Penulis : Habby
Ricsi Putra Prawira
Mahasiswa
Universitas Andalas
Persoalan hak asasi
manusia (HAM) di Indonesia telah menjadi tema utama dalam per- bincangan
kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Embrio HAM di Indonesia sudah tersemai
sejak Orde Baru masih berkuasa. Pada tahun 1993, Presiden Soeharto mengeluarkan
Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia tanggal 7 Juni 1993. Pada awal keberadaannya, Komnas HAM telah berani
melakukan sejumlah gebrakan yang luar biasa.
Senafas dengan
berakhirnya kekuasaan Orde Baru pada 1998 dan lahirnya era reformasi, posisi
Komnas HAM semakin menguat setelah keluar Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang HAM. UU ini menetapkan keberadaantujuan, fungsi, keanggotaan, asas,
kelengkapan, serta tugas dan wewenang Komnas HAM. HAM yang terpenting, salah
satunya, di dalam kehidupan ber- bangsa dan bernegara di Indonesia adalah hak
atas kebebasan ber- agama dan berkeyakinan (KBB). Kebebasan beragama sejak saat
itu sampai kini terus menjadi perdebatan yang dinamis. Perdebatan muncul karena
bagi sebagian kelompok HAM dianggap berwatak liberal yang cenderung
mengedepankan hak-hak individu daripada hak kelompok. Watak seperti itu bagi
sebagian kelompok dinilai tidak sesuai dengan budaya dan nilai-nilai budaya
Timur yang kolektif. Tapi, sebagian masyarakat yang lan menilai ide KBB dalam
konteks HAM adalah tepat untuk diterapkan di Indonesia yang masyarakatnya
memiliki agama dan kepercayaan yang beragam. HAM dinilai dapat membantu
mencegah terjadinya tindakan represif dari kelompok agama dan berkeyakinan yang
mayoritas kepada yang minoritas.
Sejatinya
perdebatan tentang tepat tidaknya penerapan KBB di Indonesia sudah harus
selesai ketika Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak
Sipil dan Politik, dan juga Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya. Apalagi konstitusi Indonesia telah menjamin setiapwarga negaranya
untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing- masing. Dan, masih banyak lagi
peraturan yang menjamin warga negara Indonesia untuk bebas memeluk agama atau
keyakinan tertentu.
Meskipun demikian,
dalam kehidupan nyata sehari-hari di masyarakat persoalan KBB masih terus
bermunculan. Banyak tema dalam ruang lingkup KBB yang masih terus
diperdebatkan, seperti: kebebasan memeluk agama, dan kebebasan berpindah agama.
Tapi yang akan yang akan di bahas yaitu tentang Hak Asasi Manusia terhadap
masyarakat papua. Seperti pada kasus:
1.
Peristiwa
Wasior, 2001
Pada bulan juni
2001 tanggal 13 terdapat penyerbuan terhadap brimob polda papua kepada warga
desa wanoboi, wasior. Penyerbuan itu terjadi karena dibunuhnya lima anggota
brimob dan satu orang sipil. Kejadian ini dianggap mengingkari kesepakatan yang
dibuat untuk masyarakat. Aksi masyarakat ini dibalas oleh perusahaan dengan
mendatangkan Brimob untuk melakukan tekanan terhadap masyarakat. Masyarakat
lantai mengeluhkan mengenai perilaku perusahaan dan Brimob ini lantas disikapi
oleh kelompok TPN/OPM dengan kekerasan. Saat PT VPP tetap tidak menghiraukan
tuntutan masyarakat untuk memberikan pembayaran pada saat pengapalan kayu,
kelompok TPN/OPM menyerang sehingga menewaskan lima orang anggota Brimob dan
seorang karyawan perusahaan PT VPP serta membawa kabur enam pucuk senjata milik
anggota Brimob bersama peluru dan magazennya.Saat aparat setempat melakukan
pencarian pelaku, terjadi tindak kekerasan berupa penyiksaan, pembunuhan,
penghilangan secara paksa hingga perampasan kemerdekaan di Wasior.Tercatat
empat orang tewas, satu orang mengalami kekerasan seksual, lima orang hilang
dan 39 orang disiksa.
2.
Peristiwa
Paniai, 2014
Kejadian ini
terjadi saat tengah malam pada tanggal 8 desember 2014, ketika di duga dua
oknum anggota TNI, yang di berhentikan oleh tiga remaja sipil. Tidak terima
ditahan, terduga anggota TNI tersebut kembali ke Markas TNI di Madi Kota, dan
kemudian mengajak beberapa anggota lainnya kembali ke Togokotu, tempat ketiga
remaja tersebut menghentikan mereka.Mereka pun kembali dan mengejar tiga remaja
tadi.Dua orang lari, satu lainnya dipukul hingga babak belur. Warga lalu
melarikan anak yang terluka tersebut ke rumah sakit.
Keeseokan paginya
warga Paniai berkumpul dan meminta aparat melakukan pertanggung jawaban
terhadap remaja yang dipukul.
Warga berkumpul di
lapangan Karel Gobay, namun sebelum dilakukan pembicaraan, aparat gabungan TNI
dan Polri sudah melakukan penembakan ke warga. Empat orang tewas ditempat, 13
orang terluka dilarikan ke rumah sakit. Satu orang akhirnya meninggal dalam
perawatan di rumah sakit Mahdi.
Dari peristiwa
tersebut dapat kita lihat bahwasannya keadaan di papua begitu mencekam,
seolah-olah masyarakat sipil dapat diduga sebagai kelompok separatis.
Pelanggran Hak Asasi Manusia di Papua memiliki ukuran ketengangan yang tinggi dan
terjadi sejak masa penyatuan papua.
Kebijakan
pemerintah
Kebijakan yang diambil oleh pemerintah mengenai adanya tindakan diskriminatif
tersebut secara tidak langsung berhubungan dengan UU OTSUS yang pada dasarnya
merupakan kebijakan yang menjanjikan dan komprehensif untuk penyelesaian
konflik di Tanah Papua. UU OTSUS ini dibicarakan dalam sidang Mahkamah
Konstitusi (MK) yang berupa pengujian Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
Bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua). Permohonan perkara Nomor 43/PUU- XX/2022
ini diajukan oleh E. Ramos Petege dan Yanuarius Mote (Arfana, 2022).
Sedangkan dengan
konflik bersenjata di tanah Papua, Menko Polhukam Mahfud MD (BBC Indonesia,
2021), menyatakan pemerintah Indonesia akan menempuh pendekatan baru dalam
menyelesaikan masalah keamanan di Papua, yaitu mengedepankan "operasi
teritorial" dan bukan "operasi tempur". Hal ini disampaikan
Mahfud MD (Syailendra, 2021) usai bertemu Panglima TNI yang baru, Jenderal
Andika Perkasa.
Pemerintah
Indonesia telah berusaha untuk memperkuat status dan identitas Papua. Namun,
hingga tahun 2022 masih banyak kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua.
Pemerintah Pusat Negara Indonesia dicap gagal membangun perdamaian dan
kemakmuran di Wilayah Papua. Hal ini membuat banyak orang Papua ingin
wilayahnya melepaskan diri dari NKRI.
0 Comments