Penulis : Aidil Adha, Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas AndalasGmail : aidilnihbos14@gmail.com
Tanah Datar 4 Oktober 2025
Abstrak
Pacu Jawi adalah salah satu tradisi unik dan menarik yang diadakan di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Indonesia. Acara ini bukan hanya sekedar balap sapi biasa, tetapi juga bagian penting dari warisan budaya dan adat istiadat masyarakat Minangkabau. Pacu Jawi tidak hanya menarik perhatian penduduk lokal, tetapi juga wisatawan mancanegara yang ingin menyaksikan keunikan dan kekayaan budaya Minangkabau. Pacu Jawi telah diselenggarakan sejak berabad-abad lalu, jauh sebelum kemerdekaan Indonesia. Acara ini awalnya merupakan perayaan dan hiburan panen bagi warga desa. Tradisi ini diadakan oleh para petani setelah masa panen selesai dan sebelum dimulainya musim tanam berikutnya. Dulunya, Pacu Jawi hanya diadakan dua kali setahun. Namun, dengan semakin pendeknya siklus panen, acara ini kini dapat diselenggarakan lebih sering. Pacu Jawi diadakan di berbagai nagari (setingkat desa atau kelurahan) di Kabupaten Tanah Datar. Lokasi penyelenggaraan acara ini bergantian antara nagari-nagari di empat kecamatan yang secara adat merupakan tuan rumah Pacu Jawi, yaitu Sungai Tarab, Pariangan, Lima Kaum, dan Rambatan. Salah satu syarat utama daerah penyelenggara adalah bahwa Gunung Marapi, yang memiliki ketinggian 2.891 meter dan dianggap sebagai asal orang Minangkabau, harus terlihat jelas dari lokasi acara.
Asal-Usul Pacu Jawi
Pacu jawi merupakan alek masyarakat setelah setelah panen padi, yang Pacu melombakan sepasang jawidi sawah yang berair. Awal mulanya pacu jawi dari daerah pariangan di Kabuapaten Tanah Datar.Pacu jawi merupakan upaya bagi para petani pada waktu dulu untuk menemukan cara membajak sawah yang baik dan benar. Penemu pacu jawi adalah datuak (Dt) Tantejo Gurhano. Dt. Tantejo Gurhano dulunya mencari cara agar sawahnya mudah di tanami. Sawah yang digunakan dalam menanam padi adalah sawah adat yang merupakan harta pusako tingi dari suatu kaum. Dt. Tantejo Gurhano mengajarkan cara membajak sawah kepada kemenakannya, karena sudah kewajiban seorangmamak untuk mengajarkan segala sesuatu yang baik kepada kemenakannya termasuk dalam hal membajak sawah. Sebagaimana pepatah minang mengatakan “anak dipangku kamanakan dibimbiang” yang berarti bahwa seorang mamak bertanggung jawab menjaga, memelihara, memberi nafkah anaknya dan menjadi panutan yang baik bagi kemenakan serta kemenakan dibimbing diajarkan kejalan yang benar dan lurus. Dalam membajak Dt. Tantejo Gurhano mengajak kemenakannya untuk mengendalikan jawi dan yang lainnya memasangkan bajak ke jawi.Ia mulai membajak sawah dengan 2 ekor jawi berpasangan, tujuannya agar proses membajak sawah lebih cepat. Dengan tanah yang gembur dan subur akanmembuat hasil panen padi berlimpah.Terlihat juga perbedaan membajak sawah dengan menggunakan jawi atau tidak, dimana sawah yang dibajak dengan jawiakan tampak lebih rapi dan teraturdibanding dengan sawah yang tidak dibajak jawi. Keberhasilan Dt. TantejoGurhano dalam membajak sawah berpengaruh kepada masyarakat danmasyarakat mulai menerapkan cara dari Dt. Tantejo dalam membajak sawah. Jadi itulah asal mula pacu jawi dimulai oleh seorang Dt. Tantejo Gurhano dalam menemukan cara untuk membajak sawah agar mendapatkan hasil panen yang melimpah. Dengan menggunakan jawi dan menjadikan kemenakannya sebagai joki. Tradisi ini dimulai di sebuah nagarai, yaitu Nagari Tuo (desa tua) Pariangan Kabupaten Tanah Datar. Pacu Jawi merupakan upaya petani zaman dahulu untuk menemukan cara membajak yang baik dan benar. Pasalnya pada waktu itu belum ditemukan cara membajak seperti saat ini. Ternyata, membajak menggunakan jawi (sapi) membuat tanah menjadi gembur dan subur. Suburnya tanah pertanian disebabkan oleh kotoran jawi. Dengan tanah yang subur dan gembur, maka hasil panen melimpah. Pacu Jawi hanya dapat ditemukan di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Pariangan, Kecamatan Rambatan, Kecamatan Limo Kaum, dan Kecamatan Sungai Tarab. Kegiatan Pacu Jawi selalu ditunggu-tunggu masyarakat setempat. Tradisi Pacu Jawi dipadukan dengan tradisi masyarakat berupa arak-arakan pembawa dulang atau jamba yang berisi makanan. Ada juga arak-arakan jawi-jawi terbaik yang didandani menggunakan aksesoris berupa suntiang (sunting) beserta pakaian. Biasanya, tradisi tersebut dilakukan pada minggu keempat atau pada penutupan Pacu Jawi serta menjadi perhelatan besar di wilayah ini. Pada saat ini, ada prosesi adat dari para tetua dan permainan seni budaya tradisional. Di arena Pacu Jawi juga bertumbuhan warung nasi, kopi daun, dan makanan khas Minangkabau Lainnya. Para pedagang kaki lima serta arena permainan anak anak sehingga lokasi itu terlihat seperti pasar. Pada waktu itulah masyarakat
bergembira ria menyaksikan Jawi-Jawi kesayangan mereka berpacu, dan setelah itu mereka makan di warung-warung dengan makanan spesifik gulai kambing, Sate, Gorengan dan kopi kawa daun.Pelaksanaan alek Pacu Jawi di Kabupaten Tanah Datar dilaksanakan secara bergiliran pada empat kecamatan. Satu kali putaran lomba biasanya empat minggu, hari yang dilakukan setiap hari Sabtu dan Minggu. Acara dilakukan di sawah milik masyarakat setelah selesai masa panen dan tempatnya tidak tetap pada satu lokasi saja. Bila kegiatan diadakan pada satu kecamatan maka peserta dari kecamatan lain akan berdatangan. Dalam satu masa perlombaan, jumlah Jawi yang berpacu mencapai 500 hingga 800 ekor. Pacu Jawi diikuti oleh Jawi secara berpasangan yang dikendalikan oleh seorang anak joki yang berpegangan pada tangkai bajak. Anak joki dengan tidak memakai alas kaki ikut berlari bersama Jawinya di dalam sawah yang penuh lumpur dan air. Acaranya berlangsung mulai pukul sepuluh pagi hingga pukul lima sore. Pada waktu perlombaan berlangsung kadang kala juga terjadi transaksi jual beli Jawi oleh para pedagang dan pemilik Jawi. Biasanya Jawi yang telah sering memenangkan lomba akan naik harganya hingga dua kali lipat. Jawi pemenang itu akan menjadi kebanggaan bagi pemiliknya dan diincar oleh banyak orang. Banyak orang yang belum tahu bagaimana cara penilaian Jawi terbaik yang menjadi pemenangnya. Teknis penilaian inipun penuh filosofi dan nilai-nilai yang baik. Adapun Jawi terbaik adalah Jawi yang dapat berjalan lurus tidak miring dan tidak melenceng ke mana-mana. Dan akan lebih baik lagi apabila Jawi tersebut dapat menuntun temannya berjalan lurus. Berarti Jawi itu sehat dan tubuhnya kokoh kuat. Biasanya dalam satu perlombaan akan terlihat Jawi yang berjalan lurus dan yang tidak, bahkan ada yang sampai masuk ke sawah lain. Jadi yang dinilai bukan hanya kencang larinya dan bukan bentuk struktur tubuhnya saja. Filosofinya Jawi saja harus berjalan lurus apalagi manusia. Dan manusia yang bisa berjalan lurus tentu akan tinggi nilainya, itulah pememnangnya.
Tata Cara Pelaksanaan Tradisi Pacu Jawi
A. Tahap Persiapan
Persiapan yang dilakukan oleh daerah tempat pelaksanaan pacu jawi ini dilakukan empat minggu sebelum pelaksanaan pacu jawi. Karena banyak yang harus di siapkan untuk pelaksanaan tradisi pacu jawi ini. (1) Mencari lokasi untuk kegiatan pacu jaw, lokasinya adalah sawah siap panen. Dimana sawah yang digunakan ini merupakan sawah masyarakat yang disewa oleh panitia Pacu Jawi. Panitia bersama masyarakat akan mengadakan musyawarah untuk mencari lokasi atau area Pacu Jawi. Sawah siapa yang akan digunakan yang memenuhi syarat untuk dilaksanakannya Pacu Jawi. (2) Mencari air, Setelah menentukan sawah yang akan digunakan, kemudian panitia mencari air untuk dialiri ke dalam sawah. Karena di dalam Pacu Jawi, sawah yang digunakan untuk berpacu ialah sawah yang basah. (3) Menghaluskan lahan setelah selesai panen, sawah yang digunakan tidak hanya sekedar sawah yang sudah siap panen, tetapi ada syarat sawah yang digunakan yaitu :Sawah panjang dan lebar, sawah harus dangkal dan tanah yang tidak terlalu encer, ujung sawah sebagai tempat pemberhentian harus lebih tinggi dari arena pacuan tujuannya untuk memberikan keindahan ketika jawi berada di garis akhir, pematang sawah harus lebar, disekitar lokasi sawah pacuan terdapat lokasi peristirahatan jawi sebelum masuk ke arena pacuan, harus terdapat sawah tempat permainan musik tradisional dan tari-tarian, tempat masyarakat berjualan, tempat upacara pembukaan dan upacara penutupan.
B. Tahap Pelaksanaan
1. Pembukaan
Sebelum pacu jawi dilaksanakan biasanya dibuka lansung oleh Bupati Tanah Datar dan dihadiri oleh kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Tanah Datar dan juga dihadiri oleh tokoh adat dan pemuka masyarakat.
2. Perlombaan Pacu Jawi
Hal yang paling ditunggu-tunggu dalam tradisi Pacu Jawi adalah perlombaan Pacu Jawi, melihat jawi yang akan berlari di sawah yang berair dan dipenuhi oleh lumpur. Acara Pacu Jawi berlangsung dari pukul 10.00 hingga 17.00 WIB. Dalam Pacu Jawi,jawi yang digunakan adalah jawi khusus berjenis kelamin jantan yang dirawat dengan baik, bukan jawi yang digunakan untuk membajak sawah. Jawi harus memiliki fisik yang kuat dan mampu berlari lurus walau ukuran tubuhnya kecil. Jawi yang akan berpacu merupakan jawiyang sudah dilatih biasanya sebelum mengikuti perlombaan Pacu Jawi, pemilik jawi akan memberi vitamin kepada jawinya. Tujuannya agar jawimemiliki fisik dan stamina yang kuat serta larinya kencang pada saat berpacu.Peserta dalam kegiatan Pacu Jawi terdiri dari puluhan bahkan ratusan jawi yang juga berasal dari daerah lain. Tidak hanya peserta yang banyak tetapi penontonnya juga banyak. Bagi wisatawan asing mereka sangat penasaran dengan jawiyang akan berlari di sawah yang berair dan berlumpur. Dalam penyelenggaraan Pacu Jawi dibutuhkan peran dari Niniak Mamak, Wali Nagari Maupun Kepala Jorong sebagai pemberi izin agar acara bisa berlansung.Pacu jawi juga memiliki organisasi yaitu Persatuan Olahraga Pacu Jawi atau yang dingkat dengan PORWI. Tugas dari PORWI sendiri yaitu mengatur kegiatan pacu jawi dimana akan dilaksanakan dan tempat selajutnya yang akan dijadikan tempat pelaksanaan pacu jawi. Setelah jadwal atau tempat pelaksanaan pacu jawi sudah ada baru PORWI memberitahukan kepada Dinas Pariwisata, dan Dinas Pariwisatalah yang nantinya akan mempromosikan pacu jawi melalui Internet, Sosmed Radio dan sebagainya.Panjang lintasan untuk pacu jawi lebih kurang 25 meter dan lebar lebih kurang 10 meter. Karena paling sedikit jawi yang di arena pacu dua pasang, jika lebih semakin bagus. Tidak hanya itu nanti akan ada tempat parkir jawisebelum berpacu, pasar tradisional, permainan anak nagari, tarian tradisioanal dan lain-lainnya. Pada saat berpacu sepasang jawi yang berlari akan dikendalikan oleh seorang joki, yang bertujuan untuk jawi bisa lari lurus sampai ke finis. Joki ini merupakan petani dimana mereka sudah terbiasa dengan jawi dan lumpur sawah. Mereka menggunakan jawi untuk membantu pekerjaannya seperti membajak sawah. Menjadi seorang joki merupakan hobi mereka untuk menunggani jawi yang berlari kencang disawah berlumpur. Joki adalah seorang pemberani dan pintar ia harus mampu menjaga keseimbangan tubuhnya diatas bajak yang ditarik oleh jawi yang berlari kencang. Menjadi seorang joki memiliki tantangan tersendiri bagi para joki, karena pada saat mereka berlari bersama-sama dengan jawinya ada diantara mereka ada yang terjatuh dari atas bajak sehingga mereka harus mandi lumpur. Ini menjadi kebanggan tersendiri buat mereka, karena tidak semua orang bisa seperti mereka. Dalam pelaksanaan kegiatan Pacu Jawi tidak ada yang formal, dimana tidak ada nomor urut, hakim garis dan pencatat waktu. Peserta yang sudah siap bisa membawa jawinya ke arena pacuan. Sepasang jawi yang sudah memasuki arena dikalungkan alat seperti alat bajak yang terbuat dari bambu untuk joki berdiri dan mengendalikan jawi. Memasangkan bajak ke badan jawi butuh usaha yang keras karena tak jarang jawi-jawi ini memberontak ketika bajak dipasangkan ke badannya. Pemilik jawi dan joki akan bekerja sama untuk memasangkan bajak ke jawi. Disini akan terlihat adanya kerjasama yang baik diantara pemilik jawi, sang joki dan seluruh peserta Pacu Jawi. Setelah bajak terpasang dengan baik, ujung bajak dijadikan sang joki sebagai pijakan sambil memegang ekor jawi untuk mengontrol lari jawi dan agar sang joki tidak terjatuh.Dengan merentangkan kaki dan tangannya sang joki berusaha menarik agar jawi-jawi berlari searah kembali. Ada joki yang berhasil dan ada pula yang terjatuh dan tercebur ke dalam lumpur. Hal yang sangat menarik pada saat pacuan adalah ketika sang joki mencambuk ekor jawi, semakin keras joki mencambuk ekor jawi maka akan semakin kencang lari jawi. Moment ini sangat ditunggu-tunggu baik oleh penonton maupun fotografer. Saat jawi berpacu akan terdengar sorak suara penonton yang menyaksikan dan memberikan semanggat kepada joki dan jawi-jawi agar dapat berlari kencang. Jawi yang menjadi pemenang lomba akan naik harga jualnya menjadi dua kali lipat dan menjadi kebanggaan pemiliknya.
3. Penutupan
Tahap penutupan pada acara Tradisi Pacu Jawi lebih meriah dibandinkan acara acara pembukaan Pacu Jawi tersebut. Hal ini disebabkan Karena pada penutupan tidak hanya Jawi yang akan berpacu tetapi juga ada penampilan kesenian dari masyarakat. Pada tahap penutupan ini juga dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat seperti Datuk, Angku Ampek, Malin, Sutan dan lain-lain. Pemerintah juga akan memanfaatkan acara ini untuk menyampaikan program-program yang akan berjalan pada masyarakat. Acara pada penutupan Tradisi Pacu Jawi ini ada Pawai atau arak-arakan. Acara penutupan ini sangat ditunggu-tunggu oleh penonton karena pada acara Pawai ini penonton dapat melihat sapi yang didandani dan diberi suntiang (Sunting). Bagi penonton yang pertama kali melihat sapi yang di dandani dan diberi sunting ini akan mejadi sangat menarik dan unik, karena hanya di Pacu Jawiinilah kita dapat melihat sapi yang didandani ini aka di arak bersama ibu-ibu yang mmembawa dulang yang dibungkus dengan kain yang bewarna-warni, Dulang ini berisi makanan Khas Daerah. Penampilan kesenian Tradisional dari masyarakat Minangkabau dapat dilihat juga pada penutupan Tradisi Pacu Jawi ini.terdapat sebuah tenda kesenian tempat para seniman mempertunjukkan kepandaian mereka seperti Tari Piring, Talempong Pacik, dan Gendang. Pada penutupan Tradisi Pacu Jawi ini Niniak Mamak (Datuk) mereka akan menampilkan kepintaran mereka dalam berdialog, dengan menggunakan petatah petitih (Pepatah) yang dialunkan sambil berdendang dengan kata-kata penuhmakna. Di dalam pepatah ini digambarkan peranan Niniak Mamak (Datuk), Alin Ulama, Bundo Kanduang, Anak Muda dalam Nagari.
KESIMPULAN
Tradisi Pacu Jawi merupakan warisan budaya Minangkabau yang berasal dari Nagari Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Kegiatan ini bukan sekadar perlombaan balap sapi di sawah berlumpur, tetapi merupakan ungkapan rasa syukur para petani setelah panen, serta sarana hiburan dan silaturahmi masyarakat. Tradisi ini dipercaya berasal dari inovasi Dt. Tantejo Gurhano, yang menciptakan metode membajak sawah menggunakan sepasang sapi (jawi) untuk meningkatkan hasil panen. Pelaksanaan Pacu Jawi dilakukan secara bergiliran di empat kecamatan, yakni Pariangan, Lima Kaum, Sungai Tarab, dan Rambatan, dengan proses persiapan yang matang dan melibatkan masyarakat luas. Acara ini terdiri dari tiga tahap utama: persiapan, pelaksanaan, dan penutupan. Pada pelaksanaannya, perlombaan Pacu Jawi menarik banyak peserta dan penonton, bahkan wisatawan mancanegara. Penilaian terhadap jawi tidak hanya dilihat dari kecepatan, tetapi juga kemampuan berlari lurus, yang secara filosofis menggambarkan nilai moral bagi manusia. Selain perlombaan, Pacu Jawi juga diwarnai dengan berbagai kegiatan adat dan kesenian, seperti pawai dulang, penampilan tari tradisional, serta pertunjukan pepatah-petitih oleh niniak mamak. Penutupan acara biasanya menjadi momen puncak yang paling meriah.
Secara keseluruhan, Pacu Jawi bukan hanya pertunjukan fisik semata, tetapi merupakan refleksi kearifan lokal, nilai budaya, dan kekuatan komunitas yang patut dilestarikan sebagai bagian penting dari identitas Minangkabau.
0 Comments