Ticker

6/recent/ticker-posts

SEBAGAI HASIL PROJECT MKWK PANCASILA (Penyalahgunaan Narkoba)


Oleh:

Nama No BP Ketua/Anggota

 1. M. Alfarizi 2510111103 Ketua

  2. Hasbi A.M 2510112153 Anggota

  3. Rafifah Dien Triana 2510112070 Anggota

  4. Cerelia Edgina Andriadi 2510112065 Anggota

 5. ⁠Bastian Tira Fernando 2510113137 Anggota

 6. Randa Safira 2510113199 Anggota

 7. Alya Nabila Safitri 2510113051 Anggota

 8. Azzahra Nadiatul Khairiyah 2510113065 Anggota

Fakultas Hukum UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2025


Di Balik Senyapnya Kota:

 Bagaimana Penyalahgunaan Narkoba Mengincar Remaja Indonesia?

Di balik gemerlap lampu kota dan hiruk-pikuk kehidupan malam, terdapat sebuah kenyataan yang sering terlewatkan oleh banyak orang: penyalahgunaan narkoba yang perlahan merayap masuk ke kehidupan remaja Indonesia. Ia bekerja dalam senyap, seperti bayangan yang mengikuti di belakang, tidak tampak namun terus mengancam. Ancaman itu tumbuh bersamaan dengan berbagai tekanan yang dihadapi remaja masa kini—tekanan sekolah, tuntutan keluarga, dinamika pertemanan, hingga dari media sosial yang tak pernah berhenti berbicara. Dalam suasana yang tampak biasa, banyak remaja sebenarnya sedang berjuang di dalam kepalanya sendiri, sementara narkoba hadir menawarkan ilusi jalan keluar.

Fenomena ini bukanlah sekadar persoalan moral atau kriminalitas. Ini adalah gejala sosial yang kompleks. Di balik setiap remaja yang terjerat narkoba, terdapat latar belakang yang jarang disorot. Ada yang memulainya karena rasa penasaran, ada yang karena tekanan akademik, ada pula yang menggunakannya untuk sekadar "istirahat" dari pikiran yang terlalu lelah. Ada pula yang terjebak karena ajakan teman, atau karena ingin membuktikan bahwa ia berani. Namun apa pun alasannya, narkoba tetap menjadi pintu yang membuka banyak kerusakan, baik pada tubuh maupun masa depan.

jika melihat data nasional, ancaman penyalahgunaan narkoba tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun. Meski sebagian besar angka yang beredar merupakan estimasi, pola yang muncul tetap menunjukkan tren peningkatan. Pada 2018 misalnya, jumlah pengguna diperkirakan sekitar 3,1 persen dari populasi, kemudian naik menjadi 3,2 persen pada 2019. Perkembangan selanjutnya menunjukkan kenaikan yang lebih cepat: 3,4 persen pada 2020, meningkat menjadi 3,8 persen pada 2021, lalu mencapai lebih dari 4 persen pada 2022 dan 2023.

Tren tersebut tidak terlepas dari semakin mudahnya akses terhadap narkoba, terutama bagi kalangan remaja. Di era digital saat ini, transaksi narkoba tidak lagi terpaku pada pertemuan fisik atau jaringan gelap tradisional. Banyak transaksi justru terjadi melalui telepon genggam, dalam hubungan singkat di media sosial, atau melalui akun-akun anonim yang bergerak sangat cepat. Para pelaku penjualan memanfaatkan fitur pesan pribadi, bahasa sandi, hingga tampilan produk yang dikemas menyerupai obat herbal atau vitamin. Bagi remaja yang awam, bentuk-bentuk seperti ini tampak tidak membahayakan. Mereka tidak melihat narkoba sebagai sesuatu yang menakutkan, sehingga rasa waspada pun perlahan menghilang.

Selain itu, perubahan lingkungan sosial sangat berpengaruh. Remaja masa kini hidup dalam dunia penuh perbandingan. Foto-foto kehidupan sempurna di media sosial membuat banyak dari mereka merasa tertinggal. Standar kepintaran, kecantikan, gaya hidup, dan prestasi kini tidak hanya datang dari sekolah atau keluarga, tetapi juga dari layar telepon mereka yang tidak pernah mati. Akibatnya, tekanan batin meningkat, dan sebagian dari mereka mencari pelarian cepat. Narkoba dalam hal ini sering terlihat sebagai solusi instan—meski tentu saja bukan solusi yang sesungguhnya.

Banyak remaja yang mengenal narkoba berawal dari pencarian jati diri. Pada usia ini, mereka mencoba memahami siapa diri mereka, apa tujuan mereka, dan apa yang mereka inginkan. Dalam pencarian itu, validasi dari teman sebaya menjadi sangat penting. Ketika lingkungan pertemanan menganggap menggunakan narkoba sebagai hal yang wajar atau bahkan keren, maka risiko remaja ikut mencoba menjadi jauh lebih besar. Banyak di antara mereka yang ingin membuktikan bahwa mereka juga "cukup berani" atau "cukup dewasa" untuk mencoba hal yang sama. Padahal, keberanian yang salah arah seperti itu dapat merusak masa depan mereka hanya dalam waktu singkat.

Di sisi lain, tekanan akademik juga sering menjadi pemicu awal. Tugas sekolah yang menumpuk, tuntutan untuk mendapatkan nilai tinggi, persaingan masuk perguruan tinggi, dan ekspektasi keluarga sering membuat remaja merasa terjebak dalam lingkaran yang tidak bisa mereka hentikan. Ketika kelelahan fisik dan mental mencapai puncak, mereka mulai mencari cara cepat untuk bertahan. Beberapa remaja beranggapkan bahwa obat-obatan tertentu dapat membantu mereka begadang lebih lama, meningkatkan fokus, atau membuat mereka lebih tenang. Padahal, sebagian dari obat-obatan tersebut termasuk dalam kategori berbahaya dan memiliki potensi ketergantungan yang cukup tinggi.

Efek narkoba terhadap remaja jauh lebih buruk dibandingkan terhadap orang dewasa. Otak remaja masih berkembang, terutama di bagian yang berhubungan dengan kemampuan mengambil keputusan, menahan impuls, dan mengelola emosi. Ketika zat adiktif masuk ke dalam sistem tubuh, perkembangan otak dapat terganggu secara permanen. Banyak penelitian menunjukkan bahwa penggunaan narkoba pada usia muda dapat memicu gangguan kecemasan, depresi berkepanjangan, perubahan kepribadian, hingga penurunan kemampuan akademik. Dalam banyak kasus, kondisi mental remaja semakin memburuk setelah penggunaan narkoba dimulai, bukan membaik seperti yang mereka harapkan.

Di tengah semua ini, keluarga sering kali tidak menyadari apa yang terjadi. Banyak orang tua yang masih menganggap narkoba sebagai hal yang jauh dari kehidupan anak mereka. Mereka mengira anaknya baik-baik saja hanya karena tidak membuat masalah. Namun, perilaku remaja sering kali berubah tanpa tanda keras. Ada yang mulai lebih pendiam, ada yang lebih mudah marah, ada yang mengurung diri di kamar, ada yang jauh dari percakapan keluarga. Tanda-tanda ini sering dianggap remeh, padahal bisa menjadi sinyal awal bahwa mereka sedang menghadapi sesuatu yang tidak sanggup mereka ceritakan.

Sayangnya, stigma dalam masyarakat Indonesia membuat remaja semakin takut meminta pertolongan. Mereka takut dicap sebagai “anak nakal,” takut mempermalukan keluarga, atau takut menjadi bahan omongan. Dalam banyak kasus, ketakutan inilah yang membuat mereka semakin dalam terjebak. Mereka memilih diam meski membutuhkan bantuan. Diam yang kemudian menjadi jurang.

Jika penyalahgunaan narkoba ingin benar-benar dicegah, maka masyarakat perlu mengubah cara pandang terhadap remaja. Mereka bukan sekadar anak-anak yang harus diatur. Mereka adalah manusia muda yang sedang belajar memahami diri, belajar menghadapi dunia, dan belajar menyelesaikan kegelisahan yang bahkan mereka sendiri tidak mengerti. Pendampingan emosional jauh lebih penting daripada pengawasan ketat. Remaja tidak butuh ceramah panjang; mereka butuh seseorang yang benar-benar mau mendengarkan.

Sekolah pun memiliki peran besar. Pendidikan tidak boleh hanya fokus pada nilai dan kedisiplinan. Sekolah harus menjadi tempat di mana remaja merasa aman untuk berbicara. Konseling harus menjadi bagian inti, bukan pelengkap. Guru tidak hanya mengajar, tetapi juga mendampingi. Remaja perlu tahu bahwa mereka boleh salah, bahwa mereka boleh lemah, bahwa mereka tidak harus kuat setiap saat.

Pemerintah juga harus bergerak lebih cepat. Dunia digital yang menjadi pintu masuk terbesar narkoba harus diawasi dengan lebih serius. Kampanye anti-narkoba tidak boleh hanya berupa poster atau spanduk. Pesan-pesan edukasi harus dikemas dengan bahasa yang akrab di telinga remaja, ditampilkan di platform yang mereka gunakan, dan disampaikan oleh tokoh yang mereka percayai.

Pada akhirnya, penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja adalah masalah yang berlapis. Ia bukan hanya tentang zat yang merusak tubuh, tetapi juga tentang ruang emosional yang kosong, tentang tekanan yang tidak tertangani, tentang kurangnya pendampingan, dan tentang dunia modern yang bergerak terlalu cepat untuk mereka.

Kota mungkin tetap terlihat senyap di malam hari. Tetapi dalam senyap itu, ada remaja yang sedang berjuang melawan badai dalam dirinya sendiri. 


Dan sebelum badai itu membawa mereka ke arah yang tidak kembali, kita perlu hadir—bukan sebagai hakim, tetapi sebagai manusia yang mau memahami. Mereka adalah masa depan bangsa ini. Masa depan yang tidak seharusnya dirusak oleh sesuatu yang sebenarnya bisa dicegah..

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS