Oleh sintia aulia mahasiswa sastra minang UNAND
Sumando, dalam bahasa Minang artinya menantu laki-laki. Kata sumando berasal dari bahasa malayu kuno (su= badan, mando dari kata mandah= menumpang sementara).
Dalam struktur adat Minang, kedudukan suami sebagai orang menumpang di rumah istrinya (sumando). Perempuan tempat menumpang disebut mandan. Dan, keluarga pihak lelaki menyebut istri dari saudara lelakinya pasumandan.
Setelah menikah, seorang lelaki Minangkabau akan menjalani peran baru sebagai urang sumando. Urang sumando berarti sebagai suami, ia akan tinggal dan bermukim di rumah keluarga istrinya. Sebagai seorang sumando, lelaki Minang haruslah sangat berhati-hati, karena posisinya di rumah keluarga istrinya hanyalah sebagai seorang tamu. Dalam adat Minang posisi urang sumando digambarkan sebagai bak abu di ateh tunggua artinya posisinya lemah.
Namun, meskipun posisinya lemah di tengah keluarga istrinya sebagai urang sumando, ia sangat dihormati. Untuk memanggil saja misalnya, ia tidak boleh dipanggil nama secara langsung melainkan yang dipanggil adalah gelarnya.
Baca juga: Nostalgia Sumando
Sebuah Upacara
Minang menukilkan upacara perkawinan dengan pepatah:
sigai mencari anau,
anau tatap sigai baranjak
datang dek bajapuik, pai jo baanta
ayam putiah tabang siang
basuluah matoari, bagalanggang mato rang banyak
Maksud pepatah tersebut, dalam setiap perkawinan adat Minangkabau; laki-laki diantar ke rumah istrinya dengan dijemput oleh keluarga istrinya secara adat dan diantar pula bersama-sama oleh keluarga pihak laki-laki secara adat. Mulai sejak itu suami menetap di rumah atau di kampung halaman istrinya.
Kedudukan anak laki-laki, secara fisik tidak punya tempat di rumah ibunya. Setelah beristri, jika terjadi sesuatu di rumah tangganya, maka ia tidak lagi memiliki tempat tinggal. Situasi itu secara logis mendorong pria Minangkabau untuk berusaha menjadi orang baik agar disegani oleh dunsanaknya sendiri, maupun oleh keluarga pihak istrinya.
Sebagai seorang sumando, juga sebagai seorang ayah bagi anak-anaknya harus rajin dalam memenuhi ekonomi rumah tangga. Pada saat pagi hari harus berangkat dari rumah istri untuk mencari nafkah, sore harinya baru pulang dengan membawa hasil supaya dapua lai barasok menandakan ada beras yang akan dimasak.
Hal itu di ibaratkan itiak pulang patang (itik yang pulang di sore hari). Itik pada pagi hari mencari makan di sawah, dan pulang ke kandang sore hari beriringan sambil membawa telur atau memberikan tambahan ekonomi bagi yang punya rumah. Itik apabila terkena lumpur dan bertelur, tidak nampak perubahan yang signifikan terjadi pada tubuhnya. Tubuhnya tetap bersih dan seimbang serta terkesan lihai dalam bergerak. Hal itu menggambarkan karakteristik budaya Minang yang tidak berubah dalam kondisi apapun.
Sebagai seorang lelaki di Minangkabau; menjadi sumando di kaum istrinya, dan menjadi mamak di persukuannya. Laki-laki Minang harus teguh dalam menjalankan prinsip-prinsip hidup yang telah dihayati dan dijalankan sejak dahulu. Barisan itik yang teratur dan terarah mencerminkan kekonsekuenan dan keteguhan pendirian serta prinsip hidup orang Minang dalam mengisi kehidupannya, baik dengan agama maupun dengan ilmu pengetahuan.
Itiak pulang patang menjadi motif ukiran di rumah gadang yang posisinya ditempatkan di bagian yang datar atau hiasan di pinggir pintu rumah. Motif itik pulang petang menggambarkan barisan itik yang berjalan melalui pematang sawah menuju kandangnya. Motif ini melambangkan kesepakatan, dan persatuan yang kukuh dalam Adat di alam Minangkabau
Dilahia itiak nan disabuik
Di batin adat jo limbago
Kieh ibarat caro Minang
Adat nan samo kito pakai
Elok barih itiak pulang patang
Arak baririang samo saraso
Indak saikua nan manyalo
Saiyo sakato bajalan pulang
Tuah di ateh nan sakato
Cilako kato basilang
Seorang suami jika masih tinggal/menetap di rumah keluarga istri maka oleh keluarga istrinya dianggap sebagai seorang tamu yang dihormati/disegani. Dia hadir di rumah keluarga istri karena terjadi pernikahan. Namun seorang sumando tidak termasuk anggota keluarga pihak istrinya. Dengan kata lain kedudukannya seperti pepatah
Minangkabau:
sadalam-dalam aia sahinggo dado itiak, saelok-elok sumando sahinggo pintu biliak
Maksud pepatah tesebut, kewenangan sumando di rumah istrinya hanya sebatas pintu biliak/kamar istrinya, serta kepala keluarga anak-anak dan istrinya. Pepatah lain mengatakan, sumando bak abu di ateh tungku, tibo angin kancang abu batabangan. Namun pepatah ini untuk zaman sekarang sudah tidak lazim. Karena pada umumnya begitu terikat pernikahan, mereka sudah tidak lagi tinggal bersama orang tua/ keluarga istrinya.
Saat ini peran ayah/bapak sudah sangat besar terhadap keluarganya. Sebagai pimpinan tanggung-jawab ayah selaku sumando sangat besar dan berat demi kelangsungan hidup keluarganya dan pendidikan anak-anaknya serta memikirkan kemenakannya.
Baca juga: Calon Sumando
Artinya sepintar-pintar seorang lelaki, sekaya apa pun tetapi keluarga Istri memandang seseorang yang menjadi suami adik/kakak perempuanya adalah sebagai sumando, yang sifatnya dibagi beberapa kategori yakni:
1. Sumando Apak Paja atau Sumando Urang Japutan
Maksudnya, sumando yang hanya untuk diambil tuah keturunan saja. Dia tidak menghiraukan ekonomi di rumah istrinya dan malahan dia diberi uang atau sawah oleh kaum istrinya.
2. Sumando Ayam Gadang atau Sumando Buruang Puyuah.
Maksudnya, sumando yang hanya pandai beranak, tapi tanggung-jawab terhadap istri dan anaknya tidak ada. Tidak peduli apa yang terjadi di kampung (pasukuan) istrinya.
3) Sumando Langau Hijau
Maksudnya, sumando berpenampilan gagah tapi kelakuannya kurang baik, suka kawin cerai, dan meninggalkan anak-anaknya tanpa tanggung jawab. Sumando seperti ini tidak mempunyai pedoman hidup yang tetap.
4) Sumando Kacang Miang
Maksudnya, urang sumando yang tingkah lakunya hanya membuat orang susah, suka memfitnah, mengadu domba, dan memecah belah kaum keluarga istrinya.
5) Sumando Lapiak Buruak
Urang sumando yang tidak menjadi perhitungan bagi keluarga istrinya, seperti tikar pandan yang lusuh di rumah istrinya. Rang sumando lapiak buruak adalah sumando yang tidak mau keluar rumah berusaha seperti ke sawah atau pun ke ladang, atau berdagang berniaga untuk nafkah anak dan istrinya.
6) Sumando Kutu Dapua
Urang sumando yang banyak bekerja di rumah daripada di luar, di mana kerjanya seperti memasak, mencuci piring, dan sebagainya. Dengan kata lain, pekerjaannya sudah seperti pekerjaan kaum perempuan.
7) Sumando Gadang Malendo.
Urang sumando dalam zaman modern ini, di mana kehidupan telah berubah dari sektor agraria menjadi sektor jasa dan industri, maka sebagian keluarga Minang terutama di rantau telah berubah dan cenderung ke arah pembentukan keluarga batih dalam sistem patrilinial di mana bapak merasa dirinya sebagai kepala keluarga dan sekaligus sebagai kepala kaum menggantikan kedudukan mamak. Kecenderungan semacam ini telah merusak tatanan sistem kekerabatan keluarga Minang yang telah melahirkan jenis sumando, bentuk baru yang dapat kita beri sebutan sebagai rang sumando gadang malendo yang tanpa malu-malu telah menempatkan dirinya sendiri sebagai kepala kaum, sehingga menyulitkan kedudukan mamak terhadap kemenakannya.
8) Sumando Niniak Mamak.
Sumando yang jadi suri tauladan dan sangat diharapkan semua orang. Tutur kata dan budi bahasanya yang sangat baik, serta suka membantu kaum keluarga istrinya dan kaum keluarganya sendiri. Rang sumando niniak mamak ini adalah sebenar-benarnya rang sumando. Dia adalah orang sama mengatur barang sesuatu dalam keluarga istrinya dan tidak mengambil hak mamak rumah. Dia mengumpulkan yang berantakan dalam keluarga istrinya. Mangampuangkan nan taserak, manjapuik nan tacicie, mengingatkan mana yang lupa, sehingga dalam kampuang (pasukuan) istrinya itu dia mempunyai paham seperti paham niniak mamak. Keruh menjernihkan, kusut menyelesaikan. Dalam segala hal yang mungkin terjadi, pertimbangannya perlu diminta, dan dia tidak akan ditinggalkan orang dalam tiap-tiap perundingan di kampung (pasukuan) istrinya.
0 Comments