KETUA DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Supardi merangkul tokoh adat untuk mencarikan solusi terkait persoalan sosial yang berkembang di luhak Limapuluh (Payakumbuh dan Limapuluhkota-red). Beberapa persoalan itu adalah gizi buruk (stunting-red) hingga aktivitas Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT).
Hal itu diungkapkan Supardi saat membuka Workshop Menggali Potensi Nagari Untuk Merancang Sebuah Festival yang dihadiri 24 lembaga Kerapatan Adat Nagari (KAN) se Payakumbuh dan Limapuluhkota, Senin (26/6) di Hotel Pusako Bukittinggi.
“Kita berharap melalui forum yang melibatkan tokoh-tokoh adat ini, nantinya bisa melahirkan rekomendasi strategis untuk pengoptimalan nilai-nilai adat yang terkandung dalam filosofis Minangkabau,” katanya.
Dia menyebutkan pada saat sekarang, Sumbar dihadapi dengan sejumlah personal sosial yang dahulu nya pantang terjadi di Minangkabau, namun sekarang bisa terjadi. salah satunya adalah stunting, dari 38 provinsi di Indonesia Sumbar masuk lima besar angka stunting tertinggi. Kondisi tersebut merupakan hal yang harus menjadi perhatian bersama.
“Dahulu kita jarang menemui anak kemenakan kita yang gizi buruk dan kelaparan, sekarang itu biasa terjadi. Semoga ada solusi nantinya dari forum yang melibatkan ninik mamak ini,” katanya.
Tidak hanya stunting, lanjut Supardi, Sumbar khusus luhak Limapuluh, juga dihadapi dengan persoalan moralitas lainya yaitu narkotika. Tingkat kehancuran masa depan generasi muda Sumbar dikarenakan narkotika cukup tinggi, sehingga perlu penanganan maksimal yang melibatkan seluruh unsur. Tidak hanya generasi muda, narkotika juga merambah orang-orang dewasa.
“Bahkan ada yang lebih buruk, yaitu penghisap lem. Persoalan lem mayoritas menyasar anak-anak, bahkan pelajar sekolah dasar banyak yang menjadi korban hal buruk ini, peran orang tua harus maksimal dalam mengawasi,” katanya.
Dia mengatakan, untuk menjawab persoalan-persoalan sosial yang terjadi perlu diprioritaskan untuk menggali potensi daerah yang ada li luhak Limapuluh, dengan pengoptimalan potensi akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat.
Begitupun perkembangan LGBT di Payakumbuh dan Limapuluhkota, meskipun secara persentase tidak signifikan namun harus diwaspadai, penyimpangan orientasi seksual seperti LGBT tidak bisa ditebak bahkan yang berasal dari keluarga baik-baik bisa mengidap penyakit itu. “Jadi merebatnya LGBT gampang, jika sekarang satu, besok bisa dua bahkan sepuluh,” katanya
Dia mengatakan, harus diakui bahwa LGBT merupakan suatu fenomena atau gejala sosial, karena telah bertentangan dengan norma-norma dan nilai-nilai, baik itu agama, budaya maupun nilai-nilai Pancasila sebagai dasar falsafah hidup bangsa.
Untuk diketahui, menurut data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI beberapa waktu lalu, Sumbar di posisi kelima dengan jumlah LGBT terbanyak, terdapat kurang lebih 18 ribu orang yang tercatat sebagai LGBT.
Pada kegiatan di Hotel Pusako hadir Kepala Bidang Seni dan Diplomasi Budaya Dinas Kebudayaan Sumbar Husin Daruhan, sementara yang menjadi narasumber Raudha Thalib dan Biya Zuari Abdullah.
Di hari yang sama Ketua DPRD Sumbar juga melaksanakan kegiatan yang sama pada hotel Campogo yang dihadiri oleh 30 sangar yang berasal dari Luhak Limapuluh. (*)
0 Comments