Oleh Shelza Putri Danty Mahasiswa Ilmu Politik FISIP Unand
Partisipasi politik ditandainya dengan terlibatnya masyarakat dalam proses politik, salah satunya turut dalam mempengaruhi keputusan pemerintah dan kebijakan publik. Dalam sudut pandang sosiologi politik, partisipasi politik tidak terbatas dalam proses memilihan dalam pemilu, melainkan juga aktif mengambil peran dan memberikan pengaruh dalam struktur kekuasaan. Sederhananya seperti berdiskusi tentang politik, mengikuti organisasi kemasyarakatan, atau bahkan menghadiri pertemuan publik. Pada intinya, partisipasi politik adalah cerminan dari adanya interaksi antara negara dan warganya, di mana warga tidak hanya diam menerima kebijakan, tetapi aktif berusaha membentuknya.
Partisipasi politik sangat penting terlebih di negara demokrasi karena menjadi fondasi dan landasan keterlibatan rakyat. Karena tanpa keterlibatan aktif dari rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di susunan demokrasi, kebijakan yang leluasa diputuskan pemerintah dapat memberikan resiko karena adanya dominasi elit. Tentu saja, dengan berpartisipasi masyarakat telah menjalankan fungsi pengawasan terhadap kekuasaan, memastikan pemerintah bekerja untuk kepentingan rakyat banyak, dan bukan untuk kepentingannya sendiri. Dan untuk mencapai sebuah partisipasi, masyarakat harus terlebih dahulu paham bahwa masyarakat bukan hanya objek yang diatur, tetapi masyarakat juga menjadi subjek yang ikut menentukan arah kebijakan, karena pada dasarnya kesadaran adalah kunci dari partisipasi tersebut.
Anggapan bahwa pemilu dan pilkada adalah partisipasi tertinggi tidak benar. Karena bisa saja ada kepentingan yang melatar belakangi tindakan tersebut. Uang, jabatan, atau sekedar balas budi. Bukan berarti tidak penting, tapi bukan partisipasi yang utama. Dalam era digital, media sosial menjadi alat vital untuk menyebarkan informasi dan mengorganisir gerakan. Termasuk gerakan demontrasi secara online yang menjadi motode untuk berpartisipasi. Gerakan yang eksis didengar sebagai 17+8 yaitu Tuntutan Rakyat yang viral dengan warna pink dan hijau adalah bukti bahwa teknologi dan seni dapat menjadi senjata perlawanan yang efektif. Dengan adanya kemudahan teknologi, partisipasi tidak hilang begitu saja, melainkan lebih masif tapi diiringi dengan kreativitas. Dimana gerakan ini tidak hanya menyatukan suara dari berbagai kalangan, melainkan juga munculnya dukungan dari figur publik seperti Jerome Polin dan Salsa Erwina. Sebatas melakukan propoganda, tapi mampu meningkatkan adrenalin kesadaran. Memunculkan pemahaman bahwa politik bukanlah sebuah hal yang harus dihindari, melainkan harus diikuti dan mulai peduli dengan ikut.
Partisipasi politik tidak melulu damai. Tidak hanya terlibat dalam pemilihan, mengajukan keluhan melalui prosedur yang benar, berdiskusi secara sehat, atau mengajukan petisi, tapi partisipasi juga dapat dilaksanakan dalam bentuk demontrasi, ketika cara legal tidak lagi dianggap mampu untuk memberikan ruang partisipasi bagi masyarakat. Sesederhana ketika platform seperti TikTok dibatasi, ruang ekspresi semakin menyempit, masyarakat yang sadar akan tugasnya sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di sistem demokrasi, tidak lagi diberi ruang berpartisipasi.
Demonstrasi di jalan sah-sah saja dilakukan. Tidak salah. Tidak melanggar aturan. Namun bukan demonstrasi chaos yang dimaksud, harus terencana. Karena melalui demonstrasi, masyarakat yang memiliki kesadaran akan secara sukarela menyuarakan suara yang lama terdiam ke jalan, membawa atribut protes, dan meyakinkan semua pihak bahwa masyarakat harus ikut andil dalam setiap langkah politik yang akan menentukan arah bangsa. Seperti yang terjadi di Kota Padang pada beberapa waktu lalu.
Aksi yang dilakukan oleh mahasiswa dan Cipayung Plus Kota Padang menjadi bukti partisipasi dalam politik. Tanpa kekerasan, tanpa gas air mata. Hanya orasi, tuntutan yang berharap diindahkan.






























0 Comments