Oleh : M. Raffy Al Farisy Mahasiswa Ilmu Politik FISIP Unand
Korupsi merupakan suatu penyakit sosial yang sudah mendarah daging dalam peradaban manusia. Namun, yang menjadi tantangan besar adalah kecenderungan korupsi untuk meningkat seiring dengan kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa. Ironisnya, semakin modern sebuah negara, semakin banyak kebutuhan hidup yang mendorong individu untuk melakukan korupsi demi pemenuhannya. Korupsi dikenal sebagai kejahatan kerah putih yang pelakunya mayoritas adalah aparat negara pihak yang seharusnya bertugas memberantasnya. Sejarah telah menunjukkan bahwa masalah korupsi bersifat universal, menimpa hampir setiap negara.
Tindakan ini tidak terbatas hanya pada pejabat publik yang menyalahgunakan kekuasaan demi keuntungan pribadi atau kelompok. Intinya, korupsi terjadi ketika peluang dan keinginan muncul secara bersamaan, yang dapat berwujud dalam berbagai situasi, mulai dari suap yang ditawarkan, permintaan atau pemerasan oleh pejabat, hingga seseorang menyuap karena ingin memperoleh sesuatu yang bukan haknya dan bersedia mengabaikan peraturan korupsi juga menimbulkan efek buruk yang sangat besar bagi kalangan yang di rugikan oleh pelaku korupsi itu sendiri seperti pejabat maupun golongan yang lebih mementingkan keinginan mereka.
Korupsi di sektor Pendidikan merupakan masalah genting yang mengancam kualitas Pendidikan dan keadilan sosial, dengan beragam manifestasi yang merugikan. Bentuk-bentuk korupsi tersebut meliputi rekayasa dokumen dan mark up harga. Skandal ini menyeret 12 orang sebagai tersangaka, termasuk mantan Wakil Rektor I Bidang Akademik periode 2016-2020. Dimana data menunjukkan bahwa beberapa tersangka melakukan tindakan penyelewengan dana terkait alat laboratorium sentral pada tahun 2019 dengan nilai proyek mencapai 5,87 miliar.
Semakin hari pemberitaan tentang korupsi semakin sering, korupsi di Indonesia itu sendiri sudah menjadi hal yang biasa terjadi, banyak tindakan korupsi yang merajalela baik di pemerintahan maupun di tingkat instansi pada tanggal 19 November 2024 terungkap adanya selisih harga dalam pembelian alat laboratorium serta dugaan pelanggaran prosedur pengadaan. Temuan tersebut menunjukan kerugian negara sebesar Rp 3.571. 692.735 miliar. Berdasarkan hasil audit itu, penyidik Satreskrim Polresta Padang mulai diekspose Bersama Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumbar pada 14 April 2025. Dari hasil perkara, ditetapkan 12 tersangka yang terdiri dari pejabat kampus dan pihak penyedia barang yaitu CV Tri Karya.
Dalam berkas keputusan tersebut ada sejumlah dokumen terkait Quitation Nomor QDA 1910411 pada tanggal 14 Oktober 2019 dan Purchase Order Nomor 2501/PO/TK/X/19.Dari bukti dokumen, penyidik menduga adanya rekayasa dokumen, mark-up harga, dan penyalahgunaan kewenangan dalam penunjukan penyedia tersebut.
Undang-undang yang mengatur tentang pemberantasan tindak pidana korupsi ada pada UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana juga telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999. Jika kita melihat dengan relevansi dengan kasus alat laboratorium diatas ada beberapa pasal yang menjerat seperti Pasal dalam UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001 pada ayat 2 yang berisi “menjerat setiap orang (termasuk pejabat kampus dan pihak swasta) yang melawan hukum dan memperkaya diri sendiri atau orang lain/korporasi yang merugikan keuangan negera (temuan kerugian keuangan Rp3,571 miliar)”.
Menurut saya, fenomena korupsi yang menyangkut tentang salah satu Universitas ternama di Indonesia ini benar-benar membuat kita geleng-geleng kepala. Dapat kita sepakati bahwa korupsi adalah pemyakit yang sudah lama ada di negeri ini, bahkan disebut “kejahatan kerah putih” karna pelakunya justru orang yang memiliki jabatan dan juga kekuasaan. Hal yang membuat kejadian ini terlihat miris adalah kejadian ini terjadi pada sektor pendidikan, khususnya penyelewengan dana alat laboratorium. Padahal pendidikan itu seharusnya jadi wadah mencetak generasi bersih, malah dijadikan sarang korupsi oleh beberapa oknum. Dalam kasus ini ada penyalahan kewenangan dalam proyek miliaran rupiah ini membuktikan bahwa dana yang harusnya dipakai untuk meningkatkan kualitas belajar mahasiswa malah dikantongi oleh oknum pejabat kampus dan penyedia barang. Kerugian Rp3,571 miliar itu bukanlah angka yang kecil itu termasuk perampasan hak pendidikan yang di rampas oleh oknum tersebut terhadap mahasiswa.
0 Comments