Ticker

6/recent/ticker-posts

Ketika Agama Tak Hanya Diajarkan, Tapi Dihidupkan

Oleh: Anugra Revdi Persada mahasiswa ilmu politik Universitas Andalas Padang 


Dalam dunia pendidikan tinggi, mata kuliah agama sering kali dianggap sebagai pelengkap semata, bahkan tak jarang dilihat sebagai beban. Namun bagi penulis, pengalaman mengikuti Pendidikan Agama Islam justru menjadi ruang kontemplasi yang dalam, membentuk cara pandang baru tentang bagaimana seharusnya nilai-nilai keislaman dipahami dan dijalani. Tulisan ini merekam perjalanan penulis selama satu semester dalam menyerap pelajaran bukan hanya lewat buku, tetapi lewat pengalaman, refleksi, dan bahkan media visual berupa tugas akhir berbentuk video. Inilah catatan dari seorang mahasiswa yang belajar bahwa agama tak hanya cukup untuk diketahui, tetapi harus dihidupkan.

Mengikuti mata kuliah Pendidikan Agama Islam selama satu semester di perguruan tinggi telah menjadi pengalaman yang memperkaya dimensi intelektual dan spiritual penulis. Pada awalnya, penulis memandang mata kuliah ini sebagai pengulangan atas pelajaran keagamaan yang telah penulis terima sejak di bangku sekolah. Namun seiring berjalannya waktu, penulis menyadari bahwa ruang kuliah kali ini justru menawarkan pendekatan yang lebih reflektif terhadap ajaran Islam tidak sekadar menghafal dalil atau memahami aturan normatif, melainkan menelisik makna yang hidup dalam keseharian manusia. Salah satu tema utama yang menjadi benang merah selama perkuliahan adalah pembentukan karakter Islami. Pendidikan agama ternyata tidak hanya berperan dalam ranah spiritual, tetapi juga dalam membentuk kepribadian dan karakter sosial. Penulis mulai memahami bahwa menjadi seorang Muslim bukan hanya persoalan ritual, melainkan bagaimana akhlak dan nilai-nilai Islam diterapkan dalam relasi sosial, kejujuran, kesabaran, tanggung jawab, dan empati terhadap sesama.

Dalam pembahasan mengenai fungsi pendidikan dalam pembentukan karakter, Penulis semakin menyadari pentingnya pendidikan agama dalam membentuk insan manusia yang tidak hanya berpikir rasional, tetapi juga bertindak berdasarkan nilai moral dan spiritual. Pendidikan agama menjadi instrumen penting untuk menjaga keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan kebijaksanaan hati. Materi tentang manusia dan agama menjadi ruang perenungan tersendiri. Penulis mulai memaknai agama sebagai kebutuhan fitrah manusia, bukan hanya karena tradisi, melainkan karena manusia sejatinya merindukan arah, makna, dan ketenangan. Di tengah zaman yang sarat perubahan , agama memberikan jangkar moral dan spiritual yang menjaga manusia tetap berpijak pada nilai.

Pembahasan Aqidah Islamiyah memberi penulis fondasi untuk memahami pentingnya keyakinan yang kokoh, bukan dalam arti eksklusif atau dogmatis, melainkan sebagai pijakan hidup yang memberi stabilitas dalam menghadapi berbagai dinamika zaman. Keyakinan yang dibangun melalui pengetahuan dan pengalaman spiritual membantu penulis menata arah hidup dengan lebih sadar dan bertanggung jawab. Sementara itu, saat mempelajari Syariah Islamiyah, penulis menemukan bahwa hukum Islam tidak semata-mata berbicara tentang halal dan haram, atau tentang hukuman dan kewajiban, melainkan juga tentang prinsip-prinsip keadilan, kemaslahatan, dan keseimbangan. Di dalamnya terdapat nilai-nilai etis yang sangat relevan untuk menjawab berbagai persoalan sosial modern.

Materi tentang Ibadah Islamiyah pun membuka mata batin penulis. Ibadah tidak hanya berkaitan dengan hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan, tetapi juga membentuk dimensi horizontal yaitu hubungan manusia dengan sesama. Ibadah mengajarkan disiplin, kesadaran, dan keikhlasan. Ia bukan sekadar kewajiban formal, tetapi sarana pendidikan jiwa agar lebih tenang, peduli, dan rendah hati. Sebagai penutup pembelajaran, dengan diberi tugas membuat video bertema keagamaan sebagai bentuk penerapan nilai-nilai yang telah dipelajari. Video yang kelompok penulis sendiri mengangkat tema pentingnya menjaga adab dan akhlak dalam kehidupan sehari-hari dengan konteks pada pengelolaan sampah. Video berdurasi hampir tiga menit ini dibuka dengan narasi reflektif, menggambarkan pentingnya adab dalam tindakan-tindakan sederhana yaitu menjaga lingkungan.

Yang membuat penulis secara pribadi terkesan adalah pendekatan visual dan naratif yang kami gunakan. Alih-alih menggurui, video ini mengajak penonton untuk merenung dan terhubung dengan situasi kehidupan nyata. Nilai agama disampaikan dalam bahasa yang sederhana namun kuat, melalui adegan-adegan tanpa harus banyak kata. Hal ini memperlihatkan bahwa dakwah dan pendidikan keagamaan tidak harus dilakukan dengan cara konvensional, melainkan bisa menyentuh hati melalui media kreatif yang dekat dengan kehidupan generasi muda. Pengalaman menyusun konsep, menulis naskah, dan menyampaikan narasi mengajarkan penulis bahwa menyampaikan nilai agama membutuhkan kepekaan sosial dan kreativitas. Bagi penulis secara pribadi, video ini bukan hanya tugas akhir, melainkan proses pendewasaan bagaimana nilai yang penulis pelajari bisa diterjemahkan menjadi pesan yang menyentuh orang lain.

Menyelesaikan mata kuliah ini, penulis tidak hanya merasa telah menyelesaikan satu rangkaian akademik. 


Penulis merasa telah menapaki perjalanan spiritual yang memperdalam pemahaman penulis tentang Islam sebagai sistem nilai yang hidup. 

Pendidikan Agama Islam membekali penulis bukan hanya dengan wawasan, tetapi juga kesadaran bahwa beragama berarti membawa nilai, dan bahwa nilai itu harus hadir dalam tindakan nyata.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS