Penulis: Muhammad Rizqy, fakultas Teknologi informasi, Teknik komputer, Universitas Andalas
Pada hari Sabtu, 14 Juni 2025, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Padang kembali melakukan penertiban terhadap pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di sepanjang kawasan Pantai Padang, khususnya di area Lapau Panjang Cimpago (LPC). Kawasan tersebut dikenal sebagai salah satu lokasi wisata favorit warga lokal maupun wisatawan luar daerah, sehingga kerap dipadati pengunjung, terutama pada sore dan malam hari.
Penertiban ini bukan kali pertama dilakukan. Satpol PP bertindak karena banyak PKL dinilai tidak mematuhi jam operasional yang telah ditentukan oleh Pemerintah Kota melalui Surat Edaran dari Dinas Pariwisata. Dalam aturan tersebut, pedagang hanya diizinkan beraktivitas di area pantai mulai pukul 16.00 hingga 00.00 WIB. Namun, dalam praktiknya, sejumlah pedagang terlihat sudah mulai membuka lapak sejak pagi dan siang hari.
Akibat pelanggaran tersebut, Satpol PP mengambil tindakan tegas. Petugas mengamankan sejumlah barang milik pedagang, seperti payung, tenda lipat, meja, dan kursi. Beberapa pedagang juga dibawa ke kantor Satpol PP untuk didata dan diberikan pembinaan. Bagi mereka yang melanggar aturan berulang kali, proses hukum dilanjutkan melalui jalur sidang tindak pidana ringan (tipiring) di Pengadilan Negeri Padang.
Menurut keterangan dari pihak Satpol PP, penertiban ini bukan dilakukan secara tiba-tiba. Sebelumnya, pihak pemerintah sudah beberapa kali memberikan peringatan lisan maupun tertulis. Bahkan, sosialisasi terkait jam operasional juga telah dilakukan berulang kali. Namun sayangnya, masih banyak PKL yang tetap berjualan di luar waktu yang diperbolehkan.
Tindakan penertiban ini dilakukan demi menjaga ketertiban umum, terutama di area wisata yang ramai dikunjungi masyarakat. Aktivitas PKL yang tidak sesuai waktu dapat menimbulkan kemacetan lalu lintas, penumpukan sampah, dan kesemrawutan visual, sehingga mengganggu kenyamanan pengunjung yang ingin menikmati suasana pantai.
Namun, di sisi lain, penertiban ini juga memunculkan reaksi beragam dari masyarakat, terutama dari kalangan pedagang. Sebagian merasa bahwa aturan tersebut terlalu membatasi, terlebih mereka menggantungkan hidup dari hasil jualan harian. Banyak di antara mereka yang tidak memiliki penghasilan tetap dan hanya mengandalkan dagangan di kawasan wisata ini untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Permasalahan seperti ini mencerminkan dilema antara penegakan aturan dan pemenuhan hak ekonomi rakyat kecil. Di satu sisi, pemerintah memiliki tanggung jawab menjaga ketertiban dan estetika kota. Di sisi lain, mereka juga harus memastikan bahwa setiap warga memiliki akses yang adil terhadap sumber penghasilan, terutama dalam situasi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil pasca pandemi.
Sikap yang perlu dikedepankan dalam hal ini adalah pendekatan yang manusiawi dan partisipatif. Penertiban bukan sekadar tindakan represif, tetapi harus dibarengi dengan dialog terbuka, solusi alternatif seperti penataan ulang lokasi PKL, atau bahkan penyediaan zona khusus berdagang yang legal dan aman. Sosialisasi juga harus dilakukan secara menyeluruh, dengan bahasa yang mudah dipahami serta melibatkan tokoh masyarakat.
0 Comments