Ticker

6/recent/ticker-posts

Jalur Hijau yang Hilang: Bagaimana Perubahan Fungsi Lahan di Aceh, Sumut, dan Sumbar Memicu Bencana Dahsyat


Oleh : Rintan Prayisti (2310423008) Departemen Biologi, Fakultas Mipa, Universitas Andalas



Jalur hijau yang dulu jadi “paru-paru” alam di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat sekarang mulai banyak yang hilang. Perubahan fungsi lahan di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah menjadi masalah krusial yang membutuhkan perhatian serius dari seluruh lapisan Masyarakat. Jika kita terus membiarkan fenomena ini berlanjut, bukan hanya penghancuran lingkungan yang kita hadapi, melainkan juga akibat fatal berupa bencana dahsyat yang semakin sering dan merusak. Akibatnya, bencana seperti banjir dan longsor jadi lebih sering terjadi dan semakin parah di daerah-daerah tersebut.

Jalur hijau yang terdiri dari hutan, lahan basah, dan ruang terbuka hijau berfungsi sebagai sistem penyangga alami yang menyerap air hujan, menahan tanah agar tidak mudah tergerus, serta menjaga kualitas udara dan suhu mikro di kawasan sekitarnya. Hilangnya jalur hijau karena alih fungsi lahan untuk pemukiman, pertanian intensif, perkebunan, dan industri mengurangi kapasitas ekologis ini. Selain itu, perubahan tersebut sering dilakukan tanpa perencanaan yang matang dan tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan serta masyarakat lokal.

Aceh, Sumut, dan Sumbar sama-sama menghadapi dinamika sosial ekonomi yang mendorong percepatan pembangunan fisik. Namun, modernisasi yang tidak diimbangi dengan kebijakan pengelolaan lahan yang berkelanjutan justru memperparah kerusakan lingkungan. Misalnya, perluasan kawasan permukiman di daerah rawan bencana mengakibatkan masyarakat semakin rentan terhadap bencana hidrometeorologi. Banyak kejadian banjir dan longsor yang ternyata dipicu oleh buruknya tata kelola ruang dan hilangnya tutupan vegetasi alami yang berfungsi menyerap curah hujan dan menahan massa tanah di lereng-lereng pegunungan.

Data dari berbagai studi lingkungan menunjukkan bahwa tingkat alih fungsi lahan di kawasan hutan dan daerah resapan air di ketiga provinsi tersebut meningkat signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Fenomena ini tidak hanya mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman hayati tetapi juga mengubah pola aliran air permukaan sehingga berkontribusi terhadap frekuensi dan intensitas bencana banjir di dataran rendah. Pada saat yang sama, daerah-daerah yang sebelumnya dilindungi sebagai jalur hijau kini bertransformasi menjadi area pertanian monokultur dan tambang yang merusak ekosistem lebih jauh.

Tulisan ini bertujuan mengurai secara sistematis bagaimana perubahan fungsi lahan tersebut berdampak pada kerentanan bencana alam di Aceh, Sumut, dan Sumbar. Dengan analisis data spasial dan lapangan, artikel ini menyoroti hubungan sebab-akibat antara berkurangnya jalur hijau dan melonjaknya kejadian banjir serta longsor dalam kurun waktu terakhir. Lebih jauh, tulisan ini mengajak para pemangku kepentingan mulai dari pemerintah daerah, sektor swasta, hingga komunitas masyarakat lokal untuk bersama-sama mengimplementasikan strategi pengelolaan lahan yang berorientasi pada konservasi dan mitigasi bencana.

Kita tidak bisa menunda lagi. Jika jalur hijau tidak segera dikembalikan atau dilindungi, kerusakan yang makin parah bisa jadi tidak dapat diperbaiki. Kita harus paham bahwa bencana alam di Aceh, Sumut, dan Sumbar bukan hanya masalah lingkungan secara teknis, tapi persoalan sosial dan ekonomi yang langsung menyangkut jiwa dan harta banyak orang. Infrastruktur rusak, aktivitas ekonomi terganggu, pendidikan berhenti, dan kehidupan masyarakat berubah drastis. Ini adalah dampak nyata yang harus menjadi perhatian kita bersama.

Mari kita pikirkan sejenak dampak nyata yang sudah terjadi. Aceh, Sumut, dan Sumbar beberapa kali mengalami banjir besar dan tanah longsor yang menelan korban nyawa dan kerugian materi yang tidak sedikit. Dalam banyak kasus, bencana tersebut dipicu oleh buruknya pengelolaan lahan dan hilangnya tutupan vegetasi yang mematenkan tanah dan menahan air. Bahkan wilayah yang dulu dianggap aman saat ini tidak lagi bebas dari risiko. Bukankah ini menjadi alarm keras bahwa kita harus segera bertindak

Pentingnya menjaga jalur hijau tidak bisa dipandang sebelah mata, terutama dalam konteks cuaca ekstrim, peningkatan curah hujan, dan suhu yang naik membuat jalur hijau menjadi tameng semakin vital. Tanpa jalur hijau yang memadai, wilayah ini akan semakin rentan terhadap efek perubahan iklim yang ekstrem. Kita tidak bisa hanya mengandalkan teknologi dan beton untuk menghadapi bencana alam harus tetap menjadi pelindung utama kita

Kesediaan pemerintah dan masyarakat untuk mengubah paradigma pembangunan yang semata-mata berorientasi pada keuntungan ekonomi menjadi perhatian utama. Perubahan pola pikir tersebut diperlukan agar proses alih fungsi lahan tidak terjadi secara eksploitatif, melainkan melalui perencanaan yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur membangun lingkungan yang seimbang dan berkelanjutan. Model pembangunan seperti ini akan memberikan manfaat jangka panjang, mengurangi risiko bencana, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Dengan pendekatan yang komprehensif dan inklusif, perubahan fungsi lahan tidak harus menjadi ancaman bagi keberlanjutan lingkungan dan keselamatan masyarakat. Tulisan ini mengajak seluruh pembaca untuk memahami urgensi pelestarian jalur hijau sebagai modal penting menanggulangi bencana alam yang semakin sering terjadi di Aceh, Sumut, dan Sumbar.

Tindakan kecil yang kita lakukan hari ini akan menyelamatkan generasi mendatang dari penderitaan akibat bencana alam yang sebenarnya bisa dicegah. Jangan biarkan ketidaktahuan dan ketidakpedulian menjadi penyebab bencana berikutnya. Mari bersama-sama jaga, rawat, dan pulihkan jalur hijau agar Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tetap menjadi tempat yang aman, nyaman, dan lestari untuk kita semua.

Mari satukan tekad demi menjaga bumi tempat kita berpijak. Jalur hijau yang hilang harus segera ditemukan kembali melalui upaya bersama dan komitmen kuat semua pihak. Bertindak sekarang berarti melindungi nyawa dan masa depan. Jangan tunggu bencana berikutnya menjadi guru yang terlambat menyadarkan kita. Mari mulai dari langkah kecil yang berdampak besar: menjaga dan melestarikan jalur hijau.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS