Ticker

6/recent/ticker-posts

UJARAN KEBENCIAN DI MEDIA SOSIAL DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF

 


Ditulis oleh : Nayla zakiyatul afifa, Nabilah fikriyah erfa, Arrasya raffi pasha, Faiz mufty, Ghifran novetra jasman, Kuntum khairahumah, Muhammad rafli (Mahasiswa Universitas Andalas)


Media sosial telah mengubah cara kita berkomunikasi dan memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk mengekspresikan diri dan berinteraksi dengan khalayak global. Namun di balik kelebihan tersebut, terdapat tantangan serius, salah satunya adalah maraknya ujaran kebencian. Ujaran kebencian di media sosial menjadi ancaman serius karena dapat memicu polarisasi, kekerasan, dan ketidakstabilan sosial. Maraknya ujaran kebencian di media sosial merupakan suatu hal yang harus menjadi perhatian serius. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan ujaran kebencian? Menurut Merpaung (2010) ujaran kebencian merupakan suatu tindakan berupa perkataan, perilaku, maupun tulisan yang dilarang karena hal tindakan tersebut dapat memicu terjadinya tindakan konflik sosial, kekerasan, dan sikap prasangka baik itu pelaku maupun korban. Ujaran kebencian biasanya dilakukan untuk mengekspresikan tidak setujunya seseorang terhadap suatu hal seperti tidak setujunya dengan pendapat, ucapan tertentu. Tidak hanya itu ujaran kebencian juga dapat diberikan pada karakteristik tertentu seperti ras, agama, warna kulit dan berbagai hal lainnya. Dalam artikel ini akan dibahas bagaimana ujaran kebencian di media sosial dalam perspektif bahasa, agama, serta pancasila.

Lingustik bahasa forensik merupakan cabang linguistik yang menerapkan prinsip-prinsip ilmu bahasa untuk menganalisis bukti linguistik dalam konteks hukum dan investigasi. Menurut Saifullah (2009) liguistik forensik merupakan bidang liguistik terapan yang di dalamnya terdapatt hungungan antara bahasa, hukum, dan kejahatan. Dapat dikatakan bahwa dengan adanya liguistik bahasa forensik membantu penegak hukum untuk memecahkan kasus dan memberi bukti di pengadilan. Linguistik bahasa forensik dapat berupa analisis teks, seperti menganalisis surat, email, atau dokumen lain untuk mengidentifikasi penulis, atau menemukan bukti yang relevan dengan kasus. Linguistik forensik memiliki peran dalam memecahkan kasus terkait dengan bahasa, salah satunya yaitu terkait kasus ujaran kebencian di media sosial. Dalam kasus ini linguistik forensik digunakan untuk menganalisis bahasa yang digunakan. Melalui data linguistik yaitu kata, frasa dan kalimat dapat digunakan unntuk mengidentifikasi tindakan kebencian yang mengandung unsur provokasi, merendahkan, serta stereotip. Dengan data tersebut dapat diketahui motif dan tujuan penulis serta target dari tulisan yang di dalamnya terdapat unsur ujaran kebencian. Kemudian melalui linguistik forensik dapat diidentifikasi ciri khas ujaran kebencian seperti penggunaan kata kasar, penghinaan, serta pelecehan sehingga dapat menentukan tingkat keparahan dan dampaknya kepada korban. Dalam hukum indonesia sendiri ujaran kebencian telah diatur seperti dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elektronik (UU ITE).

Dalam sudut pandang agama tepatnya dalam Al-Quran surah Al-Hujurat ayat 11-12 secara tegas melarang ghibah, mencari-cari kesalahan orang lain, dan mengungkap aib orang lain. Ayat ini memberi perspektif yang kuat untuk memahami permasalahan ujaran kebencian di media sosial. Ujaran kebencian dikaitkan dengan ghibah karena hal tersebut seringkali berfokus pada pengungkapan kesalahan, kelemahan, atau kekurangan seseorang atau kelompok. Ujaran kebencian seringkali disertai dengan penyebaran informasi yang tidak benar, fitnah, dan hoaks untuk menjatuhkan orang lain. Yang mana termasuk dalam larangan ghibah, yaitu menebarkan informasi yang tidak pasti dan merugikan orang lain. Hal ini juga menyebabkan hilangnya rasa saling menghormati dan sopan santun antar sesama yang juga bertentangan dengan ajaran Al-Quran.

Munculnya permasalahan mengenai ujaran kebencian di media sosial juga berkaitan dengan bagaimana implementasi dan pengamalan sila-sila dalam Pancasila khususnya sila ke-2 dan ke-4 pancasila. Munculnya ujaran kebencian di media sosial menunjukkan belum optimalnya pengamalan kedua sila pancasila ini. Sila kedua Pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” mengajarkan kita untuk saling menghormati. Ujaran kebencian yang muncul akhir-akhir ini di media sosial seringkali melanggar nilai yang terdapat pada sila kedua ini. Berbagai ujaran kebencian seperti ujaran yang merendahkan, menghina, dan tulisan yang bernilai negatif merupakan bentuk pelanggaran pada sila ini. Kurang optimalnya pengamalan sila ini menyebabkan sikap kurang empati, ketidakmampuan menghargai perbedaan, serta perilaku egois. Hal inilah yang menjadi penyebab munculnya ujaran kebencian di media sosial saat ini. Ujaran kebencian sering kali muncul dari perbedaan pendapat dan ideologi yang mana tidak dapat diselesaikan dengan cara musyawarah. Pengalaman sila ke-4 pancasila ini mengajarkan kita untuk bermusyawarah untuk mencapai mufakat serta menghargai pendapat orang lain.

Bahasa seringkali penuh dengan ambiguitas, yang dapat menyebabkan interpretasi pesan yang berbeda. Sebuah komentar yang dimaksudkan sebagai lelucon oleh pengirimnya mungkin dianggap menyinggung oleh penerimanya, terutama dalam komunikasi tertulis di media sosial yang tidak menyertakan isyarat non-verbal seperti intonasi atau ekspresi wajah. Setiap bahasa mencerminkan norma dan nilai budaya masyarakat yang menggunakannya. Sebuah kata atau frasa yang dianggap normal di suatu budaya mungkin sangat menyinggung di budaya lain. Misalnya, istilah netral dalam satu bahasa mungkin merupakan penghinaan serius dalam bahasa lain, bergantung pada konteks budaya dan sejarah penggunaannya. Penggunaan bahasa yang dimaksudkan untuk memancing respons emosional dapat memicu ujaran kebencian. Bahasa kasar, stereotip negatif, dan hinaan langsung sering kali digunakan untuk menyebarkan kemarahan, menciptakan ketegangan, dan memicu konflik. Media sosial sering kali menawarkan tingkat anonimitas yang membuat penggunanya merasa lebih bebas untuk mengungkapkan pendapat ekstrem tanpa takut akan dampaknya. Anonimitas ini dapat mendorong orang untuk menggunakan bahasa yang lebih agresif dan tidak bertanggung jawab yang mungkin tidak mereka gunakan dalam interaksi tatap muka.

Untuk mencegah dan mengatasi ujaran kebencian di jejaring sosial, penting untuk meningkatkan literasi digital pengguna. Edukasi tentang cara mengidentifikasi dan menangani ujaran kebencian serta cara berkomunikasi secara etis dan bertanggung jawab dapat membantu mengurangi kasus ini. Platform media sosial harus terus mengembangkan dan memperbarui algoritma pendeteksi kebencian. Algoritma yang canggih dapat membantu mendeteksi perkataan yang mendorong kebencian secara otomatis, meskipun masih memerlukan campur tangan manusia untuk memastikan keakuratan dan keadilan. Penegakan kebijakan anti-kebencian yang tegas juga penting. Pengguna yang melanggar kebijakan ini harus dikenakan sanksi yang sesuai, seperti pemblokiran akun atau pelaporan kepada pihak yang berwajib jika diperlukan. Kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai dampak negatif ujaran kebencian dan pentingnya inklusi dan toleransi dapat membantu merubah sikap dan perilaku pengguna media sosial. Kerja sama dengan organisasi non-pemerintah yang berfokus pada hak asasi manusia dan anti-diskriminasi dapat membantu mengembangkan strategi dan inisiatif yang efektif untuk memerangi ujaran kebencian. Organisasi non-pemerintah seringkali mempunyai pengalaman dan keahlian yang berjasa dalam menangani permasalahan ini. Platform media sosial perlu menyediakan fitur pelaporan yang mudah diakses dan efektif sehingga pengguna dapat dengan cepat melaporkan konten kebencian. Tindak lanjut yang cepat dan transparan atas laporan-laporan ini juga penting agar pengguna merasa didukung dan dilindungi. Dengan memahami bagaimana bahasa dapat memengaruhi munculnya ujaran kebencian dan menerapkan strategi yang efektif, kita dapat mewujudkan lingkungan media sosial yang lebih aman dan inklusif. Mencegah dan prnanggulangan ujaran kebencian memerlukan kerja sama semua pihak, termasuk pengguna, penyedia platform, pemerintah, dan masyarakat luas.


Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS