Ticker

6/recent/ticker-posts

Kesantunan Berbahasa sebagai Modal Sosial dalam Membangun Hubungan Antar Individu


Kelompok 3:

1. Amelia

2. Fasha Tri Sandya 

3. Felisha Angela 

4. ⁠Nadhirah Saffanah 




Dalam keseharian kita, komunikasi bukan sekadar cara untuk menyampaikan pesan, melainkan perekat utama dalam hubungan sosial. Lewat tutur kata, manusia tidak hanya berbagi informasi, tetapi juga membangun rasa saling percaya dan menghargai.

 Singkatnya, bagaimana cara kita berbicara sebenarnya menunjukkan bagaimana kita memandang orang lain dan bagaimana kita ingin diterima dalam lingkungan tersebut. 

Sayangnya, di era digital saat ini, etika berkomunikasi justru menghadapi tantangan besar. 

Kita sering menjumpai fenomena menurunnya standar kesantunan, terutama di ruang-ruang publik virtual. 

Kecepatan dan kemudahan berinteraksi di media sosial seolah-olah mengikis batasan sopan santun yang biasanya kita jaga ketat saat bertemu langsung. 

Komentar yang kasar, sindiran tajam, hingga hilangnya empati dalam berbahasa kini menjadi pemandangan biasa yang mulai dianggap wajar, padahal hal ini berisiko merusak tatanan sosial kita.

Melihat kondisi tersebut, kesantunan bahasa perlu dipandang lebih dari sekadar tata krama. 

Ia adalah modal sosial yang sangat berharga. Kesantunan dalam bertutur kata menjadi investasi penting untuk menciptakan hubungan antarindividu yang harmonis dan jauh dari konflik. Tanpa adanya kesadaran untuk menjaga lisan (maupun tulisan), sulit bagi kita untuk membangun komunitas yang sehat dan suportif. Oleh sebab itu, mengangkat kembali pentingnya kesantunan bahasa adalah langkah nyata untuk memperkuat kembali ikatan sosial di tengah gempuran budaya digital yang semakin impersonal.

Kesantunan berbahasa merupakan bagian dari kesantunan sosial yang berfungsi sebagai aturan perilaku dalam berkomunikasi dan menjadi prasyarat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Kesantunan berbahasa berkaitan dengan etika berbahasa, yaitu penggunaan bahasa yang tepat, sopan, dan sesuai dengan norma sosial. Bahasa berperan sebagai media utama komunikasi untuk menyampaikan pesan, membangun interaksi, dan mempererat hubungan antarmanusia. Dalam perspektif yang lebih luas, kesantunan berbahasa juga merupakan bagian dari modal sosial karena mencerminkan nilai, norma, dan sikap yang mendukung terciptanya kepercayaan, kerja sama, serta keharmonisan dalam kehidupan sosial.

Kepercayaan dalam sebuah hubungan sosial sering kali berawal dari bagaimana cara seseorang berkomunikasi. Dalam hal ini, penggunaan bahasa yang santun berperan penting untuk menciptakan rasa aman dan nyaman bagi pihak yang terlibat. Ketika seseorang memilih kata-kata yang menghargai lawan bicaranya, ketegangan dalam interaksi dapat diminimalisir. Kondisi ini memungkinkan munculnya rasa saling percaya karena masing-masing pihak merasa dihargai dan tidak merasa diposisikan secara rendah dalam percakapan tersebut. Selain menciptakan kenyamanan di awal interaksi, kesantunan bahasa juga memiliki dampak besar terhadap keberlangsungan relasi jangka panjang. Konsistensi dalam bertutur kata yang baik mencerminkan karakter serta integritas seseorang di mata orang lain. Dalam konteks sosial, individu yang mampu menjaga etika berbahasa cenderung lebih mudah mendapatkan kepercayaan untuk menjalin kerja sama atau hubungan yang lebih dalam. Dengan demikian, kesantunan bukan hanya sekadar tata krama sesaat, melainkan sebuah investasi untuk menjaga stabilitas dan kualitas hubungan antarindividu dalam waktu yang lama.

Bahasa tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga mencerminkan sikap dan kepribadian seseorang. Cara seseorang bertutur kata sering kali menjadi dasar penilaian orang lain terhadap dirinya. Oleh karena itu, kesantunan bahasa memiliki peran penting dalam membentuk citra positif dalam kehidupan sosial. Kesantunan bahasa berarti menggunakan kata-kata yang sopan, menghargai lawan bicara, serta menyesuaikan bahasa dengan situasi dan konteks. Bahasa yang santun membuat pesan lebih mudah diterima dan menghindarkan terjadinya konflik, bahkan saat menyampaikan kritik atau perbedaan pendapat. Sebaliknya, bahasa yang kasar dapat merusak hubungan sosial meskipun isi pesan yang disampaikan benar. Individu yang mampu berkomunikasi dengan baik dan beretika cenderung dipandang lebih dewasa dan dapat dipercaya. Dengan demikian, kesantunan bahasa merupakan kunci penting dalam membangun citra positif. Melalui penggunaan bahasa yang sopan dan beretika, komunikasi menjadi lebih efektif, hubungan sosial terjaga, dan nilai-nilai saling menghormati dapat terus ditumbuhkan dalam kehidupan bermasyarakat.

Berdasarkan kajian dalam jurnal pragmatik dan sosiolinguistik, kesantunan bahasa merupakan strategi komunikasi yang berfungsi untuk menjaga perasaan dan kehormatan lawan tutur. Pemilihan kata yang tepat, seperti penggunaan ungkapan halus, bentuk tidak langsung, serta kata sapaan yang sopan, dapat mencegah timbulnya konflik dalam interaksi sosial. Jurnal-jurnal kebahasaan menjelaskan bahwa konflik sering terjadi bukan karena perbedaan kepentingan, melainkan akibat penggunaan bahasa yang menyinggung atau merendahkan. Oleh karena itu, penerapan kesantunan melalui pilihan kata yang tepat mampu meredam potensi konflik dan menciptakan komunikasi yang harmonis.

Dalam jurnal komunikasi dan linguistik dijelaskan bahwa kesantunan bahasa berperan sebagai mediator dalam menghadapi perbedaan pendapat. Kesantunan memungkinkan setiap pihak menyampaikan pandangan tanpa menyinggung atau menjatuhkan pihak lain. Penggunaan ungkapan yang menunjukkan sikap menghargai, empati, dan keterbukaan membantu menjaga suasana diskusi tetap kondusif. Jurnal-jurnal tersebut menegaskan bahwa kesantunan bahasa tidak bertujuan menghilangkan perbedaan, melainkan mengelolanya agar perbedaan pendapat dapat diselesaikan melalui dialog yang saling menghormati dan menjaga keharmonisan hubungan sosial.

Etika berbahasa di media sosial merujuk pada cara individu menggunakan bahasa secara sopan, bertanggung jawab, dan menghargai orang lain dalam komunikasi digital. Meskipun media sosial memberikan kebebasan berekspresi, kebebasan tersebut kerap menimbulkan tantangan dalam penerapan etika berbahasa. Penggunaan bahasa kasar, hinaan, dan ujaran kebencian masih sering ditemukan, terutama dalam kolom komentar saat terjadi perbedaan pendapat. Selain itu, anonimitas pengguna membuat kontrol sosial menjadi lemah, sehingga banyak akun anonim berani melakukan perundungan daring atau menyebarkan komentar provokatif. Perbedaan latar belakang budaya dan pemahaman bahasa juga berpotensi menimbulkan kesalahpahaman, misalnya candaan yang dianggap biasa oleh sebagian pengguna tetapi dirasakan menyinggung oleh pihak lain. Kondisi tersebut diperparah oleh kecenderungan sebagian pengguna untuk mengejar perhatian atau meluapkan emosi sesaat tanpa mempertimbangkan dampak sosialnya. Oleh karena itu, penerapan etika berbahasa di media sosial menjadi penting untuk menjaga kualitas komunikasi dan menciptakan ruang digital yang sehat serta beradab.

Keluarga merupakan lingkungan pertama tempat seseorang belajar berkomunikasi. Kesantunan berbahasa tercermin melalui cara berbicara yang menghargai, penuh empati, dan saling mendukung. Penggunaan kata-kata yang lembut, tidak kasar, serta menghindari nada bicara yang merendahkan menjadi bentuk nyata kesantunan bahasa dalam keluarga. Orang tua memiliki peran penting sebagai teladan dalam berbahasa, karena sikap dan tutur kata mereka akan ditiru oleh anak-anak. Dengan komunikasi yang santun, hubungan keluarga menjadi lebih harmonis dan tercipta suasana yang nyaman serta penuh rasa saling menghormati. Dalam lingkungan pendidikan, kesantunan berbahasa menjadi landasan penting dalam proses belajar-mengajar. Guru dan siswa dituntut menjaga etika komunikasi agar tercipta suasana saling menghormati, mencegah konflik, serta mendukung interaksi akademik yang sehat. Pada kehidupan bermasyarakat, kesantunan berbahasa berperan penting dalam menjaga keharmonisan sosial. Interaksi di ruang publik, seperti di pasar, transportasi umum, maupun layanan publik, menuntut penggunaan bahasa yang sopan dan menghargai perbedaan. Penggunaan bahasa yang sopan di ruang publik dan organisasi kemasyarakatan membantu menciptakan lingkungan sosial yang tertib, aman, dan saling menghargai di tengah keberagaman.Dalam dunia kerja, kesantunan bahasa menjadi bagian dari profesionalisme. Penggunaan bahasa yang formal, jelas, dan sopan sangat diperlukan dalam komunikasi antarpegawai, atasan, maupun dengan mitra kerja. Bahasa yang santun dapat membangun kepercayaan, kerja sama tim, serta suasana kerja yang positif, sementara bahasa yang tidak etis berpotensi merusak hubungan kerja.

Terdapat beberapa tantangan dalam menerapkan kesantunan berbahasa. Budaya instan dan directness merupakan kecenderungan berkomunikasi secara cepat, singkat, dan langsung tanpa mempertimbangkan norma kesantunan berbahasa. Menurut penelitian dalam jurnal kebahasaan, pola komunikasi ini muncul akibat tuntutan kecepatan di era digital sehingga penutur sering mengabaikan konteks sosial, hierarki, dan etika tutur yang seharusnya dijaga dalam interaksi bahasa. Pengaruh media sosial juga berdampak terhadap perubahan gaya dan sikap berbahasa masyarakat. Jurnal linguistik menyatakan bahwa media sosial mendorong penggunaan bahasa yang informal, bebas, dan ekspresif, yang dalam banyak kasus menyebabkan berkurangnya kesantunan berbahasa karena minimnya kontrol norma dan rendahnya kesadaran etika komunikasi. Selain itu, minimnya pendidikan literasi bahasa yang santun menyebabkan rendahnya kemampuan peserta didik dalam menerapkan kesantunan berbahasa, baik dalam komunikasi lisan maupun tulisan, terutama di ruang digital.

Pendidikan karakter dan literasi digital adalah upaya penanaman nilai moral, etika, dan tanggung jawab dalam penggunaan bahasa. Jurnal pendidikan menyebutkan bahwa integrasi pendidikan karakter dengan literasi digital efektif dalam membentuk perilaku berbahasa yang santun, kritis, dan beretika di lingkungan masyarakat ataupun digital. Keteladanan dari pemimpin dan tokoh masyarakat juga memiliki pengaruh besar terhadap pola komunikasi masyarakat, karena penggunaan bahasa yang santun oleh tokoh publik dapat membentuk norma sosial yang positif. Selain itu, pelatihan komunikasi efektif diperlukan untuk meningkatkan kemampuan menyampaikan pesan secara jelas, sopan, dan sesuai konteks. Jurnal komunikasi menjelaskan bahwa pelatihan ini dapat meningkatkan kesadaran kesantunan berbahasa serta membantu individu menyesuaikan cara berkomunikasi dengan situasi sosial dan media yang digunakan.

Kesantunan berbahasa merupakan modal sosial yang penting dalam membangun dan menjaga kualitas interaksi sosial. Melalui penggunaan bahasa yang sopan dan beretika, individu dapat menciptakan kepercayaan, keharmonisan, serta citra positif dalam berbagai lingkungan kehidupan, baik di keluarga, pendidikan, masyarakat, dunia kerja, maupun ruang digital. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran kolektif untuk terus menanamkan nilai kesantunan berbahasa sebagai bagian dari budaya komunikasi. Dengan menjadikan kesantunan bahasa sebagai prinsip bersama, hubungan antarindividu dapat terjalin secara lebih harmonis, saling menghormati, dan berkelanjutan.


Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS