Ticker

6/recent/ticker-posts

Mengelola "Wajah" Kota: Dilema Efisiensi dan Pendanaan Sampah di Kota Wisata Bukittinggi


Oleh:Fauzan nofriyandi.                Departemen Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Andalas


Bukittinggi bukan sekadar titik di peta Sumatra Barat; ia adalah etalase pariwisata. Namun, di balik kemegahan Jam Gadang dan kesejukan udara Ngarai Sianok, terdapat tantangan besar yang mengintai setiap harinya: Gunungan sampah dari jutaan pasang kaki wisatawan.

Bagaimana sebuah kota dengan luas wilayah hanya 25,24 km² mampu mengelola beban eksternalitas dari lonjakan populasi non-permanen? 


Jawabannya terletak pada Efisiensi dan Mekanisme Pendanaan.

Krisis "Barang Publik" di Kota Wisata Bukittinggi

Dalam perspektif ekonomi, udara bersih dan jalanan yang rapi adalah Barang Publik Lokal. 

Masalah muncul karena sifatnya yang non-excludable: siapa pun bisa menikmati kebersihan Bukittinggi tanpa harus membayar secara langsung di tempat.

Wisatawan yang datang pagi dan pulang sore (excursionists) membuang kemasan makanan dan botol plastik di trotoar, namun mereka tidak terdaftar sebagai wajib retribusi sampah. 

Inilah yang disebut sebagai fenomena "Free Rider" (penumpang gratis), di mana beban finansial pembersihan sampah mereka justru ditanggung oleh kas daerah dan warga lokal.

Membedah Mekanisme Pendanaan Saat Ini

Saat ini, Bukittinggi mengandalkan model pendanaan konvensional yang mulai kewalahan menghadapi dinamika kota:

● Retribusi Statis: Biaya sampah rumah tangga dan komersial biasanya dipatok rata (flat rate), yang tidak mendorong masyarakat untuk mengurangi produksi sampah.

● Ketergantungan APBD: Sebagian besar biaya operasional—mulai dari gaji petugas oranye hingga perawatan truk—masih disubsidi besar-besaran oleh pemerintah.

● Vulnerabilitas Anggaran: Ketika terjadi penurunan kunjungan wisata (seperti saat pandemi), PAD turun, namun biaya pemeliharaan infrastruktur sampah tetap tinggi.

Mencari Titik Efisiensi: Teknologi vs. Manajerial

Efisiensi tidak selalu berarti "lebih murah", melainkan bagaimana setiap rupiah yang dikeluarkan menghasilkan dampak kebersihan yang maksimal.

● Optimasi Rute (Logistik): Dengan jalanan Bukittinggi yang sempit dan berbukit, penggunaan truk besar seringkali tidak efisien secara bahan bakar. Penggunaan small-arm roll truck atau motor sampah yang terintegrasi dengan sistem GPS dapat memangkas biaya operasional hingga 15-20%.

● Transformasi TPS3R: Mengubah Tempat Pembuangan Sementara (TPS) menjadi pusat pemilahan (Reduce, Reuse, Recycle). 

Jika sampah organik diolah menjadi kompos di tingkat kecamatan, volume sampah yang harus diangkut ke TPA Regional (yang jaraknya jauh dan berbiaya mahal) akan berkurang drastis.




Agar sistem pendanaan menjadi berkelanjutan (sustainable), diperlukan keberanian untuk menerapkan mekanisme baru:

Strategi Implementasi Praktis Keunggulan

Environmental Maintenance Fee Menitipkan biaya kebersihan kecil (misal: Rp2.000) pada setiap tiket masuk objek wisata atau parkir. Wisatawan berkontribusi langsung pada kebersihan yang mereka nikmati.

Incentive-Based Recycling Memberikan potongan PBB atau diskon belanja bagi warga yang menyetorkan sampah terpilah ke bank sampah. Mengubah perilaku masyarakat secara sistemik.

Circular Economy Hub Pemerintah memfasilitasi industri kreatif lokal untuk mengolah sampah plastik menjadi suvenir khas Bukittinggi. Sampah berubah dari beban biaya menjadi aset ekonomi.

Penutup: Kebersihan adalah Investasi

“Keberlanjutan sebuah kota wisata tidak diukur dari berapa banyak wisatawan yang datang, tetapi dari seberapa baik kota tersebut mampu memulihkan dirinya dari dampak kunjungan tersebut."

Memandang kebersihan hanya sebagai pos pengeluaran dalam APBD merupakan sebuah kekeliruan paradigma karena pada hakikatnya setiap rupiah yang dialokasikan untuk pengelolaan sampah di Bukittinggi adalah investasi modal bagi industri pariwisata yang secara langsung meningkatkan daya saing destinasi, memperpanjang durasi kunjungan wisatawan, dan memicu pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui penguatan citra kota yang nyaman. Investasi ini juga berfungsi sebagai bentuk mitigasi risiko jangka panjang untuk mencegah kerusakan ekosistem dan penurunan nilai properti yang jauh lebih mahal biaya pemulihannya, sekaligus menjadi fondasi bagi kesehatan publik dan produktivitas masyarakat lokal.

 Dengan mengintegrasikan mekanisme pendanaan yang efisien dan berkelanjutan, Bukittinggi tidak hanya “sekadar membuang limbah, tetapi sedang menanam aset strategis untuk memastikan bahwa warisan alam dan ekonomi kota tetap kompetitif serta lestari bagi generasi mendatang.


Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS