Oleh : Afifa Dhia Sahda
( Mahasiswa Sastra Minangkabau Universitas Andalas )
A.
Sako
Dalam adat Minangkabau Sako mengandung arti yaitu berupa
harta kekayaan yang tak berwujud atau harta kekayaan yang immaterial yang biasa
disebut di Minangkabau adalah pusaka kebesaran. Harta kekayaan yang immaterial
yang sering dikenal dengan pusaka kebesaran yaitu seperti :
1.
Gelar penghulu
2.
Garis keturunan ibu
3.
Gelar bapak ( gelar seorang bapak yang
diturunkan kepada anaknya di daerah Pariaman itu gelar nya dapat berupa Sidi,
Bagindo, Sutan)
4.
Hukum adat Minangkabau beserta pepatah petitih Minangkabau
5.
Adat sopan santun dan tata krama
Sako merupakan kekayaan tanpa wujud yang diwariskan secara
turun temurun diantaranya :
1)
Gelar penghulu yang diwariskan kepada kemenakan
laki-laki
2)
Garis keturunan yang diwariskan secara turun
temurun kepada anak perempuan
3)
Hukum adat, sopan santun, tata krama, beserta
pepatah petitih yang diwariskan kepada semua anak kemenakan dalam nagari,
selingkuh adat Minangkabau.
Sako memegang peranan penting yang dapat menentukan dalam
hidup dan kehidupan masyarakat Minangkabau. Seperti halnya yang dapat kita
lihat di daerah Minangkabau dimana dalam pengangkatan atau pendirian gelar
penghulu banyak menggunakan uang dan juga tenaga hal itu dilakukan masyarakat
dikarenakan hendak membangkit batang terendam Sako yang belum ada, dan sako
juga akan menjadi pegangan bagi kaum dalam pergaulan di masyarakat.
B.
Pusako (pusaka)
Pusako atau yang biasa disebut harta pusaka merupakan segala
kekayaan yang berwujud (materiil), yang akan diwariskan nantinya kepada anak
kemenakan. Pusaka adalah jaminan untuk kehidupan anak kemenakan di Minangkabau,
pusaka memiliki peranan sebagai penunjang kehidupan ekonomi di Minangkabau yang
makin lama makin berkurang. Harta pusaka merupakan alat pemersatu keluarga. Namun
lain halnya jika harta pusaka untuk hak bersama, tak jarang ditemukan konflik
perselisihan dan menjadi sengketa di dalam rumah gadang. Harta pusaka dapat
berupa sawah atau ladang, kolam ikan, pandan pakuburan, tanah Ulayat, rumah
gadang, balai, dan surau atau masjid.
Harta pusaka dibagi menjadi 2 macam yaitu :
1.
Harta Pusaka Tinggi
Harta pusaka tinggi yaitu segala
segala harta pusaka yang diwariskan secara turun temurun, bahkan dari orang tua
terdahulu seperti gelar mamak kepada kemenakan seperti pepatah data :
Biriek-biriek Tabang ka samak
Tibo di samak mancari makan
Dari niniak turun ka mamak
Dari mamak turun ka kamanakan
(Birik-birik terbang ke semak
Tiba di semak mencari makan
Dari nenek turun ke mamak
Dari mamak turun ke kemenakan)
Harta yang diterima sebagai
warisan dari ninik ke mamak, dari mamak ke kemenakan yaitu berupa harta cancang
letih galung taruko sendiri yaitu seperti sawah yang dibuat sendiri, ladang
yang ditebas atau dicangkul sendiri dan diberi pagar sebagai pembatasnya yang
dibuat diatas tanah yang bukan milik kaum, dan harta ini nantinya akan menjadi
milik kaum, sebab yang membuat telah dibesarkan dari hasil panen tanah kaumnya,
telah makan nasi dari sawah milik kaumnya. Harta Pusaka Tinggi menjadi
kepunyaan atau milik kaum secara bersama-sama.
Harta pusaka tinggi memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
a.
Tidak diketahui secara pasti asal usulnya
b.
Harta tersebut milik bersama oleh kaum yang
digunakan nantinya untuk kepentingan bersama
c.
Harta tersebut tidak dapat berpindah tangan keluar
kaum, kecuali memenuhi syarat-syarat yang telah dibuat dan disetujui oleh
seluruh anggota kaum.
Harta Pusaka Tinggi diawasi oleh
Mamak Kepala Waris dan dipelihara oleh
penghulu untuk kelangsungan hidup para kemenakannya anggota kaum.
2.
Harta Pusaka Rendah
Harta pusaka rendah adalah segala
harta hasil pencarian orang tua kita selama ikatan perkawinan ditambah pemberian
mamak kepada kemenakan dan hasil pencarian mamak itu sendiri. Harta pusaka
rendah merupakan sebuah cadangan dimasa depan untuk menambah harta pusaka
tinggi kaum. Harta pusaka rendah hanya berupa warisan yang baru yang diturunkan
untuk satu generasi saja yaitu berupa hasil pencarian yang diwariskan untuk
anak-anaknya dan kemenakan. Harta pencarian dapat dibedakan menjadi 2 bentuk
yaitu sebagai berikut :
a.
Hasil tambang besi : yaitu harta yang diperoleh
dari hasil teruko ( pembukaan lahan) dari tanah Ulayat kaum.hasil yang didapat
nantinya adalah untuk orang yang manaruko atau membuka lahan bentuk dari haknya
yaitu ganggam bauntuak
b.
Hasil tambang emas : yaitu harta yang diperoleh
dengan cara membeli dipegang gadai dimana uang adalah uang yang berasal dari
usaha sendiri.
Dalam garis adat apabila seorang
ayah meninggal maka harta pusaka rendah akan dibagi dua antara kaum bapak dan pihak
yang menyelenggarakan yaitu istri atau anak, hal ini dikarenakan yang mencari
itu merupakan milik kaumnya. Namun setelah adanya kesepakatan ninik mamak
dengan kaum paderi melahirkan sebuah filosofi yaitu :
Adat basandi Syarak , syarak
basandi kitabullah
( Adat bersendikan syarak atau
agama, syarak bersendikan kitabullah atau Al-Qur’an )
Hal ini sudah diatur dalam hukum
Islam yaitu apabila seorang ayah meninggal maka harta pencariannya jatuh kepada
anak-anaknya beserta ahli warisnya, dan harta pusaka tinggi diatur menurut
hukum adat Minangkabau.
Kesimpulan yang didapat dari penjelasan diatas adalah Sako
merupakan harta kekayaan orang Minangkabau yang tidak berwujud, harta tersebut berupa
pusaka kebesaran yang diwariskan secara turun temurun dari orang-orang tua
sebelumnya. Sedangkan harta pusaka yaitu harta yang memiliki wujud yang
diwariskan kepada anak kemenakannya harta tersebut dapat berupa sawah atau
ladang, kolam ikan, pandan pakuburan, tanah Ulayat, rumah gadang, balai, surau
atau masjid.
0 Comments