Ticker

6/recent/ticker-posts

Apa yang ada di balik polemik ijazah gibran ini? Benar hanya sebatas Transparansi akademik?



Oleh : SELBY JOPIMA Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Andalas



Baru-baru ini kejadian 5 tahun yang lalu terulang kembali. Wakil presiden Indonesia kita saat ini yakni Raka Gibran Rakabuming kembali menimbulkan kontroversi. Putra dari mantan presiden Indonesia jokowi dodo ini menjadi sorotan publik sehubungan dengan isu polemik ijazahnya.

Transparansi akademik adalah prinsip keterbukaan dalam dunia pendidikan yang menekankan bahwa seluruh proses, data, dan hasil akademik dapat diakses secara jelas, jujur, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada publik. Sedangkan politisasi berarti membawa suatu hal ke ranah politik, meskipun pada dasarnya bukan masalah politik. mari kita simak dan berpikir kritis apa isu ini hanya sebatas transparansi akademik? atau politisasi?

Terlihat bahwa Seorang ADVOKAT yang bernama Subhan Palal menggugat Gibran Rakabuming Raka secara perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat karena dugaan ketidakabsahan syarat pendidikan saat mendaftar sebagai calon wakil presiden dalam Pemilihan Umum 2024. Dalam gebrakannya, Subhan tak hanya gugat Gibran, tapi juga Komisi Pemilihan Umum (KPU). Karena yang ini perbuatan melawan hukum, korbannya sistem negara hukum. Maka sistem negara hukum ini adalah negara yang milik seluruh warga negara Indonesia,” kata Subhan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (15/9/2025).

Namun, apakah benar gugatan ini hanya bermaksud untuk tranparansi akademik? atau ini merupakan salah satu politisasi yang di lakukan oleh oknum?

Seperti yang sama-sama kita ketahui dahulu pada tahun 2019 Ijazah presiden Jokowi dodo juga di pertanyakan ke absahannya. Namun saat itu tuduhan itu di cela oleh rektor UGM bahawasannya jokowi adalah lulusan kehutanan UGM. Dan saat ini hal yang hampir sama terjadi pada anak kandungnya yakni Gibran. Itu jelas memperkuat dugaan bahwa ini adalah politisasi berlebihan karna disitu permasalahan ini terlihat sistematis dan berkelanjutan. Nah,kenapa itu berstruktur? Ada apa di balik ini?

kalau di pikir- pikir ersoalan ijazah Gibran ini sebenarnya adalah perkara administratif dan legal yang harus diselesaikan melalui proses hukum, bukan dipolitisasi menjadi alat serangan politik yang memperkeruh suasana. Namun, semakin viral gugatan dan tuduhan terkait ijazah seolah-olah menjadi senjata politik untuk mendiskreditkan figur publik dan keluarganya, yang pada dasarnya mengaburkan fakta hukum yang ada.

Isu ijazah gibran ini bisa jadi di jadikan alat politik untuk menutupi isu yang lebih penting. seperti isu Korupsi yang tengah hangat dikalangan penjabat elit. contohnya Nadiem Makarim ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Kamis, 4 September 2025. Penetapan tersangka dilakukan setelah Nadiem menjalani pemeriksaan ketiga kalinya dan ditemukan alat bukti serta keterangan saksi yang cukup. Kasus ini terkait pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek dengan kerugian negara sekitar Rp 1,98 triliun.

Dan bisa juga untuk menutupi ketimpangan sosial yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan data BPS, indeks Gini Indonesia masih berada di kisaran 0,37–0,39 (2023), yang menunjukkan kesenjangan pendapatan cukup tinggi. Masih banyak daerah tertinggal, terutama di wilayah timur Indonesia (Papua, NTT, Maluku), yang mengalami keterbatasan guru, fasilitas, dan akses internet.Sementara di kota besar, akses pendidikan jauh lebih mudah dan berkualitas.

Coba kita perhatikan! Saat ini isu polemik ijazah gibran ini lebih viral dibanding kasus-kasus penting lainnya yang merugikan negara. Ketika kita membuka tv yang keluar berita ijazah gibran, ketika kita buka sosmed yang keluar adalah isu ijazah gibran lagi. Dan 1 hal yang perlu di garis bawahi adalah uang yang di tuntut kepada gibran dan KPU adalah 125 T. Itu merupakan nominal yang sangat besar yang dapat menarik perhatian publik. Dari ini jelas membuka kemungkinan bahwa hal ini sengaja di buat-buat untuk kepentingan politik.

Meskipun belum ada bukti nyata bahwa ada “politik” terorganisir, beberapa indikator membuat orang menaruh curiga. Momentum pengajuan gugatan ijazah gibran lakukan setelah pemilihan: Umumnya, jika seseorang ingin menggugat keabsahan syarat calon, bisa saja dilakukan sebelum pencalonan atau saat proses pemilu. Namun gugatan ini muncul setelah. Ini bisa dilihat sebagai strategi politik atau sekadar aspek prosedural hukum yang dipilih penggugat, tergantung argumen.

Seharusnya hal-hal ini lebih penting diperhatikan daripada isu ijazah gibran. dengan Beredarnya isu ijazah gibran itu akan menarik perhatian masyarakat dari isu isu yang lebih penting terksit korupsi dan ketimpangan sosial. Sebagai generai muda kita harus melek politik. Seperti yang dikatakan oleh salah seorang dosen saya “ jika kamu tidak peduli tentang politik, jangan kaget jika suatu kebijakan tidak peduli padamu”. Kita tidak bisa menormalisasikan isu polemik ijazah gibran ini hanya sebatas transparansi akademik. 

Mari kita menganalisa dan berpikir kritis terhadap isu-isu untuk masa depan negara indonesia yang kita cintai ini


Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS