Oleh : Naura Hilyatul Aulia – 2310421001 – Biologi Universitas Andalas
Sumber: Serikat Petani Indonesia
Hutan Sumatra Barat yang terbentang sepanjang Bukit Barisan merupakan tempat tinggal berbagai jenis endemik yang menyimpan kekayaan hayati sangat tinggi. Namun beberapa tahun terakhir ini hutan yang seharusnya menjadi penyedia jasa ekositem berubah menjadi kawasan hutan yangterlihat sungguh memprihatinkan. Terjadi perubahan besar-besaran seperti tata guna lahan, eskpansi perkebunan yang sedang marak dan pembangunan infrastuktur di sekitar hutan. Kondisi ini menyebabkan hutan – hutan di Sumatra Barat berada di antara tekanan besar apakah akan terus dirusak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi ataukah mampu dipertahankan untuk warisan di generasi mendatang?Ekspansi perkebunan kelapa sawit ataupun tanaman komoditas lainnya menjadi faktor terbesar kehilangan tutupan lahan. Sebagian besar lahan di daerah Sumatra Barat sudah terpapar alih fungsi lahan ke perkebunan. Dilihat dari segi ekonomi, adanya perkebunan membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. Namun dari segi ekologis, manfaat ekonomi ini seringkali tidak sejalan dengan akibat ekologis yang dihasilkan dalam jangka waktu panjang. Pembukaan lahan yang terjadi besar-besaran ini mengganggu keseimbangan ekosistem yang berujung meningkatkan risiko bencana alam.Berdasarkan peristiwa alam yang sedang terjadi sekarang di tanah Minangkabau, ketika oknum-oknum tidak bertanggung jawab membuka hutan, lalu tanah kehilangan fungsinya sebagai penahan air memicu bencana banjir dan longsor seperti yang banyak diberitakan di sosial media. Air hujan yang mengalir lebih cepat ke sungai bisa meningkatkan risiko banjir bandang saat musim hujan berkelanjutan, karena sungai tidak mampu menampung volume air yang tiba-tiba melonjak. Kondisi ini semakin diperparah saat hutan kehilangan vegetasi yang seharusnya dapat menyerap dan menahan aliran air yang deras dan tak terkontrol. Artinya bencana banjir yang parah di beberapa daerah seperti Agam tidak sepenuhnya dikarenakan hujan turun terus menerus namun juga akibat berubahnya kondisi tutupan hutan. Hilangnya rumah bagi satwa liar juga dampak serius yang perlu diperhatikan dari akibat alih lahan menjadi perkebunan. Hutan Sumatra Barat merupakan habitat alami bagi satwa endemik seperti harimau sumatra, siamang dan burung-burung yang kehidupannya bergantung pada kelestarian hutan. Jika kawasan hutan yang sebelumnya utuh dan asri kemudian mengalami fragmentasi, satwa – satwa liar ini akan kehilangangan tempat tinggal dan sumber makanan yang selama ini menopang kehidupannya. Situasi ini menyebabkan bentrok antara manusia yang tinggal di sekitar hutan dengan satwa yang kehilangan habitatnya. Tidak sedikit kasus penyerangan satwa yang memasuki permukiman warga karena habita alaminya sudah tidak mampu menyediakan ruang hidup dan makanan yang cukup. Di tengah tantangan dan bencana dimana – mana apakah masih ada harapan untuk mengebalikan tatanan hutan yang telah di modivikasi menjadi perkebunan kelapa sawit? Tentunya ini adalah tanggung kita semua. Kerja sama antara pemerintah dan masyarakat penting untuk mengembalikan kondisi hutan seperti semula. Salah satu langkah yang bisa dimulai dengan menerapkan pengelolaan hutan berbasis kearifan lokal. Hutan nagari misalnya, melalui sistem ini masyarakat bertanggung jawab dalam menjaga, mengelola dan memanfaatkan secara bijaksana. Masyarakat tidak hanya sebagai pengguna, tetapi juga memiliki peran penjaga hutan yang menyeimbangkan antara keutuhan ekosistem dan kebutuhan ekonomi. Upaya pelestarian hutan dengan cara apapun tidak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan dan ketegasan pemerintah sebagai pemegang otoritas hukum. Pembukaan lahan yang seharusnya adalah kegiatan ilegal justru berubah seolah – olah hal ini legal. Kasus ini terjadi dibalik manipulasi perizinan yang dikarenakan penegakan hukum yang terasa melemah serta praktik tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh oknum – oknum tertentu. Kondisi seperti inilah yang menjadi cikal bakal eksploitasi hutan yang berlebihan dan tidak terkendali.Hukum yang melemah melawan sejumlah uang, kemudian berimbas pada hilangnya ratusan nyawa saat bencana alam terjadi. Mau berapa banyak nyawa lagi yang harus di korbankan demi memenuhi kepentingan oknum yang duduk di pemerintahan? Penegakan hukum dan integritas aparat serta wakil – wakil rakyat menjadi syarat utama yang harus dibenahi agar kerusakan hutan ini tidak berlanjut sampai kehilangan secara total ruang hijau alami di tanah Minangkabau. Pemerintah diharapkan hadir sebagai garda terdepan yang mengawasi dan memastikan hukum dapat melindungi hutan secara adil, transparan, dan berkelanjutan demi mewariskannya pada generasi mendatang. Pada akhirnya, melihat bencana yang sudah terjadi menjadikan posisi hutan Sumatra Barat berada di persimpangan jalan. Tidak dapat dipungkuri pembangunan ekonomi tentu diperlukan, tetapi tetap ada batasan dan kebijaksanaan dengan mempertimbangkan lingkungan. Jika ekspansi perkebunan masih tidak terkontrol, bukan tidak mungkin kita akan melihat kerusakan ekologis melampui alam untuk pulih. Namun, jika pemerintah dan masyarakat mendorong antara konservasi berkelanjutan dan pembangunan yang seimbang, alam tentu akan kembali memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan makhluk hidup. Pilihan ini bukan hanya menjaga keutuhan hutan dan satwa liar, tetapi tentang melindungi masa depan generasi penerus Sumatra Barat.
Jadikan hutan sebagai benteng terakhir yang mampu menstabilkan iklim, air, juga kehidupan. Menjaga hutan berarti menjaga kehidupan itu sendiri.






























0 Comments