Ticker

6/recent/ticker-posts

Menilik Kondisi Taman Wisata Alam Selingkar Gunung Marapi Pasca Bencana Vulkanik

 


Oleh : M. Andika Rifky Indrawan

Pekerjaan : Mahasiswa Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas


Sumatera Barat adalah sebuah Provinsi di Indonesia yang terletak di sepanjang pesisir barat pulau Sumatera bagian tengah. Provinsi Sumatera Barat memiliki banyak daerah dataran tinggi maupun pegunungan yang merupakan hasil dari aktivitas lempeng tektonik, adanya peristiwa bersatunya lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia sehingga terbentuknya jalur pegunungan berapi di sepanjang Bukit Barisan. Di sepanjang Bukit Barisan terdapat banyak gunung berapi aktif salah satunya Gunung Marapi, yang terbentuk dari magma yang naik melalui retakan kerak bumi akibat aktivitas lempeng tektonik. Aktivitas vulkanik ini juga berkontribusi pada terbentuknya danau vulkanik seperti Danau Maninjau dan Danau Singkarak, yang merupakan hasil dari kaldera gunung berapi purba. Faktor-faktor ini tidak hanya membentuk lanskap alam yang indah tetapi juga memberikan potensi sekaligus tantangan, seperti risiko bencana vulkanik dan gempa bumi.

Bencana vulkanik Gunung Marapi di Sumatera Barat pada bulan Desember 2023 memakan korban jiwa sebanyak 23 pendaki dilaporkan meninggal, sementara 52 korban lainnya berhasil dievakuasi dan diberikan penanganan serius. Selain itu, bencana vulkanik ini memberikan dampak yang signifikan terhadap ekosistem lokal di sekeliling Gunung Marapi, erupsi hebat ini memberikan dampak pada tumbuhan dan satwa yang berada disana. Letusan tersebut memuntahkan abu vulkanik yang menyelimuti area sekitarnya, sehingga memengaruhi vegetasi hutan gunung dan habitat satwa liar. Hujan abu yang terjadi dengan intensitas tinggi mengakibatkan kerusakan pada dedaunan dan mengganggu proses fotosintesis tumbuhan, yang pada akhirnya memengaruhi sistem dalam rantai makanan. Habitat satwa liar, terlebih pada spesies endemik dan burung yang mendiami daerah pegunungan, juga mengalami dampak. 

Ketebalan abu vulkanik yang dimuntahkan saat erupsi dapat menurunkan kualitas udara, sehingga satwa kesulitan bernapas dan mendorong beberapa spesies satwa untuk berpindah ke wilayah yang lebih aman. Beberapa laporan mengindikasikan bahwa gangguan ini dapat menekan populasi satwa lokal akibat perubahan mendadak dalam ekosistem satwa tersebut. 

Selain itu, bencana lahar dingin yang terjadi setelah erupsi menimbulkan ancaman serius bagi kawasan lembah dan aliran sungai di sekitar gunung. Kerusakan infrastruktur di sepanjang aliran sungai juga banyak kita lihat saat peristiwa erupsi Marapi. Lahar dingin ini juga berpotensi merusak vegetasi dan menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati sepanjang jalur aliran lahar dingin tersebut.

Upaya konservasi yang dapat dilakukan pada saat ini berfokus pada pemantauan dampak erupsi terhadap flora dan fauna, serta rehabilitasi ekosistem. Pengelolaan kawasan konservasi menjadi sangat penting untuk melindungi keanekaragaman hayati di sekitar Gunung Marapi, terutama dalam menghadapi aktivitas vulkanik yang masih berlangsung.

Kerusakan Vegetasi di sekitar kawasan puncak, terutama dalam jarak 3 km dari kawah, mengalami kerusakan yang parah akibat lontaran material vulkanik dan hujan abu. Pohon-pohon dan tanaman rendah mengalami kerusakan atau bahkan mati karena tertutupi abu vulkanik. Dan pada saat ini flora yang terdampak erupsi mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Abu vulkanik yang tertumpuk di tanah memegang potensi untuk menyuburkan kembali ekosistem. Tumbuhan pionir, seperti lumut dan rumput liar, mulai tumbuh di area yang sebelumnya gersang akibat erupsi.

Satwa liar seperti owa, lutung, dan berbagai spesies primata serta spesies-spesies lainnya tentunya mengalami gangguan selama erupsi akibat suara ledakan, aktivitas manusia untuk evakuasi serta aktivitas vulkanik yang masih berlangsung sampai saat ini. Beberapa spesies besar, seperti harimau Sumatra, mungkin telah berpindah ke area hutan yang lebih aman. Sementara itu, fauna kecil seperti tikus dan serangga menunjukkan peningkatan populasi di daerah yang terdampak ringan, memanfaatkan ekosistem yang secara perlahan mulai pulih.

Kondisi ekosistem di area Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Marapi, TWA Sago, dan TWA Singgalang mengalami perubahan yang cukup berarti, selain itu Jalur pendakian di TWA ditutup sementara semenjak terjadinya erupsi untuk menjamin keselamatan pendaki dan mencegah potensi bencana susulan. Penutupan ini berimbas kepada pengelolaan pariwisata serta ekonomi masyarakat sekitar yang bergantung pada kegiatan pendakian.

Jika kita amati lebih dalam, penutupan jalur pendakian tidak hanya semata demi keselamatan dan keamanan pendaki, penutupan jalur pendakian juga akan memberikan manfaat seperti: Pemulihan Vegetasi, aktivitas pendakian sering kali merusak vegetasi, apalagi para pendaki yang sudah tidak lagi mau taat akan peraturan yang ada. 

Penutupan jalur pendakian memberikan waktu bagi tumbuhan lokal untuk tumbuh kembali tanpa gangguan dari pijakan manusia atau aktivitas lainnya. Gangguan yang ditimbulkan oleh kehadiran manusia, seperti kebisingan dan sampah, dapat mengusir satwa liar dari habitat alaminya. Dengan menutup jalur pendakian, satwa liar memiliki kesempatan untuk kembali dan menjadikan kawasan tersebut sebagai habitat yang stabil. Kemudian penutupan jalur pendakian memberikan kesempatan bagi lembaga konservasi dan peneliti untuk melakukan riset dan restorasi selama jalur pendakian ditutup.

Belakangan ini, mulai terdengar rencana untuk membuka kembali jalur pendakian dengan berbagai pertimbangan. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar terus melakukan pemantauan terhadap flora dan fauna yang terdampak, dengan bekerja sama bersama pemerintah daerah dan organisasi-organisasi terkait. Pemulihan ekosistem di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Marapi, Taman Wisata Alam Gunung Sago, dan Taman Wisata Alam Gunung Singgalang memerlukan waktu dan dukungan dari berbagai pihak. Sementara itu, aktivitas pariwisata dan pendakian bergantung pada evaluasi keamanan dari otoritas terkait.

Jalur pendakian Gunung Sago yang terletak di perbatasan daerah kecamatan Lareh Sago Halaban, Luhak, Situjuh Lima Nagari, kabupaten Lima Puluh Kota dan Lintau Buo Utara, kabupaten Tanah Datar dan Gunung Tandikat yang berada di Kabupaten Padang Pariaman, Agam, dan Tanah Datar sudah mulai di buka dengan ketentuan-ketentuan tertentu, walaupun masih belum ada himbauan resmi pembukaan kembali jalur pendakian.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS