Oleh : Qidran Faiq, Nim 2411513035, Fakulta Teknologi Informasi,Teknik Komputer,Universitas andalas
Bullying di lingkungan sekolah merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang semakin sering terjadi di Indonesia. Tindakan yang dilakukan oleh pembuly seperti kekerasan, baik secara fisik, verbal, maupun psikologis terhadap peserta didik, tidak hanya mencederai harkat dan martabat manusia, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Artikel ini membahas fenomena bullying yang marak terjadi di sekolah dalam perspektif pelanggaran HAM dan keterkaitannya dengan nilai-nilai Pancasila, terutama pada sila kedua dan kelima. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif dengan tujuan mendorong upaya pencegahan dan penanganan yang komprehensif melalui penguatan pendidikan karakter dan peran aktif semua pihak.
Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang memuat nilai-nilai luhur untuk menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam konteks pendidikan, nilai-nilai Pancasila menjadi fondasi penting untuk membentuk karakter peserta didik. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa nilai-nilai tersebut belum sepenuhnya terinternalisasi. Salah satu indikasinya adalah maraknya kasus bullying di sekolah. Fenomena ini tidak hanya merusak kesehatan mental korban, tetapi juga mencederai hak asasi manusia yang seharusnya dilindungi oleh negara.
Pada tahun 2025, beberapa kasus bullying di sekolah kembali menjadi perhatian publik, seperti perundungan yang menyebabkan trauma berat hingga tindakan bunuh diri oleh korban. KPAI mencatat ratusan kasus kekerasan di lingkungan sekolah, di mana bullying menjadi salah satu bentuk kekerasan yang paling dominan. Bentuk bullying yang terjadi meliputi kekerasan fisik, verbal, sosial, hingga siber. Kondisi ini menunjukkan bahwa sekolah, sebagai tempat yang seharusnya aman, justru menjadi tempat terjadinya pelanggaran HAM terhadap anak-anak.
Tindakan bullying merupakan pelanggaran terhadap hak anak untuk hidup aman dan mendapatkan perlindungan. Dalam kerangka Pancasila, tindakan ini melanggar sila kedua, yaitu 'Kemanusiaan yang adil dan beradab', karena mencederai nilai kemanusiaan dan menghina martabat individu. Selain itu, sila kelima, yaitu 'Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia', juga dilanggar karena korban tidak memperoleh keadilan dan perlindungan yang layak dari lembaga pendidikan maupun negara. Upaya pencegahan bullying harus memperkuat internalisasi nilai-nilai Pancasila melalui pendidikan karakter dan kesadaran kolektif akan pentingnya menghargai sesama manusia.
Upaya Penanggulangan
Untuk menanggulangi kasus bullying, diperlukan langkah konkret dari berbagai pihak. Sekolah harus memiliki sistem pencegahan dan penanganan bullying yang jelas, seperti membentuk tim khusus dan menyediakan konseling bagi siswa. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu memperkuat kurikulum pendidikan karakter berbasis Pancasila. Orang tua dan masyarakat juga harus dilibatkan dalam pengawasan serta pembentukan lingkungan yang positif bagi anak-anak.
Kesimpulan
Bullying di sekolah adalah bentuk nyata pelanggaran hak asasi manusia yang mencerminkan belum maksimalnya internalisasi nilai-nilai Pancasila di lingkungan pendidikan. Diperlukan kerja sama antara sekolah, pemerintah, orang tua, dan masyarakat dalam membangun lingkungan pendidikan yang beradab, adil, dan manusiawi. Implementasi nilai-nilai Pancasila secara nyata adalah kunci dalam mencegah dan mengatasi bullying di sekolah.
Daftar Pustaka
- Komisi Perlindungan Anak Indonesia. (2025). Laporan Tahunan KPAI.
- Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2025). Panduan Pencegahan Bullying di Sekolah.
- Tempo.co. (2025). Kasus Bullying di Sekolah dan Upaya Penanganannya.
0 Comments