Suatu hari, di pinggir jalan tol Balikpapan Samarinda dikejutkan oleh pemandangan yang memilukan. Seekor bekantan dengan jenis kelamin betina ditemukan tergeletak dan tak bernyawa di pinggir jalan tol.
Ciri khas tubuh bekantan yang khas dengan bulu yang berwarna kecokelatan dan hidung panjang itu menjadi simbol dari tragedi kecelakaan di jalan tol.
Bekantan bukan korban kecelakaan biasa ia juga adalah korban pembangunan yang terus menggerus ruang hidup satwa liar akibat keserakahan manusia.
Kabar kematian bekantan itu ketika saya melihat di akun sosialmedia intagram.
Bekantan merupakan primata endemik di Kalimantan, kini bekantan berstatus terancam punah.
Mereka sangat bergantung kehidupannya di hutan, sungai, dan pepohonan yang menjadi tempat tinggal mereka.
Namun, habitat nya itu kian sempit akibat terjadinya deforestasi lahan yang dijadikan tempat penambangan, hutan dibabat abis-abisan, rawa yang ditimbun, dan jalur hijau yang selama ini menjadi penghubung kelompok bekantan perlahan menghilang.
Pembangunan jalan tol Balikpapan-Samarinda, yang memang memberi manfaat bagi mobilitas masyarakat, secara langsung membelah kawasan tempat bekantan hidup.Masalah utama yang muncul dari pembangunan seperti ini adalah fragmentasi habitat dan juga deforestasi. Ketika hutan dipotong untuk pembuatan jalan tol, satwa liar ini terpaksa mencari jalur nya yang baru. Bekantan yang hidup nya berkelompok membutuhkan wilayah yang cukup luas untuk mencari makan dan bergerak. Namun ketika habitatnya terpecah dan tergangu, mereka kehilangan akses menuju pepohonan yang lain. Akhirnya, jalan tol menjadi lintasan yang berbahaya bagi hewan hewan liar tetapi hal itu tidak dapat dihindarkan. Peristiwa bekantan yang mati di jalan tol ini bukan kejadian sepele. Selain menggambarkan betapa rapuhnya populasi bekantan, tragedi ini juga menunjukkan lemahnya mitigasi lingkungan pada proyek-proyek infrastruktur besar. Di berbagai negara, pembangunan jalan disertai dengan wildlife crossingjembatan atau terowongan khusus untuk satwa liar. Selain itu, pagar pengaman, zona hijau, dan rute penyeberangan satwa menjadi standar wajib. Sayangnya, pendekatan seperti ini masih jarang diterapkan secara optimal di Indonesia.Padahal, keberadaan hewan bekantan bukan hanya penting bagi ekosistem alam saja, tetapi juga menjadi cerminan kualitas lingkungan. Ketika bekantan masih dapat hidup dengan baik, itu menunjukkan ekosistem di sekitarnya sehat dalam artian tidak teracam. Namun ketika bekantan mulai tersesat dan mati di jalan tol, ini adalah tanda bahwa alam sedang berada dalam tekanan yang serius. Dan pada akhirnya, manusia juga akan merasakan dampaknya baik itu berupa banjir, hilangnya sumber air, atau menurunnya kualitas udara di lingkungan. Tragedi seperti ini mengingatkan kita bahwa pembangunan tidak boleh hanya mengejar kecepatan dan kemegahan. Ada harga mahal yang harus dibayar ketika alam diabaikan dan dibiarkan begitu saja. Satu bekantan yang mati hari ini mungkin tampak kecil, tetapi bagi spesies yang populasinya terus menurun, setiap individu itu sangat berarti. Kehilangannya menjadi alaram keras bahwa kita harus mengubah cara memandang pembangunan.Solusi yang diberikan sebaikanya pemerintah dan pengembang harus memperkuat evaluasi (Amdal) analisis dampak lingkungan dan memastikan bahwa proyek infrastruktur memasukkan koridor satwa dalam desain. Reboisasi perlu dilakukan di daerah-daerah yang terfragmentasi. Pengelola jalan tol juga harus memiliki SOP penanganan satwa liar dan melakukan patroli rutin di jalur rawan.Tragedi bekantan di jalan tol ini tidak boleh berlalu begitu saja. Seharusnya menjadi titik balik untuk menyadarkan kita bahwa pembangunan dan konservasi bukanlah dua hal yang saling bertentangan. Keduanya bisa berjalan berdampingan jika direncanakan dengan bijaksana. Kita membutuhkan pembangunan, tetapi alam juga membutuhkan ruang untuk tetap hidup.Jika kita gagal belajar dari kematian satu bekantan saat ini, tidak menutup kemungkinan yang lainnya akan menyusul. Dan jika hal ini terjadi, kita bukan hanya kehilangan satwa endemik, kita kehilangan bagian dari jati diri Kalimantan itu sendiri. Dengan hal ini kita harus bisa menjaga alam, ekosistem baik itu di perairan maupun di daratan. Dengan kita menjaga alam maka kita juga menjaga dan melindungi satwa-satwa liar yang terancam punah. Dengan hal ini betapa penting nya untuk menjaga alam yang sudah dirusak oleh tangan-tangan manusia yang tak bertanggung jawab terhadap alam. Bekantan yang dijadikan sebuah ikon di berbagai daerah dan acara dan juga termasuk simbol kebanggaan daerah banjarmasin. Dengan hal ini kita harus melakukan upaya konservasi terhadap hewan-hewan sudah terancam kepunahan.Hewan bekantan yang harus di lindungi dan habitatnya yang terancam punah, akibat aktivitas manusia. Untuk menjaga hewan-hewan yang terancam punah ini yang terlindas oleh kendaraan di jalan tol. Maka dilakukan upaya untuk membuat koridor khusus satwa liar dibawah jalan tol untuk menghindari terjadinya kematian pada hewan yang menyebabkan populasi bekantan bisa menurun. Untuk menjaga hewan-hewan ini kita harus menjaga linkungan kita terutama.
Dalam upaya konservasi bekantan kini tercatat sebagai spesies yang dilindungi oleh undang-undang.
Kini bekantan kian berstatus terancam punah menurut persatuan internasional konservasi alam. The IUCN Red List of Threatened Species in 2015.
Dari sini kita harus sadar akan penting nya menjaga alam, jika kita tidak pandai menjaga alam ataupun tidak bisa menjaga ekosistem dengan baik artinya kita sudah kehilangan satwa liar yang bernama bekantan,kehilangan mereka berarti kita sudah kehilangan bagian penting dari ekosistem identitas satwa di kepulaun tersebut.
Oleh karena itu sudah saat nya kita menata ruang ekositem agar setiap perkembangannya memberikan ruang untuk bisa bertahan hidup.
































0 Comments