Ticker

6/recent/ticker-posts

Evaluasi Dampak Bencana Alam terhadap Lingkungan dan Masyarakat pada Tahun 2025


Oleh Rayhan Pratama Putra Mahasiswa Jurusan Biologi Universitas Andalas



Pada akhir November 2025, Pulau Sumatera yang dikenal sebagai Swarnadipa atau Pulau Emas akibat kekayaan alamnya justru mengalami kerusakan lingkungan yang parah. 

Sejumlah bencana hidrometeorologi berupa banjir bandang, tanah longsor, badai ekstrem terjadi secara bersamaan di tiga provinsi, yaitu Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Kejadian ini tidak dapat dipandang hanya sebagai peristiwa cuaca biasa, melainkan sebagai dampak dari permasalahan lingkungan yang telah berlangsung lama dan semakin diperburuk oleh kondisi cuaca ekstrem. 

Fenomena ini menunjukkan adanya perubahan besar dalam kondisi lingkungan yang sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim dan kegiatan manusia yang semakin banyak mengganggu alam.

Dampak bencana alam terhadap lingkungan dapat dilihat dari kerusakan ekosistem, degradasi lahan, serta penurunan kualitas sumber daya alam. Banjir dan longsor menyebabkan hilangnya tumbuhan, meningkatnya erosi tanah, dan pencemaran air akibat tanah dan sampah yang terbawa. 

Di daerah pesisir, erosi dan ombak besar mengganggu ekosistem mangrove dan terumbu karang yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. 

Kerusakan lingkungan ini tidak hanya terjadi sesaat, tetapi bisa berdampak jangka panjang terhadap fungsi ekosistem.

Tantangan utama dalam menghadapi bencana alam adalah meningkatkan ketahanan lingkungan serta masyarakat secara bersamaan. Pembangunan yang memperhatikan pengurangan risiko bencana harus diintegrasikan ke dalam semua sektor, seperti perencanaan penggunaan lahan, pengelolaan sumber daya alam, hingga pembangunan sarana dan prasarana. Pendekatan ini membutuhkan keseimbangan antara kebutuhan pembangunan dan upaya menjaga fungsi lingkungan secara alami.

Selain faktor lingkungan, bencana alam juga memengaruhi kehidupan masyarakat secara signifikan. 

Kerusakan pada infrastruktur, kehilangan tempat tinggal, dan gangguan terhadap aktivitas ekonomi adalah dampak yang paling dirasakan. 

Masyarakat yang bergantung pada sektor pertanian, perikanan, dan sumber daya alam lainnya cenderung lebih rentan terhadap dampak bencana. Kondisi ini meningkatkan kerentanan sosial dan ekonomi, serta meningkatkan risiko kemiskinan setelah bencana terjadi.

Aspek lain yang perlu diperhatikan dalam mengevaluasi bencana alam tahun 2025 adalah adanya perbedaan dampak yang semakin besar antar daerah dan kelompok masyarakat. 

Daerah yang lingkungannya sudah rusak cenderung mengalami dampak bencana yang lebih parah dibandingkan daerah dengan ekosistem yang masih baik. Situasi ini juga terjadi pada kelompok masyarakat yang kesulitan mendapatkan informasi, sumber daya, dan layanan publik, membuat mereka lebih rentan terhadap risiko bencana.

Selain itu, bencana alam juga memengaruhi kualitas lingkungan setelah bencana terjadi. Pencemaran air dan tanah karena limbah yang mengalir, rusaknya sistem sanitasi, serta penurunan kualitas udara di beberapa daerah terdampak menjadi masalah yang sering terlewat perhatiannya. Kondisi ini bisa menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan memperpanjang waktu pemulihan lingkungan, sehingga menambah beban sosial dan ekonomi.

Peran ilmu pengetahuan dan teknologi semakin penting dalam membantu upaya tersebut. Penggunaan data iklim, pemodelan risiko bencana, serta sistem peringatan dini yang menggunakan teknologi dapat meningkatkan kesiapsiagaan dan respons ketika bencana terjadi. Namun, keberhasilan penggunaan teknologi tetap bergantung pada pemahaman dan partisipasi masyarakat yang berada di lokasi terdampak saat bencana terjadi.

Evaluasi terhadap peristiwa bencana alam sepanjang tahun 2025 menunjukkan bahwa usaha pencegahan dan penyesuaian terhadap bencana masih perlu diperbaiki. Pengelolaan lingkungan yang ramah dan berkelanjutan, perencanaan wilayah yang memperhatikan risiko bencana, serta peningkatan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana merupakan hal-hal penting yang harus diperhatikan. Pendekatan yang melibatkan ekosistem dan keterlibatan masyarakat dinilai efektif untuk mengurangi dampak bencana sekaligus menjaga lingkungan tetap berkelanjutan.

Dengan meningkatnya ancaman bencana alam, tahun 2025 menjadi petunjuk pentingnya kerja sama antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat dalam membangun ketahanan lingkungan dan sosial. Evaluasi dampak bencana tidak hanya sekadar mencatat kejadian, tetapi juga menjadi dasar dalam menyusun kebijakan dan strategi pembangunan yang lebih adaptif serta berkelanjutan di masa depan.

Dalam situasi tersebut, evaluasi dampak bencana alam tidak bisa dipisahkan dari hubungan saling memengaruhi antara kondisi lingkungan dan tindakan manusia. Perubahan cara menutupi tanah, penggunaan sumber daya alam secara berlebihan, serta pembangunan yang tidak memperhatikan kemampuan lingkungan menyebabkan wilayah lebih rentan terhadap bencana. Ketika kemampuan ekosistem alami menurun, lingkungan semakin kurang mampu mengurangi dampak bencana tersebut.

Selain itu, aspek lembaga dan pengelolaan juga memainkan peran penting dalam menentukan seberapa besar dampak bencana. Kurangnya sistem peringatan dini, rendahnya kesiapsiagaan masyarakat, serta belum merata adanya kebijakan untuk mengurangi risiko bencana membuat banyak wilayah belum bisa merespons bencana dengan baik. Kondisi ini menyebabkan proses pemulihan lebih lama dan kerugian sosial serta ekonomi setelah bencana meningkat.

Upaya pemulihan lingkungan dan kehidupan masyarakat setelah bencana pada tahun 2025 menunjukkan bahwa cara yang hanya dilakukan dalam jangka pendek tidak cukup. Untuk memulihkan ekosistem, seperti sungai dan daerah pesisir, harus dilakukan secara terus-menerus agar lingkungan bisa kembali berfungsi dengan baik. Di sisi lain, pemulihan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat juga harus diiringi dengan peningkatan kemampuan dan kemandirian masyarakat, agar mereka lebih siap menghadapi kemungkinan bencana di masa depan.

Oleh karena itu, evaluasi dampak bencana alam pada tahun 2025 menegaskan bahwa pola pikir dalam mengelola lingkungan dan pembangunan perlu diubah. Bencana bukan lagi peristiwa yang terpisah, melainkan tanda adanya ketidakseimbangan antara manusia dan lingkungan. Dengan menggunakan hasil evaluasi sebagai acuan kebijakan, diharapkan upaya mengurangi risiko bencana dapat dilakukan secara lebih luas dan bertahan lama.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS