Oleh Fandi Ramadian ilmu Politik, Universitas Andalas
Indonesia, dengan segala keberagamannya, sering dihadapkan pada problematik konflik sosial yang muncul dari berbagai latar belakang—politik,
ekonomi, budaya, hingga etnis. Konflik-konflik sosial ini tidak hanya menyebabkan ketegangan dalam masyarakat, tetapi juga merusak keharmonisan sosial yang telah lama terbangun. Pertanyaannya, sampai kapan Indonesia harus terus berada dalam situasi seperti ini?
Konflik sosial merupakan perselisihan antara kelompok atau individu dalam masyarakat yang dipicu oleh perbedaan kepentingan, pandangan, atau nilai-nilai. Konflik sosial adalah fenomena yang kerap terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Negara yang beragam suku, agama, dan budaya ini sering
menjadi panggung bagi berbagai bentuk konflik sosial yang muncul dari ketegangan antara kelompok-kelompok masyarakat. Konflik ini bukan hanya menimbulkan kerugian fisik, tetapi juga merusak ikatan sosial yang seharusnya
menjadi fondasi perdamaian dan kerukunan yang menjadi pilar terbentuknya negara
Indonesia itu sendiri.
Konflik yang terjadi di Indonesia dapat dilihat dalam berbagai aspek
kehidupan sossial di sekitar, mulai dari konflik etnis hingga benturan ideologi
politik. Konflik sosial ini pada dasarnya merupakan benturan kepentingan antara
dua pihak atau lebih yang mengakibatkan ketidakstabilan. Konflik sosial ini terjadi
merujuk pada benturan yang terjadi dalam hal konteks masyarakat luas, di mana
kelompok-kelompok dengan latar belakang yang berbeda saling bertentangan
dalam upaya mempertahankan kepentingan masing-masing.
Di Indonesia, dengan keberagaman yang begitu kaya, konflik sosial sering
kali timbul ketika perbedaan budaya, agama, atau etnis tidak dikelola dengan baik.
Contoh nyata konflik sosial yang terjadi di negara ini adalah konflik di Poso yang
dipicu oleh sentimen agama, atau ketegangan di Papua yang didorong oleh isu
politik dan ketidaksetaraan ekonomi. Di kedua wilayah tersebut, ketidakpuasan
terhadap pemerintah serta perbedaan budaya dan ekonomi menjadi bahan bakar
yang memperparah konflik.
Konflik tidak selalu hanya soal kekerasan fisik; ia bisa juga dalam bentuk
segregasi sosial, di mana kelompok-kelompok masyarakat saling mengucilkan satu
sama lain. Ini membuat resolusi konflik menjadi lebih sulit karena
ketidakpercayaan dan kebencian tumbuh di kedua belah pihak.
Di Indonesia sendiri, Penyebab konflik sosial itu terjadi karena berbagai
permasalahan yang sangat kompleks dan beragam. Dari sudut pandang sosial,
perbedaan budaya, agama, dan etnis sering kali menjadi pemicu utama. Misalnya,
di wilayah Maluku, konflik antarumat beragama pernah memuncak pada tahun
1999, yang akhirnya menimbulkan kekerasan massal. Secara politik, ketidakadilan
dalam alokasi sumber daya serta kebijakan pemerintah yang tidak adil juga memicu
ketegangan. Kasus di Papua misalnya, menunjukkan bagaimana ketidaksetaraan
pembangunan menjadi isu sentral dalam konflik di wilayah tersebut.
Selain itu, aspek ekonomi seperti kemiskinan, ketimpangan distribusi
kekayaan, dan pengangguran juga memperburuk situasi. Di banyak daerah, seperti
yang terjadi di daerah agraria, sengketa lahan antara masyarakat lokal dan pihak
perusahaan sering memicu bentrok. Pemerintah, dalam banyak kasus, dianggap
tidak adil dalam penanganan masalah ini, yang akhirnya memunculkan perlawanan
dari kelompok masyarakat.
Indonesia telah mengalami begitu banyak konflik sosial mulai dari skala
kecil hingga skala besar yang berdampak luas pada tatanan sosial negara, di
antaranya:
1. Konflik Ambon (1999–2002), Pertikaian antara kelompok Muslim
dan Kristen yang menewaskan ribuan orang dan menyebabkan
kerusakan besar di wilayah Maluku.
2. Konflik Sampit (2001), Bentrokan antara suku Dayak dan Madura
di Sampit, Kalimantan Tengah, yang menewaskan ratusan orang dan
memaksa ribuan lainnya mengungsi.
3. Konflik di Papua, Ketegangan antara pemerintah pusat dan
kelompok separatis yang menuntut kemerdekaan Papua masih
berlangsung hingga saat ini. Konflik ini lebih rumit karena
melibatkan isu kedaulatan, ketidakadilan ekonomi, dan pelanggaran
HAM.
4. Konflik Tanjung Priok (1984), Sebuah insiden yang terjadi pada
tahun 1984, di mana demonstrasi warga Muslim berujung pada
tindakan kekerasan oleh aparat negara yang menewaskan puluhan
orang.
5. Konflik Nusa Tenggara Barat (2013), Pada tahun 2013 terjadi
konflik di Nusa Tenggara Barat yang disebabkan oleh perbedaan
suku dan budaya masyarakat setempat. Tepatnya di Kabupaten
Sumbawa Besar mengamuk dan merusak serta membakar beberapa
bangunan dan kendaraan di sana.
Konflik sosial di Indonesia sering kali menunjukkan bahwa masih ada
ketidakmampuan dalam mengelola keberagaman secara adil dan inklusif.
Banyaknya konflik yang terjadi memperlihatkan bahwa pembangunan sosial dan
ekonomi belum sepenuhnya merata. Masih ada kelompok-kelompok masyarakat
yang merasa termarginalkan dan tidak memiliki akses yang sama terhadap sumber
daya, yang pada akhirnya menjadi pemicu konflik.
Adanya ketidakmampuan aparat pemerintah dalam mencegah dan
menyelesaikan konflik sosial secara damai sehingga hal ini menunjukkan bahwa
Indonesia masih membutuhkan upaya yang lebih keras dalam membangun
perdamaian sosial di Indonesia.
Namun disisi lain, keberadaan konflik sosial yang terjadi secara langsung
mencerminkan bagaimana dinamika sosial masyarakat Indonesia yang terus
berkembang. Namun, jika dibiarkan tanpa penanganan yang tepat, konflik ini dapat
mengancam keutuhan bangsa. Oleh karena hal tersebut, sangat dibutuhkan upaya
yang lebih serius dari pemerintah dan masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran
akan pentingnya toleransi dan dialog antar kelompok yang berbeda.
Resolusi konflik sosial di Indonesia di zaman yang sekarang ini, sangat
memerlukan pendekatan yang lebih ‘membaur’ dan ‘relate’ dengan kondisi yang
dialami masayarakat saat ini. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah
memperkuat modal sosial di masyarakat, seperti yang dilakukan oleh Kementerian
Sosial melalui program Pelopor Perdamaian (Pordam). Program ini bertujuan untuk
memelihara perdamaian berkelanjutan dengan memperkuat kerjasama antara
kelompok masyarakat serta mendeteksi potensi konflik sebelum akhirnya meledak
dan merugikan masyarakat sekitar.
Dalam hal pendidikan, perlu juga untuk menanamkan nilai-nilai perdamaian
dan kebersamaan dan diperkenalkan di sekolah-sekolah, mulai dari pendidikan
dasar hingga ke perguruan tinggi. Hal ini diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai
toleransi dan penghargaan terhadap keberagaman kepada generasi penerus bangsa
ini. Pembangunan ekonomi yang merata juga menjadi kunci untuk mencegah
konflik yang disebabkan oleh ketimpangan sosial-ekonomi.
Penyelesaian konflik harus dilakukan melalui dialog dan mediasi yang
melibatkan semua pihak terkait, termasuk pemerintah, tokoh masyarakat, dan
kelompok-kelompok yang bertikai. Pendekatan ini memungkinkan tercapainya
solusi yang adil dan dapat diterima oleh semua pihak, sehingga tidak ada satupun
pihak yang nantinya merasa dirugikan.
Memang, pada akhirnya, konflik sosial di Indonesia tidak bisa dihindari,
tetapi dapat diminimalkan melalui langkah-langkah preventif dan resolutif yang
tepat.
Indonesia sebagai negara yang memiliki keberagaman, harus terus berusaha menciptakan perdamaian dan keserasian sosial dalam tatanan sosial masyakaratnya.
0 Comments