Ticker

6/recent/ticker-posts

Ketika Iman Menjadi Gerakan:Munculnya Green Islam di Tengah Krisis Ekologis

 


Oleh Riva Hermita 
Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.


Ketika Iman Menjadi Gerakan:Munculnya Green Islam di Tengah Krisis EkologisKrisis lingkungan saat ini bukan hanya sekadar isu global yang jauh dari kehidupan. Dampaknya sudah sangat nyata terlihat seperti bisa kita rasakan bahwa akhir-akhir ini suhu bumi meningkat, hutan mulai menyusut, udara makin kotor, dan air bersih semakin sulit didapat. Semua ini menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan hidup manusia. Di tengah situasi ini, muncul pertanyaan-pertanyaan menarik, seperti pernahkah kita berpikir bahwa agama, khususnya Islam, bisa ikut berperan dalam menyelamatkan bumi? Tentu bisa. Salah satu gagasan yang tengah ramai dibahas belakangan adalah Green Islam, yang merupakan pendekatan yang menempatkan tanggung jawab terhadap lingkungan sebagai bagian dari ajaran agama. Green Islam tidak hanya berbentuk melalui wacana teologis, tetapi sudah berkembang menjadi gerakan sosial yang menggabungkan nilai keagamaan, spiritualitas, dan aksi nyata untuk menjaga alam. Landasan Green Islam sangat kuat karena bersumber langsung dari Al-Qur’an dan hadits. Dalam QS. Al-Baqarah: 30, manusia disebut sebagai khalifah fil ardh yang berarti pemimpin di muka bumi yang bertugas memakmurkan dan menjaga kelestarian alam. Manusia bukan penguasa mutlak atas bumi, melainkan pemegang amanah Tuhan yang punya tanggung jawab moral dan spiritual. Konsep keseimbangan (mizan) dalam QS. Ar-Rahman: 7–9 juga menegaskan bahwa alam diciptakan dalam harmoni. Ketika manusia merusak keseimbangan, berarti ia sedang melanggar hukum Tuhan. Nabi Muhammad SAW pernah memberi teladan dengan beliau melarang pemborosan air, menganjurkan menanam pohon walau dunia hampir berakhir, dan menegaskan bahwa kebersihan adalah bagian dari iman. Di Indonesia, praktik Green Islam mulai terlihat nyata. Salah satu contohnya adalah gerakan eco-masjid dan ecopesantren. Masjid Istiqlal di Jakarta, kini menjadi masjid ramah lingkungan dengan sistem pengelolaan energi, air, dan sampah yang berkelanjutan. Di pesantren, inisiatif serupa muncul di berbagai daerah seperti Garut dan Bogor. Programnya beragam seperti penghijauan, bank sampah, pengelolaan biogas, hingga pertanian organik. Majelis Ulama Indonesia (MUI) ikut berperan dengan mengeluarkan fatwa lingkungan, larangan membakar hutan dan merusak alam. Semua ini menunjukkan bahwa menjaga lingkungan bukan sekadar urusan sosial, tapi juga tanggung jawab religius. Gerakan Green Islam juga hadir melalui kampanye sosial. Misalnya, gerakan Green Ramadan yang mengajak umat Islam mengurangi plastik sekali pakai, menghemat energi, dan menekan sampah makanan selama bulan puasa.Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah bahkan menerbitkan buku Islamic Green Schoolsebagai panduan untuk mengintegrasikan nilai-nilai lingkungan ke dalam kurikulumpendidikan Islam. Upaya ini memperlihatkan bahwa Green Islam punya potensi besar menjadi gerakan sosial yang lebih luas, menyentuh berbagai lapisan masyarakat dari masjid, sekolah, hingga komunitas lokal.Meski berkembang pesat, gerakan ini tak lepas dari tantangan. Salah satunya, survei dari PPIM UIN Jakarta pada tahun 2024 yang menunjukkan bahwa umat Islam di Indonesia masih terbelah dalam memandang isu lingkungan. Banyak yang setuju bahwa Islam mendorong kepedulian terhadap alam, namun sebagian lainnya masih menempatkan kepentingan ekonomi di atas kelestarian lingkungan. Selain itu, beberapa organisasi keagamaan besar masih terlibat dalam kegiatan yang merusak lingkungan, seperti proyek pertambangan. Ini menjadi tantangan serius bagi konsistensi gerakan Green Islam. Belum lagi, banyak inisiatif lingkungan berbasis Islam masih bersifat lokal dan belum terkoordinasi secara nasional.Dalam masa panjang ke depan, Green Islam perlu diperkuat melalui kerja sama lintas sektor antara lembaga keagamaan, pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta. Dukungan kebijakan publik dinilai penting, seperti halnya pengembangan masjid ramah lingkungan, pendidikan berbasis ekologi di pesantren, dan bantuan bagi komunitas lokal yang menerapkan praktik hijau. Jika kolaborasi ini mampu berjalan, Green Islam berpotensi menjadi model global ekoteologi Islam, yang relevan dan mampu menjawab tantangan lingkungan modern. Menjaga alam sejatinya bukan sekadar upaya menjaga kelangsungan hidup manusia, tetapi juga bagian dari ibadah dan penghambaan kepada Allah SWT. Green Islam menegaskan bahwa melestarikan lingkungan termasuk dalam tujuan utama syariat (maqasid alshariah) yaitu perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, harta, dan kini, juga lingkungan.



Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS