Ticker

6/recent/ticker-posts

Rapuhnya Integritas Pemerintahan Daerah di Balik Angka 51 Persen Kasus Korupsi

Nama : Muhammad Reza Hidayat Pratama NIM : 2410832025



 

Integritas merupakan dasar bagi pemerintah dalam menjalankan kebijakan publik. Tanpa integritas, semua yang dilakukan hanya sebuah formalitas. Beberapa waktu belakangan, kasus korupsi mulai dari kasus kecil hingga besar ramai menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat, termasuk kasus yang menimpa pejabat daerah. Masyarakat sudah tidak asing mendengar isu korupsi yang pejabat daerah lakukan. Hal ini didukung dengan data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebutkan bahwa 51% perkara korupsi berasal dari lingkungan pemerintah daerah, baik eksekutif maupun legislatif. Para pelaku sering terjebak dalam lingkaran pemodal saat masa pemilihan kepala daerah, sehingga ada tuntutan timbal balik untuk membayar hutang kepada pemodal dalam pilkada. Hal inilah yang menjadi akar dari banyaknya kasus korupsi di daerah. Tentu saja, fenomena ini dapat menjadi gambaran adanya krisis moral dalam pemerintahan daerah yang seharusnya menjadi garda terdepan pelayanan masyarakat.

Dalam lingkup pemerintah daerah, terdapat desentralisasi yang dirancang untuk memperkuat demokrasi dan memberikan ruang untuk menyesuaikan kebijakan dengan keadaan daerah masing-masing. Namun, hal ini menjadi mengkhawatirkan ketika praktik otonomi daerah justru membuat ruang kekuasaan baru yang sering kali tidak diimbangi pengawasan. Dari 1.666 perkara yang ditangani KPK, ada 854 kasus yang melibatkan pejabat daerah. Fakta ini menunjukkan bahwa sistem pengawasan tidak berjalan dengan semestinya. Kepala daerah dan pejabat setempat mempunyai akses besar dalam mengendalikan anggaran, perizinan, dan proyek pembangunan. Kekuasaan ini yang seringkali disalahgunakan dan tidak mendapat respons cepat dari pemerintah pusat, sehingga kasus yang sama terulang terus-menerus. Kondisi seperti inilah yang meruntuhkan integritas dan kepentingan publik menjadi tersisihkan.

Salah satu penyebab besar dari maraknya kasus korupsi pejabat daerah adalah motif politik. Banyak kepala daerah terjerat kasus ini karena menggunakan anggaran untuk mempertahankan

kekuasaan mereka dan menutupi biaya modal politik yang besar saat proses pemilihan. Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan jenis korupsi yang marak dilakukan di daerah yaitu dalam bentuk mark up anggaran, penyuapan dalam proses lelang proyek, dan penyelewengan dana kesehatan atau pendidikan. Keberadaan korupsi bukan lagi persoalan individu yang melanggar, namun sudah membentuk suatu kebiasaan yang melibatkan banyak aktor politik sehingga kegiatannya berlangsung secara aman dan terstruktur.

Selain soal politik, persoalan ekonomi dalam birokrasi juga sangat berpengaruh dalam keadaan ini. Banyak daerah di Indonesia yang masih memiliki Pendapatan Asli Daerah rendah dan masih sangat bergantung pada dana yang diberikan pemerintah pusat. Adanya ketergantungan pendanaan menumbuhkan keinginan pemerintah daerah untuk menguasai proyek dan anggaran. Mereka yang memiliki akses terhadap proses penganggaran dana kerap mendapatkan posisi yang menguntungkan karena bisa mempengaruhi arah penyelenggaraan dana. Laporan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) setiap tahunnya juga menunjukkan bahwa pelanggaran terhadap pengelolaan keuangan terus-menerus menjadi permasalahan yang berulang-ulang.

Masyarakat menjadi korban dan saksi dalam keadaan ini. Dampak ini langsung mereka rasakan karena berkaitan dengan kualitas pembangunan. Fasilitas publik yang tidak memadai, jalan rusak, layanan kesehatan terbatas, dan permasalahan lain timbul dari tidak maksimalnya anggaran yang digunakan pemerintah daerah. Ketika setengah lebih kasus korupsi terjadi di daerah, berarti setengah lebih pula kualitas pelayanan publik yang tidak berjalan maksimal. Akibatnya, rasa percaya masyarakat terhadap pemerintah daerah semakin menurun dan disitulah krisis integritas semakin membesar. Masyarakat sudah tidak lagi mempercayai seluruh amanah yang dibebankan kepada pemerintah. Sebab, sudah praktik korupsi seakan sudah menjadi rahasia umum di telinga masyarakat. Hanya saja, tinggal menunggu waktu terungkapnya seluruh praktik kotor tersebut.

Meski demikian, akar masalah korupsi di daerah tidak hanya dapat diselesaikan sebatas dengan memberi hukuman terhadap pejabat yang bersangkutan. Sebab, permasalahan korupsi jauh lebih dalam dari itu. Instrumen pengawasan pemerintah berada dalam posisi yang tidak independen karena di bawah kendali kepala daerah. Sedangkan pengawasan pemerintah pusat juga belum mampu menjangkau keseluruhan daerah secara efektif karena keterbatasan sumber daya. Selain itu, transparansi anggaran daerah juga belum optimal meskipun berbagai peraturan telah dibuat. Jika sistem pengawasan tidak segera diperbaiki, maka mengganti pejabat hanya akan mengganti pelaku, bukan menghapus praktik korupsi. Hal ini sama saja dengan mewariskan praktik-praktik korupsi kepada orang dan cara yang berbeda.

Selain kelemahan pengawasan terhadap korupsi, persoalan lain yang sama pentingnya adalah lemahnya budaya integritas itu sendiri. Banyak pejabat daerah yang belum mampu membangun standar integritas sebagai bagian dari etika kerja birokrasi. Padahal integritas bukan hanya sekedar menjalankan kewenangan dengan jujur, transparan, dan bertanggung jawab. Integritas harus menjadi landasan untuk menjaga moral dan benar-benar diimplementasikan dalam menjalankan tugas. Namun nyatanya, integritas sering kali hanya dipahami sebatas slogan, bukan praktik. Selama jabatan masih dipandang sebagai kesempatan untuk memperkaya diri, maka peraturan dan hukuman seberat apapun tidak akan cukup untuk menghentikan korupsi di pemerintahan daerah.

Melihat seluruh persoalan itu, masyarakat harus cerdas dan mampu memahami bahwa meningkatnya angka korupsi merupakan sinyal keras bahwa keadaan birokrasi daerah tidak baik-baik saja. Pemerintah pusat perlu meningkatkan pengawasan yang lebih independen dengan memanfaatkan pesatnya perkembangan teknologi. Selain itu, integritas harus dijadikan kompetensi utama dalam rekrutmen dan evaluasi pejabat daerah. Upaya ini tentu tidak akan mudah, namun tanpa langkah yang tepat dan pasti, kasus korupsi daerah akan terus berkembang dan merugikan. Masyarakat juga harus punya kesadaran dan keberanian untuk terus mengawal berbagai kebijakan pemerintah.


Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS