Penulis: Arnika Zuri . mahasiswa Jurusan Biologi, Universitas Andalas
Rusaknya ekosistem hutan mengurangi daya tampung lingkungan dan memicu tekanan baru bagi Gajah Sumatra
Banjir yang terjadi belakangan ini di berbagai wilayah Banda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat menjadi tanda bahwa kualitas lingkungan hutan kita menurun. Curah hujan yang tinggi merupakan faktor alami yang terjadi, namun tanpa tutupan hutan yang memadai, air hujan tidak dapat diserap secara optimal sehingga berubah menjadi sebuah bencana yang melanda berbagai daerah. Banyak sungai besar maupun kecil di Sumatra mengalami pendangkalan air akibat sedimentasi yang berasal dari erosi wilayah hulu. Tanah yang terbawa aliran air mengendap di dasar sungai, membuat alurnya menyempit dan kapasitas tampung air berkurang. Akibatnya, sungai menjadi lebih mudah meluap dan banjir pun meluas dengan dampak yang semakin merusak.
Hutan sejatinya bukan hanya sebagai kumpulan berbagai pohon, melainkan ekosistem penting yang berperan mengatur aliran air, menahan tanah dari erosi, serta menjadi habitat bagi berbagai makhluk hidup, termasuk Gajah Sumatra. Kawasan hutan yang dibuka secara besar untuk aktivitas manusia telah menurunkan kemampuan hutan dalam menyerap dan menyimpan air hujan. Akibatnya, air hujan yang seharusnya meresap ke dalam tanah justru menjadi mengalir cepat ke sungai, meningkatkan debit air secara tiba-tiba yang memicu banjir di daerah hilir.
Di balik penderitaan masyarakat yang terjadi akibat banjir, terdapat persoalan ekologis yang kerap terabaikan, yaitu semakin berkurangnya habitat Gajah Sumatra. Sebagai satwa endemik, Gajah Sumatra sangat bergantung pada kawasan hutan yang luas dan saling terhubung. Mereka memerlukan ruang jelajah yang besar untuk memenuhi kebutuhan hidup, mulai dari mencari makan hingga berkembang biak. Ketika hutan terfragmentasi oleh jalan, perkebunan sawit, perluasan lahan, dan kawasan industri, ruang hidup Gajah Sumatra tentunya menjadi semakin sempit. Kondisi ini tidak hanya mengurangi sumber daya yang tersedia, tetapi juga memutus jalur pergerakan alami yang telah digunakan gajah selama ratusan tahun.
Kerusakan hutan menyebabkan ketersediaan pakan alami bagi Gajah Sumatra semakin berkurang. Berbagai jenis tumbuhan hutan yang menjadi sumber makanan utama mereka menjadi kian sulit ditemukan. Dalam kondisi terdesak, gajah tidak memiliki pilihan selain keluar dari hutan dan masuk ke lahan pertanian atau perkebunan milik warga. Situasi ini memicu meningkatnya konflik antara manusia dan gajah, seperti perusakan tanaman dan ancaman keselamatan. Konflik tersebut berujung pada tindakan yang merugikan gajah, mulai dari pengusiran hingga praktik-praktik berbahaya yang mengancam kelangsungan hidup mereka.
Banjir yang terjadi akibat kerusakakan hutan ini memperburuk kondisi habitat gajah secara langsung. Genangan air yang berlangsung lama menyebabkan penurunan kualitas tanah dan vegetasi. Sehingga tanaman menjadi sumber pakan rusak atau hilang. Lingkungan yang terdegradasi ini tidak lagi mendukung kehidupan satwa liar. Selain itu, banjir memaksa gajah berpindah ke daerah yang lebih tinggi, yang sering dikuasai oleh aktivitas manusia. Perpindahan tersebut meningkatkan tekanan pada gajah, mengganggu struktur sosial kawanan, serta berdampak pada keberhasilan reproduksi mereka.
Pembangunan yang terus berlangsung di Sumatra mencerminkan cara pandang manusia terhadap alam belum seimbang. Hutan sering dijadikan sumber dari keuntungan ekonomi manusia jangka pendek, tanpa mereka pikirkan dampak yang akan terjadi terhadap fungsi ekologis dan sosialnya. Padahal, kerusakan hutan yang memicu terjadi banjir inilah yang akan menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar, seperti rusaknya infrastruktur, hilangnya sumber kehidupan masyarakat, dan besarnya biaya penanganan bencana. Dalam hal ini, berkurangnya habitat Gajah Sumatra menjadi simbol dari gagalnya manusia dalam mengelola lingkungan secara berkelanjutan.
Gajah Sumatra memiliki peranan yang penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem hutan. Aktivitas yang mereka lakukan dapat membantu menyebarkan biji tumbuhan, menjaga dinamika vegetasi, serta dapat mempertahankan keanekaragaman hayati. Namun, ketika populasi gajah yang terus menurun akibat hilangnya habitat dan konflik dengan manusia, fungsi ekologis hutan pun ikut terganggu. Dalam jangka panjang, kondisi ini mungkin akan memperparah berbagai masalah lingkungan seperti banjir, kekeringan, dan degradasi tanah, sehingga terdesaknya Gajah Sumatra menjadi tanda rapuhnya ekosistem Sumatra secara keseluruhan.
Oleh karena itu, upaya pemerintah dan masyarakat dalam mengatasi banjir yang di Sumatra, tidak dapat dipisahkan dari perlindungan dan pemulihan hutan. Rehabilitasi daerah aliran sungai, penghentian alih fungsi hutan yang tidak terkendali, serta penerapan tata guna lahan yang berkelanjutan menjadi langkah-langkah penting yang perlu dilakukan. Tanpa hutan yang sehat, pembangunan infrastruktur pengendali banjir hanya akan menjadi solusi sementara. Pada saat yang sama, menjaga habitat alami gajah juga penting untuk mengurangi konflik dengan manusia dan memastikan kelangsungan hidup mereka di alam liar.
Keterlibatan masyarakat lokal menjadikan faktor kunci dalam menjaga kelestarian hutan dan melindungi Gajah Sumatra. Masyarakat yang hidup di sekitar hutan memiliki hubungan langsung dengan lingkungan sekitarnya dan merasakan manfaat nyata dari keberadaan hutan. Oleh karena itu, kesadaran bersama baik pemerintah maupun masyarakat bahwa melindungi habitat gajah berarti menjaga lingkungan dan kehidupan manusia sendiri perlu terus ditumbuhkan melalui pendekatan yang adil dan berkelanjutan.
Pada akhirnya, banjir yang semakin parah di Sumatra dan berkurangnya habitat Gajah Sumatra menjadi dua masalah yang saling terkait dan bersumber dari krisis lingkungan yang sama. Keduanya muncul akibat eksploitasi hutan yang tidak terkendali dan mengabaikan keseimbangan alam. Jika kondisi ini terus berlanjut, maka bencana ekologis dan ancaman kepunahan satwa akan semakin nyata.
Sebaliknya, dengan melakukan pemulihsan hutan dan melindungi habitat Gajah Sumatra, manusia tidak hanya menyelamatkan satwa ikonik Sumatra, tetapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan dan kehidupan manusia di Sumatra di masa depan.
































0 Comments