Oleh : Azira bizandika (2410611008) Peternakan,universitas andalas
Abstrak
Stunting adalah suatu permasalahan gizi dimana anak mengalami perkembangan yang berbeda dari anak sebayanya.
Hal ini dapat dipicu banyak hal, mulai dari lingkungan social hingga keluarga sendiri. Permasalahan gizi ini adalah pemasalahan yang telah lama ada, bukan hanya di negara kita, tetapi juga merupakan permasalahan yang sangat amat mendunia.
Bahkan negara yang bisa dikatakan telah maju pun tetap memiliki kasus anak yang menderita kekurangan gizi. Kekurangan gizi ini memicu banyak hal dari anak, ketika anak masih berada dikandungan, sang Ibu bertanggung jawab dalam mencukupi gizi anak dengan mengonsumsi makanan yang bergizi dan mencukupi. Ketika anak dilahirkan, tugas Ibu adalah memberi anak ASI ekslusif selama enam bulan secara teratur dan tepat. Seorang anak akan dapat diketahui bahwa dia mengalami stunting adalah disaat ia berumur dua tahun, karena di umur segitulah sang anak dapat dilihat dengan baik perkembangannya. Seiring berkembangnya zaman, permasalahan stunting sudah sedikit memudar dikarenakan sedikitnya yang masih membahas atau bahkan peduli tentang kasus ini. Stunting tidak hanya berdampak pada bentuk perkembangan fisik anak, tetapi juga pada perkembangan kognitif anak. Perkembangan kognitif yang bermasalah dapat mengakibatkan banyak kerugian pada anak. Stunting memengaruhi proses pematangan neuron otak serta perubahan struktur dan fungsi otak yang dapat menyebabkan kerusakan permanen pada perkembangan kognitif.
Perkembangan kognitif yang terhambat bisa berakibat pada keterlambatan anak bebicara atau yang sering dikenal dengan speech delay, bukan hanya itu kognitif yang perkembangan nya terhambat dapat membuat anak pun lambat dalam membaca, berpikir, menyelesaikan masalah, yang mana semua hal itu diatur oleh kognitif anak. Apabila kognitif anak terganggu perkembangannya, maka anak akan sulit di masa pendidikan nya kelak, dimana ia akan sulit dalam belajar, memahami materi.
Kata kunci : Stunting, kognitif, mahasiswa
Pendahuluan
Indonesiasebagainegara berkembang memiliki banyak tantangan dalam membangun kualitas sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan kompetitif. Salah satu tantangan terbesar yang masih dihadapi hingga saat ini adalah masalah stunting. Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan gizi kronis. Anak yang mengalami stunting memiliki tinggi badan di bawah standar usianya, dan yang lebih mengkhawatirkan lagi, kondisi ini juga berdampak pada perkembangan otak, kemampuan belajar, serta produktivitas jangka panjang. Masalah ini bukan sekadar isu kesehatan, melainkan juga berkaitan erat dengan pendidikan, ekonomi, dan pembangunan nasional secara keseluruhan. Berdasarkan data dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia mencapai 21,6 persen. Meskipun angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, target pemerintah untuk menurunkan angka stunting menjadi 14 persen pada tahun 2024 masih menghadapi banyak tantangan.
Stunting terjadi karena beberapa faktor yang saling berkaitan, antara lain: Asupan gizi yang tidak mencukupi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas, menjadi salah satu penyebab utama stunting. Makanan yang kurang bergizi, seperti kekurangan protein, vitamin, dan mineral, dapat menghambat pertumbuhan anak. Kedua, anak yang sering terpapar infeksi, terutama infeksi saluran pencernaan, dapat mengalami gangguan
penyerapan nutrisi, yang mengarah pada stunting.
Stunting tidak hanya berdampak pada fisik anak, tetapi juga mempengaruhi perkembangan kognitif dan prestasi akademik. Anak yang mengalami stunting cenderung memiliki kemampuan belajar yang lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak yang tumbuh sehat. Penelitian menunjukkan bahwa stunting dapat menurunkan skor IQ anak, menghambat perkembangan bahasa, serta menurunkan motivasi dan konsentrasi dalam belajar. Dalam jangka panjang, anak- anak yang mengalami stunting memiliki peluang yang lebih kecil untuk menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah, bahkan lebih sulit untuk mencapai jenjang pendidikan tinggi. Dengan demikian, stunting secara langsung maupun tidak langsung merupakan penghambat tercapainya tujuan pendidikan nasional yang menekankan pada pengembangan manusia seutuhnya.
Stunting akan mengakibatkan terjadinya gangguan perkembangan yang tidak normal dan ditandai dengan kurangnya kecerdasan, lambatnya kematangan sel syaraf, lambatnya respon sosial, dan lambatnya kemampuan motorik (Rahmidini, 2020). Anak usia
dini yang memiliki stunting sering dikaitkan dengan kemampuan kinerja sel syaraf otak yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tercukupi kebutuhan gizinya. Jika stunting terdeteksi sejak usia awal perkembangan maka dapat diberikan intervensi dengan pemberian gizi yang optimal agar perkembangan anak dapat berjalan sesuai dengan tugas perkembangannya. Namun apabila stunting baru terdeteksi ketika usia sekolah maka prestasi belajarnya akan terganggu. Menurut Sulastri (2015) dan Trihono (2015), anak yang mengalami stunting maka akan mengalami penurunan prestasi sekolah dan kemungkinan besar akan berpotensi tumbuh menjadi individu dewasa yang memiliki tingkat kesehatan rendah (Yadika et al., 2019). Apabila anak mengalamikekurangangizi menyebabkan anak kehilangan fokus atau daya tangkap dalam berfikir saat pembelajaran di sekolah berlangsung.
Penyebab stunting sangat beragam mulai dari faktor jenis kelamin, kelahiran prematur, panjang badan lahir pendek, pemberian ASI non-eksklusif selama 6 bulan pertama, tinggi badan ibu pendek, pendidikan ibu rendah, status sosial
ekonomi rumah tangga rendah, tinggal di rumah tangga dengan jamban tidak layak dan air minum tidak diolah, akses buruk ke layanan kesehatan, dan tinggal di daerah pedesaan. Dikarenakan penyebab stunting yang kompleks, maka selama mengandung sampai menyusui atau selama 1.000 hari pertama bayi diperlukan perhatian khusus dalam hal asupan gizi anak. Sedangkan penyebab stunting pada anak setelah dilahirkan seringkali dikaitkan dengan pemberian ASI eksklusif.
Penelitian lain menyebutkan bahwa ASI eksklusif hanya menjadi pembentuk imunitas anak saat sudah dilahirkan agar tidak mudah sakit, namun pola asuh orang tua yang sangat mendominasi terjadinya stunting (Erik et al., 2020). ASI eksklusif tidak selalu mampu dijadikan tolak ukur tidak terjadinya stunting karena stunting juga terjadi dengan beberapa faktor yang kompleks, namun dengan ASI eksklusif mampu mengurangi resiko terjadinya stunting anak di kemudian hari (Murtini & Jamaluddin, 2018).
Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan dalam pelaksnaan pembuatan project ini adalah metode kuantitatif deskriptif dan juga kuantitatif analisis survei untuk menganalisa pemahaman para mahasiswa Universitas Andalas mengenai stunting dan dampak nya pada pendidika. Dari metode ini dapat diketahui seberapa banyak mahasiswa serta seberapa peduli mahasiswa Universitas Andalas mengenai pembahasan stunting ini.
Penelitian yang dilakukan dalam pembuatan project ini melibatkan semua mahasiswa aktif Universitas Andalas. Para responden yang terlibat sudah diharapkan setidaknya memiliki pengetahuan dasar tentang stunting.
Instrumen penelitian menggunakan kuisioner yang dimana dicantumkan beberapa pertanyaan kepada para responden (mahasiswa/i) dengan pertanyaan umum yang mudah dipahami berhubungan dengan stunting dan pendidikan. Kuisioner itu sendiri terdiri dari data umum mahasiswa/i (nama, jurusan, nim), lalu pada bagian selanjutnya ditampilkan pertanyaan yang dimana para respoonden akan memilih pilihan jawaban (seperti ya/tidak).
Kuisioner dijadikan sebagai sumber data yang dikumpulkan untuk membuat penelitian ini. Setelah kuisioner dibuat di google form, selanjutnya dikirimkan melalui media whatsapp yang disebarkan ke setiap jurusan agar memudahkan.
Data lalu dianalisis menggunakan
analisis metode kuantitatif deskriptif dimana hasildarijawabanresponden
akan menunjukkan persentaseyang nantinya persentase inilah yang akan
dianalisis.
Pembahasan
Dari project yang diteliti dalam mengkaji “Kepeduliaan Masyarakat Terkhusus Mahasiswa Mengenai Masalah Stunting Dan Kaitannya Dengan Pendidikan” dalam lingkup keterlibatan mahasiswa/i Universitas Andalas, kami mendapatkan empat belas jawaban dari responden yang mana lalu kami anlisis kembali. Dan berikut hasil dari analisis kuisioner tersebut :
1. Seberapa jauh pengetahuan para mahasiswa terhadap stunting Dari hasil analisis data, menyatakan bahwa para mahasiswa memiliki pengetahuan yang mencukupi tentang stunting ini dan bahwa tingkat literasi dasar mengenai stunting di kalangan mahasiswa cukup tinggi, terutama mengenai apa itu stunting. Hal ini menjadi modal penting dalam upaya pencegahan dan sosialisasi lanjutan
2. Pengetahuan dasar tentang gejala stunting yang harus diketahui mahasiswa
Pada hasil analisis terdapat sebagian besar para mahasiswa memahami gejala-gejala stunting, namun masih ada sekitar 2 dari 14 orang (14,3%) yang belum memahami gejalanya secara spesifik. Ini menandakan perlunya peningkatan edukasi mengenai ciri-ciri stunting secara lebih rinci, agar mahasiswa tidak hanya tahu definisi tetapi juga mampu mengenali kasus secara nyata. Ajayi et al. (2017) dan Hudaina (2011) menekankan bahwa anak stuntingmengalami
keterlambatan perkembangan kognitif dan motorik, termasuk dalam kemampuan bahasa dan konsentrasi belajar. Sehingga kita harus dengan cepat mengetahui apa itu gejala stunting.
3. Kepedulian para mahasiswa mengenai stunting
Pada hasil analisis dapat dinyatakan bahwa seluruh mahasiswa menyadari pentingnya kepedulian terhadap isu stunting. Ini menggambarkan tingginya kesadaran moral di kalangan mahasiswa bahwa stunting merupakan masalah yang relevan dan patut ditangani secara kolektif. Ini juga menunjukkan kesiapan mereka untuk terlibat jika diberi ruang partisipasi.
4. Seberapa sadar mahasiswa dalam menganalisatingkatkesadaran masyarakatmengenaistunting Pada hasil analisis data, mayoritas mahasiswa ragu-ragu atau tidak yakinbahwa kesadaran masyarakat sudah meningkat. Hal ini mencerminkan ketidakpastian terhadap dampak sosialisasi yang telah dilakukan, dan bisa menjadi sinyal bahwa informasi tentang stunting belum merata atau belum efektif menjangkau masyarakat umum.Keraguanmahasiswa terhadap kesadaran masyarakat ini sesuai dengan temuan Muche et al. (2021), yang menyebutkan perlunya peningkatan pendidikan ibu dan promosi kesehatan yang lebih intensif dan menyeluruh.
5.
Pendapat mahasiswa tentang seberapa besar dampak pemerintah mengenai
permasalahan stunting
Pada hasil analisis, mayoritas responden sepakat bahwa pemerintah memiliki peran penting dalam penanganan stunting. Namun adanya 7,1% yang tidak setuju bisa mencerminkan ketidakpuasan atau kurangnya kepercayaan terhadap efektivitas program pemerintah sejauh ini, yang perlu dievaluasi lebih lanjut.
Kesimpulan
Stunting merupakan permasalahan serius yang tidak hanya berdampak pada pertumbuhan fisik anak, tetapi juga pada perkembangan kognitif, kemampuan belajar, dan produktivitas jangka panjang. Hal ini menjadikan stunting berhubungan erat dengan kualitas pendidikan dan pembangunan sumber daya manusia di
Indonesia.
Terdapat hubungan yang sangat jelas antara stunting dengan pendidikan, karena anak yang mengalami stunting cenderung memiliki kesulitan dalam proses belajar, konsentrasi, serta prestasi akademik yang lebih rendah dibandingkan anak dengan status gizi baik. Oleh karena itu, harus ada upaya penanggulangan stunting untuk peningkatan mutu pendidikan nasional.
Mahasiswa memiliki peran besar
dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya stunting. Mahasiswa dapat menjadipenggerakutama dalam memperkuat peran serta masyarakat dalam pencegahan dan penanganan stunting,
khususnya di lingkungan sekitarnya, melalui kegiatan edukasi, advokasi, dan keterlibatan aktif dalam program-program sosial.
Dengankolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan mahasiswa,
diharapkan penurunan angka stunting dapat dicapai secara signifikan, sekaligus
mewujudkan generasi Indonesia yang sehat, cerdas, dan berdaya saing.
Daftar Pustaka
Ahmad Ari, Mutalazimah, Muwakhidah, Nur Lathifa. (2023). Tingkat Pendidikan Ibu Dan PolaAsuh Gizi Hubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan. Journal
Of Nutrition College, 12(1), 34-41.
Ajayi, I. A., et al. (2017). Nutritional Deficiencies and Cognitive Development. Journal of Child Development Studies.
Aramico, B., Toto, S., & Rekan-rekan. (2013). Hubungan sosial ekonomi, pola asuh, pola makan dengan stunting pada siswa sekolah dasar di Kecamatan Lut Tawar, Kabupaten Aceh Tengah. Jurnal Ilmiah Nutrisi dan Dietetik, 8(2), 45-53.
Asih Setiarini, D. (2020). Peran Konsumsi Sayur dan Buah dalam Meningkatkan Kesehatan Masyarakat. Jurnal Gizi dan Pangan, 15(2), 123-130.
Black, R. E., et al. (2017). Early Childhood Development and Stunting. The Lancet.
Budi Irawan, M. (2019). Pemanfaatan Pekarangan Rumah untuk Urban Farming dan Ketahanan Pangan. Jurnal Agrikultura, 21(3), 210-218.
de Onis, M., et al. (2013). WHO Child Growth Standards. World Health Organization. Depkes RI. (2002). Pedoman Umum Gizi Seimbang. Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat,
Direktorat Gizi Masyarakat.
Erik, Rohman, A., Rosyana, A., Rianti, A., Muhaemi, E., Yuni, E. E., Fauziah, F., Nur’azizah, Rojuli, Abdi, Y., & Huda, N. (2020). Stunting Pada Anak Usia Dini (Study Kasus di Desa Mirat Kecamatan Lewimunding Majalengka). Etos: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 2, 24–
36
Ernawati. (2006). Hubungan Faktor Sosial Ekonomi, Higiene Sanitasi Lingkungan, Tingkat Konsusmsi dan Infeksi dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun di Kabupaten
Semarang Tahun 2003. Universitas Diponegoro.
Fitroh, S. F., & Oktavianingsih, E. (2020). Peran Parenting dalam Meningkatkan Literasi Kesehatan Ibu terhadap Stunting di Bangkalan Madura. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak
Usia Dini, 4(2),610–619. https://doi.org/10.31004/obsesi.v4i2.415
Gibson, R. S. (1990). Nutritional Influences on Health and Disease. Academic Press Hatta, M. (1984). Mahasiswa dan Peran Sosialnya dalam Pembangunan Bangsa. Jakarta:
LP3ES.
Hudaina, N. (2011). Hubungan Stunting dengan Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 3-5 Tahun di Banda Aceh. Jurnal Kesehatan Masyarakat.
0 Comments