Ticker

6/recent/ticker-posts

Antara Kekerabatan Dan Algoritma: Wajah Baru Budaya Politik Indonesia Politik Yang Berubah, Generasi Yang Berbeda


 Oleh : Dinda Nur Amelia Fitri Ilmu Politik, Universitas Andalas Padang 


. Budaya politik di Indonesia tengah berada pada masa transisi yang menarik. Dahulu, hubungan kekuasaan banyak ditentukan oleh kekerabatan, loyalitas terhadap tokoh, dan jaringan patronase yang telah mengakar di masyarakat. 



Kini, pola itu mulai tergeser oleh sistem yang lebih cair, di mana algoritma media sosial memainkan peran penting dalam menentukan arah dan bentuk partisipasi politik warga. Perubahan ini tidak muncul begitu saja, melainkan sebagai hasil dari perkembangan teknologi digital yang merambah seluruh aspek kehidupan, serta kehadiran generasi baru yang berpikir dan bertindak secara berbeda dalam menyikapi dunia politik.

Menurut Azis (2025) dalam artikelnya Youth Engagement in Politics: Exploring the Role of Information and Personal Motivation, keterlibatan politik generasi muda saat ini tidak lagi didorong oleh pengaruh tokoh atau keluarga, melainkan oleh motivasi pribadi dan akses terhadap informasi. Azis menegaskan bahwa faktor pengetahuan politik dan kemampuan mengolah informasi menentukan seberapa besar seseorang terlibat dalam aktivitas politik. Pandangan ini menggambarkan bahwa politik modern telah menjadi ruang yang lebih individual, di mana kesadaran politik dibentuk bukan dari instruksi, melainkan dari proses refleksi pribadi berdasarkan informasi yang tersedia di dunia digital.

Transformasi ini juga menunjukkan bahwa politik di Indonesia kini menjadi lebih terbuka dan interaktif. Warga tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga aktor aktif yang terlibat dalam percakapan publik, baik melalui diskusi daring, komentar di media sosial, maupun aksi sosial berbasis komunitas digital. Pergeseran ini membuat batas antara masyarakat dan kekuasaan semakin tipis, menciptakan wajah baru demokrasi yang lebih horizontal.

Dari Politik Kekerabatan ke Politik Digital

Kekerabatan pernah menjadi pondasi kuat dalam praktik politik Indonesia. Di banyak daerah, pemimpin politik lahir dari garis keturunan tertentu atau memiliki hubungan erat dengan elite lokal. Politik patronase dan politik uang sering kali menjadi alat untuk mempertahankan loyalitas masyarakat. Namun, Jovani (2025) dalam artikelnya Building an Inclusive Democracy: Enhancing Women’s and Youth Political Participation in Indonesia menjelaskan bahwa model politik berbasis kekerabatan kini mulai ditantang oleh kehadiran generasi muda dan perempuan yang menuntut ruang partisipasi yang lebih setara. Ia menilai bahwa demokrasi sejati hanya bisa tumbuh jika seluruh warga negara memiliki akses yang sama terhadap proses politik tanpa dibatasi oleh status sosial, gender, atau hubungan kekuasaan.

Jovani menguraikan bahwa partisipasi generasi muda dan perempuan kini menjadi kekuatan baru yang menggerakkan arah demokrasi Indonesia. Mereka menggunakan media sosial sebagai ruang politik alternatif untuk mengekspresikan pendapat, mengkritisi kebijakan, dan membangun solidaritas lintas kelas sosial. Melalui platform digital, suara yang dulu termarginalkan kini bisa bergema hingga ke pusat kekuasaan. Dengan demikian, muncul pergeseran penting: dari politik berbasis loyalitas personal menuju politik berbasis gagasan dan nilai.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa Indonesia sedang bergerak dari politik yang diwariskan menuju politik yang dipilih secara sadar. Dalam politik digital, setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi aktor politik, bukan karena garis keturunan, melainkan karena kemampuannya mengartikulasikan ide dan berkomunikasi secara efektif di ruang publik digital.

Peran Algoritma dalam Membentuk Kesadaran Politik

Robiyanti dan tim penelitiannya (2024) menemukan bahwa media sosial telah menjadi pusat aktivitas politik generasi Z. Dalam studinya Social Media and Political Participation in the 2024 Elections: Survey on Generation Z Voters of Buddhist Society in Indonesia, mereka mengungkapkan bahwa mayoritas anak muda kini mendapatkan informasi politik dari platform seperti Instagram, TikTok, dan X (Twitter). Informasi yang mereka konsumsi sangat dipengaruhi oleh algoritma yang menyesuaikan konten dengan preferensi pengguna. Dengan kata lain, algoritma telah mengambil peran besar dalam menentukan jenis isu politik yang diketahui dan dipercayai publik.

Robiyanti menjelaskan bahwa generasi Z bukan hanya pengguna pasif, tetapi juga kreator konten politik yang aktif. Mereka mengekspresikan pandangan politik melalui unggahan, komentar, atau meme yang sering kali menjadi viral. Namun, penelitian tersebut juga memperingatkan adanya sisi gelap dari politik digital: algoritma dapat menciptakan ruang gema (echo chamber), di mana seseorang hanya terpapar pada opini yang sejalan dengan pandangannya sendiri. Akibatnya, diskusi politik menjadi dangkal dan cenderung emosional, bukan rasional.

Penemuan ini memperlihatkan paradoks dalam budaya politik digital: di satu sisi, media sosial membuka ruang demokratisasi yang lebih luas; di sisi lain, ia membatasi keragaman pandangan karena interaksi dikendalikan oleh logika algoritma. Oleh karena itu, tantangan utama politik masa kini bukan hanya bagaimana meningkatkan partisipasi, tetapi bagaimana memastikan bahwa partisipasi tersebut benar-benar berkualitas.

Generasi Baru, Cara Baru Berpolitik

Septian dan Wulandari (2024) dalam penelitian mereka berjudul Smart Political Movement: Building Political Literacy with Z Generation Participation in the 2024 Elections menekankan pentingnya membangun literasi politik di kalangan generasi muda. Mereka menemukan bahwa meskipun Gen Z memiliki tingkat keterlibatan politik digital yang tinggi, sebagian besar belum memahami substansi dari isu-isu politik yang mereka bahas. Karena itu, keduanya mengusulkan pendekatan smart political movement—gerakan politik yang cerdas, berbasis data, dan mengutamakan pendidikan publik.

Septian dan Wulandari menyoroti bahwa generasi muda memiliki potensi besar untuk memperkuat demokrasi jika diberikan ruang belajar yang relevan dengan cara berpikir mereka. Pendidikan politik tidak harus dilakukan secara formal, tetapi bisa dikemas dalam bentuk konten kreatif, kampanye digital, atau diskusi daring yang menarik. Dalam pandangan mereka, politik yang sehat di era digital harus berbasis pada pengetahuan, empati, dan tanggung jawab sosial.

Pendapat ini menggambarkan pergeseran mendasar dalam budaya politik Indonesia: dari sekadar partisipasi simbolik menuju partisipasi reflektif. Generasi muda bukan hanya ingin dilibatkan, tetapi juga ingin memahami, mengkritisi, dan berkontribusi dalam membangun arah kebijakan publik. Inilah bentuk baru politik yang lebih substantif dan berdaya transformasi.

Wajah budaya politik Indonesia kini menggambarkan pertemuan antara dua dunia: kekerabatan yang masih kuat di masyarakat tradisional dan algoritma yang mendominasi kehidupan digital generasi muda. Azis (2025) menekankan bahwa motivasi pribadi dan kemampuan memahami informasi kini menjadi fondasi keterlibatan politik yang baru. Sementara Jovani (2025) menyoroti pentingnya membangun demokrasi inklusif yang membuka ruang bagi partisipasi perempuan dan anak muda. Robiyanti dan rekan-rekannya (2024) menunjukkan bahwa media sosial telah menjadi arena politik baru yang penuh potensi sekaligus risiko. Dan Septian serta Wulandari (2024) menegaskan bahwa masa depan demokrasi Indonesia akan ditentukan oleh kemampuan generasi muda dalam membangun gerakan politik yang cerdas dan beretika.

Semua pandangan ini mengarah pada satu kesimpulan: budaya politik Indonesia sedang bertransformasi menuju bentuk yang lebih partisipatif dan digital. Namun, perubahan ini membutuhkan keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab moral, antara algoritma yang mengatur informasi dan kesadaran kritis yang menuntun keputusan. Jika generasi baru mampu mengolah informasi dengan bijak dan menjaga nilai-nilai demokrasi, maka Indonesia akan melangkah menuju era politik yang lebih matang—sebuah politik yang tidak lagi ditentukan oleh kekerabatan, melainkan oleh pengetahuan, empati, dan partisipasi yang bermakna.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS