Oleh : Abdel Ajis mahasiswa universitas Andalas Padang
Demokrasi Indonesia saat ini berada pada persimpangan jalan ketika kekuasaan politik semakin terkonsentrasi di tangan segelintir elite ekonomi dan politik.
Oligarki menjadi fenomena yang kian menguat setelah reformasi yang seharusnya melahirkan pemerintahan yang transparan justru menciptakan sistem politik yang dikendalikan oleh modal besar. Dalam situasi ini, suara rakyat sering kali tenggelam dalam arus kepentingan segelintir orang yang menguasai sumber daya ekonomi dan mempengaruhikebijakan publik. Generasi muda yang menyaksikan ketimpangan ini tidak lagi tinggaldiam.
Mereka mulai menyadari bahwa demokrasi yang hanya menguntungkan segelintir elite bukanlah demokrasi sejati yang berlandaskan keadilan sosial dan partisipasi rakyat.
Gerakan perlawanan anak muda terhadap politik oligarki tumbuh dari kesadaranakan pentingnya merebut kembali ruang publik yang telah direduksi menjadi alat kekuasaan.
Mereka tidak lagi percaya bahwa perubahan hanya bisa dilakukan melalui lembaga politik formal yang telah terkooptasi oleh kepentingan modal.
Media sosial, komunitas lokal, dan gerakan akar rumput menjadi ruang alternatif bagi generasi mudauntuk mengekspresikan ide, menyusun strategi, dan membangun solidaritas. Dalam
ruang-ruang ini, demokrasi dimaknai bukan sebagai prosedur elektoral semata, tetapi
sebagai proses perjuangan untuk mengembalikan kedaulatan rakyat yang sesungguhnya.
Politik menjadi praktik sosial yang hidup dan berakar pada kesadaran kritis terhadap ketimpangan struktural.
Fenomena munculnya gerakan mahasiswa dan aktivisme digital dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa generasi muda tidak lagi apatis terhadap politik.
Aksi seperti #ReformasiDikorupsi dan #TolakOmnibusLaw adalah bentuk penegasan bahwa mereka menolak tunduk pada logika kekuasaan yang menyingkirkan kepentingan rakyat.
Gerakan-gerakan ini sering kali memanfaatkan kekuatan teknologi digital untuk memperluas dukungan dan membangun kesadaran kolektif. Dalam konteks ini, teknologi bukan sekadar alat komunikasi, tetapi juga medium pembebasan yang mempertemukanaspirasi dari berbagai lapisan masyarakat.
Politik digital menjadi senjata bagi generasi muda untuk menantang dominasi oligarki yang selama ini mengatur jalannya negara dari balik layar kekuasaan.
Meskipun demikian, perjuangan melawan oligarki tidak pernah mudah karena sistem politik dan ekonomi yang ada dirancang untuk melanggengkan kekuasaan elite.
Banyak aktivis muda menghadapi tekanan, stigmatisasi, bahkan kriminalisasi ketika mereka berani mengkritik kebijakan yang tidak adil. Situasi ini memperlihatkan bahwa demokrasi prosedural belum mampu menjamin kebebasan berekspresi secara utuh.
Namun tekanan tersebut tidak serta-merta memadamkan semangat perlawanan, justru menjadi bahan bakar bagi lahirnya bentuk baru dari aktivisme politik yang lebih strategis dan berorientasi jangka panjang. Kesadaran bahwa perubahan sejati membutuhkan konsistensi menjadi titik balik bagi generasi muda dalam membangun gerakan yang berkelanjutan.
Kekuatan terbesar gerakan sosial anak muda terletak pada keberanian untuk membayangkan politik yang berbeda dari model lama yang elitis dan transaksional.
Mereka tidak hanya menuntut transparansi, tetapi juga menegaskan pentingnya etika dan tanggung jawab sosial dalam setiap kebijakan publik. Politik bagi mereka bukan lagi tentang kekuasaan semata, melainkan ruang perjuangan moral untuk membangun masyarakat yang adil dan setara. Semangat idealisme ini membuat gerakan sosial anak muda menjadi kekuatan moral baru yang mengimbangi dominasi oligarki.
Mereka
menunjukkan bahwa kekuasaan tidak selalu berada di tangan yang berkuasa, tetapi juga
pada suara kolektif yang berani menuntut perubahan.
Kini demokrasi Indonesia sedang memasuki fase krusial di mana arah masa depan
politik sangat bergantung pada keberanian generasi muda dalam mempertahankan nilainilai keadilan dan partisipasi. Jika oligarki dibiarkan terus menguasai sistem politik,
maka demokrasi hanya akan menjadi simbol tanpa makna. Namun jika gerakan sosial
anak muda mampu terus mengorganisir kekuatan dan menjaga idealisme mereka, maka
demokrasi dapat direbut kembali untuk rakyat. Masa depan demokrasi Indonesia tidak
akan ditentukan oleh elite, tetapi oleh keberanian generasi muda untuk terus berpikir kritis, bergerak bersama, dan menolak tunduk pada kekuasaan yang menindas. Itulah bentuk sejati dari perlawanan terhadap politik oligarki dan pembuktian bahwa demokrasi masih memiliki harapan.
0 Comments