aktivitas perambahan yang jelas terlihat dari udara.
Namun, jawaban dari Zulkifli Hasan justru sangatmengecewakan
Sang Menteri hanya menyatakan bahwa Indonesia baru saja berdemokrasi dan berharap seiring waktu akan ada titik keseimbangan, ucapannyapun disertai dengan senyum dan tawa kecil. Akibat dari ucapannya tersebut, menimbulkan reaksi yang memicu amarah dari Harrison Ford.
Harrison ford bertanya dengan nada tegas kepada Sang Menteri bahwa Ia telah berjanji untuk menangani permasalahan tersebut, namun resolusi apa yang sudah sang Menteri lakukan? Harrison Ford bahkan menekankan bahwa para pelaku perambahan hutan tidak mungkin muncul secara tiba-tiba, mereka pasti telah datang selama bertahun-tahun, dan seharusnya pemerintah punya waktu yang cukup untuk menghentikan aktivitas illegal tersebut.
Dalam video yang diunggah oleh Raymond Chinn (4/12/25) pada akun Youtubenya, terdapat berbagai laporan media dan organisasi lingkungan, bahwasanya pemerintah, korporasi, serta mereka yang memberi izin alih fungsi hutan yang seharusnya bertanggung jawab atas kerusakan hutan tersebut, bukan hanya sekadar dianggap sebagai akibat alam belaka. Kritik juga diarahkan pada kebijakan tata ruang yang melemah, pengelolaan hutan yang buruk, izin konsesi yang sering mengabaikan daya dukung lingkungan, serta lemahnya penegakan hukum. Alhasil, menyebabkan keuntungan ekonomi bagi sebagian pihak, namun korban ekologis dan sosial bagi banyak masyarakat.
Raymond Chinn dalam videonya menegaskan dan menuntut kejujuran bahwa bencana bukan cuma akibat dari alam saja, melainkan juga akibat adanya pilihan kolektif yaitu pilihan kebijakan, prioritas pembangunan, dan regulasi.
Raymond juga meyerukan lewat videonya bahwasanya masyarakat dan negara harus serius dalam mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang yang terjadi dari perusakan hutan, dan memikirkan bagaimana memperbaiki sistem pengelolaan lingkungan agar peristiwa yang serupa tidak terjadi secara terus-menerus.






























0 Comments