Ticker

6/recent/ticker-posts

Di Balik Tatapan Mata Orangutan: Ada Duka Dari Hutan Yang Diratakan


Tiarani Rezwandi (2310423013).  Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas


Bumi menyediakan cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap orang, tetapi tidak untuk keserakahan setiap orang.” -Gandhi

Orangutan merupakan salah satu dari spesies kera besar yang paling mirip dengan manusia, ini terbukti bahwa 97 persen DNA orangutan serupa dengan manusia. Orangutan juga merupakan satu-satunya kera besar yang bukan berasal dari Afrika, melainkan dari Asia, khususnya Asia Tenggara. Di Indonesia, terdapat dua spesies orangutan yang ada, yakni Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) dan Orangutan Sumatera (Pongo abelii), tentu ada beberapa perbedaan antara Orangutan Kalimantan dan Orangutan Sumatera.

Studi genetika menunjukkan, Orangutan Kalimantan telah diidentifikasi memiliki tiga subspesies, yakni Pongo pygmaeus pygmaeus yang ditemukan di barat laut Borneo, Pongo pygmaeus wrumbii yang ditemukan di Borneo bagian tengah, dan Pongo pygmaeus morio yang ditemukan di timur laut Borneo. Jika dibandingkan, dari ketiga subspesies ini,

P.p. wrumbii merupakan subspesies orangutan paling besar, sedangkan P.p. morio adalah supspesies orangutan paling kecil di antara ketiga subspesies orangutan ini.

Proporsi wajah orangutan jantan dewasa merupakan salah satu hal yang dapat memperlihatkan perbedaan antara Orangutan Kalimantan dan Sumatera. Orangutan Jantan telah memasuki fase dewasa akan memiliki bentuk bantalan pipi dan kantung suara. Pada Orangutan Kalimantan bantalan pipi yang melebar sehingga secara keseluruhan wajahnya terlihat bulat, sedangkan Orangutan Sumatera memiliki bantalan pipi menggelambir ke bawah sehingga membuat wajahnya terlihat oval. Selain itu, bentuk dagu Orangutan Sumatera juga terlihat lebih panjang.

Mereka hidup di hutan hujan tropis dataran rendah, rawa, dan hutan pegunungan. Orangutan Sumatera cenderung mengonsumsi buah-buahan dibandingkan dengan Orangutan Kalimantan yang lebih bervariasi jenis makanannya, mulai dari buah-buahan, pucuk daun, hingga serangga. Hal ini terjadi karena musim buah di Sumatera yang lebih panjang, sehingga ketersediaan buah lebih melimpah. Dalam pencarian makanannya, tak jarang ditemukan Orangutan menggunakan potongan ranting untuk mengambil buah. Ini menunjukan tingkat intelegensi tinggi yang dimiliki kera besar ini.

Sebagai salah satu kerabat dekat manusia, orangutan memiliki kecerdasan tinggi. Dapat menjalin hubungan personal dan merasakan emosi, seperti duka akibat kehilangan, menunjukkan bahwa orangutan jauh lebih dekat dengan kita dari perkiraan sebelumnya. Hal ini lebih tampak jelas dari penamaan ‘orangutan’ yang berarti ‘orang dari hutan’. Orangutan spesies kunci, berperan penting dalam kesehatan ekosistem hutan tropis, habitat mereka. Mereka menyebar biji sembari mengonsumsi berbagi jenis buah, dapat mencerna biji berukuran lebih besar ketimbang hewan frugivor lain, dan menjelajah jarak yang luar biasa sembari membuang biji. Ketika kita, melindungi orangutan di habitat alaminya, ratusan spesies flora- fauna juga terlindungi. Menjaga ekosistem hutan ini sama pentingnya bagi manusia dengan bagi kenaekaragaman hayati itu sendiri.

Hilangnya tutupan hutan tropis di Kalimantan akan menimbulkan bencana ekologis, yang tidak hanya berdampak pada masyarakat setempat, namun juga seluruh makhluk hidup. Apabila hutan ini terbakar, simpanan karbon dalam jumlah besar akan terlepas ke atmosfir dan memperburuk dampak perubahan iklim. Jika hutan musnah, masyarakat setempat tentu kehilangan mata pencarian dan sumber daya yang tak ternilai. Seluruh dunia pun merugi. Hutan tropis telah lama menjadi sumber bahan baku obat-obatan.

Saat ini, orangutan Tapanuli diperkirakan menempati hanya 2,5% dari habitat historis mereka, dan ancaman kepunahan terkait dengan kehilangan habitat dan perburuan. Ancaman ini merupakan ancaman yang serius dan makin diperparah oleh pengembangan infrastruktur dan konversi hutan di dalam habitat terakhir orangutan Tapanuli di Sumatera Utara. Menurut para peneliti, dengan habitat makin menyusut, kepunahan orangutan Tapanuli tidak bisa dihindari. Sebagaimana disebutkan dalam penelitian tersebut, kurang dari 800 individu orangutan Tapanuli hidup di hutan Batang Toru, Sumatera Utara. Habitat yang masih tersisa diperkirakan hanya mencakup 2,5% dari kisaran area tempat mereka hidup sekitar 130 tahun lalu ketika ditemukan para peneliti. Jumlah tersebut menyusut dari hampir 41.000 km2 pada 1890- an, jadi hanya 1.000 km2 pada 2016.

Hidup orangutan di Indonesia berada dalam ambang kematian. Habitat terus tergerus, orangutan dibunuh karena dianggap hama hingga diburu untuk diperdagangkan ilegal. Orangutan pun jadi gelandangan di habitatnya yang sudah berubah, berusaha bertahan hidup dan kerap berhadapan dengan manusia. Satwa ini pun akhirnya makan buah sawit atau biasa disebut dengan umbut sawit. Mereka dianggap hama, kemudian perusahaan memburunya.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Karena, sudah tidak ada lagi tempat untuk mereka berlindung. Bahkan, di habitatnya sendiripun mereka menderita. Hutan yang dulunya rimbun, sejuk dan udara bersih kini sudah tergusur akibat desforestasi. Seperti kebakaran, alih fungsi hutan jadi perkebunan, tambang, dan konsesi lain antara lain penyebabkan habitat orangutan menyusut signifikan selama beberapa dekade terakhir. Kondisi ini harus direspons serius mengingat orangutan adalah spesies kunci. Dengan begitu, keberadaan mereka memiliki dampak signifikan terhadap ekosistem. Hutan hujan tropis, tempat orangutan hidup, adalah penyerap karbon terpenting di planet ini.

Orangutan, punya peran sangat penting terhadap kelestarian hutan. Sayangnya, peran berkebalikan dengan nasibnya. Ancaman kepunahan membayangi tiga spesies orangutan di Indonesia. International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan tiga spesies orangutan itu dalam daftar spesies terancam kritis atau critically endangered, berarti satu tahap lagi menuju kepunahan di alam. Seperti kasus kebakaran hutan, yang juga menyebabkan deforestasi pada tutupan lahan hutan. Himba merupakan bayi orangutan yang merupakan korban dari kebakaran hutan yang terjadi di Tarakas.

Habitat orangutan di Sumatera menghilang dengan sangat cepat. Di Sumatera Utara, diperkirakan tutupan hutan telah berkurang dari sekitar 3,1 juta hektar di tahun 1985 menjadi 1,6 juta hektar pada 2007. Sebaran orangutan di masa yang lalu diperkirakan hingga ke Sumatera Barat, tetapi saat ini sebaran orangutan di habitat aslinya hanya terdapat di Aceh dan Sumatera Utara, serta areal reintroduksi orangutan di perbatasan Jambi dan Riau. Sebuah rencana untuk membangun jalan besar yang melalui Ekosistem Leuser di bagian utara Sumatera saat ini mengancam habitat orangutan. Jalan raya ini setidaknya akan memotong Ekosistem Leuser di sembilan tempat dan unit-unit habitat tambahan orangutan di bagian utara yang lebih jauh. Diperkirakan jika jalan raya tersebut dibuat melintasi kawasan hutan, penebangan liar pun akan semakin meluas, biasanya diikuti dengan pembangunan pemukiman penduduk sehingga meningkatkan ancaman terhadap habitat orangutan Sumatera.

Hutan Indonesia membutuhkan kita lebih dari sebelumnya. Peradilan, jaksa, dan polisi terlatih dengan baik yang menghargai keseriusan kejahatan terhadap satwa liar dan kelengkapan hukum yang berlaku untuk penuntutannya sangat penting. Pedoman hukuman yang rasional diperlukan untuk mengatasi perbedaan niat, keadaan, dan pendapatan pelanggar hukum untuk menghindari konsekuensi yang tidak diinginkan, terutama persepsi bahwa orangutan lebih dihargai daripada manusia. Hal Ini mungkin membutuhkan pengetahuan tambahan dan peningkatan kapasitas seputar pentingnya menuntut kejahatan terhadap satwa liar dan mengembangkan pedoman hukuman yang ditargetkan. Penebangan habis habitat orangutan yang teridentifikasi harus diperlakukan sebagai kejahatan serius. Penuntutan untuk kejahatan ini dapat didasarkan pada undang-undang di luar perlindungan spesies, termasuk kepemilikan senjata, undang-undang bea cukai, penghindaran pajak, dan kesejahteraan hewan.

Kita dapat menyerukan bantuan dengan cara, mendorong transparansi dan keterbukaan data publik terhadap data perizinan dari sektor kehutanan dan data HGU (Hak Guna Usaha) sehingga masyarakat bisa ikut mengawasi pemerintah dalam memperkuat kebijakan moratorium hutan dan gambut. Melakukan investigasi dan mengekspos korporasi pelaku perusak atau pembakar hutan dan lahan gambut di Indonesia. 

Menjaga hutan di Papua sebagai benteng pertahanan terakhir Indonesia dalam melawan krisis iklim dari pembabatan dan pembukaan lahan oleh industri ekstraktif. 

Mendesak pemerintah untuk membuat dan memperkuat undang-undang yang melindungi ekologi sekaligus mensejahterakan rakyat.

Ancaman kelestarian orangutan yang demikian banyak tersebut di atas masih diperparah dengan kondisi ekonomi masyarakat Indonesia yang masih memprihatinkan sehingga memaksa masyarakat melakukan perburuan satwa dan penebangan hutan. Untuk itu senantiasa diperlukan peran serta dari masyarakat itu sendiri dalam upaya perlindungan satwa.



Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS