Ticker

6/recent/ticker-posts

Kasus Korupsi E-KTP Kemendagri Merusak Sistem Birokrasi Indonesia

 



 

Oleh : Arif Rahman H. E

Mahsiswa Ilmu Politik Unand

Birokrasi merupakan suatu kata yang sering kita dengar dan sangat identik dengan kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari. Setiap waktu pembahasan tentang birokrasi ini menjadi suatu hal yang sangat menarik, karena setiap saat birokrasi akan selalu mengalami proses perubahan dan dinamika dalam berorganisasi, sehingga kehidupan birokrasi tidak akan pernah usai. Pengertian birokrasi adalah komponen dalam sebuah sistem pemerintahan yang sangat berperan penting dalam mejalankan segala bentuk tugas dan fungsi negara. Birokrasi juga diartikan sebagai pelaksana dari semua tugas pemerintah termasuk dalam kegiatan pelayanan publik kepada setiap masyarakat. Maka disini dapat dijelaskan Pemerintah dan birokrasi memiliki hubungan yang saling membutuhkan antara satu sama lain. Pemerintah tidak akan bisa menjalankan tugas dan fungsinya tanpa adanya peran dari birokrasi, begitupun juga sebaliknya birokrasi juga tidak akan bisa bekerja tanpa adanya peran Pemerintah. Semua fungsi pemerintahan bisa terlaksana dengan baik jika pihak pemerintah (politisi) dan birokrasi memiliki kesatuan pandangan visi dan misi tentang bagaimana strategi bersama yang harus dilakukan untuk mewujudkan ekosistem pemerintahan yang bersih dan berprestasi. Kolaborasi yang baik antara politisi dan birokrasi sangat diperlukan, supaya terjadi keseimbangan dalam pelaksanaan roda pemerintahan.

Politisi dan birokrasi merupakan komponen yang sangat penting dalam suatu aspek negara. Jika kedua komponen tersebut bisa berjalan bersama otomatis tujuan negara Indonesia bisa tercapai dengan baik. Akan tetapi, fakta yang kita temukan dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan bahwa masih dominannya peran politisi terhadap pihak birokrasi. Politisi banyak menjadikan para birokrat sebagai alat untuk menambang kekayaan sebanyak- banyaknya. Birokrat dimanfaatkan sebagai sarana para politisi untuk mencapai segala misi dan tujuan politiknya. Memanfaatkan birokrat untuk kepentingan pribadi dari politisi merupakan hal yang wajar terjadi di Indonesia. Hal tersebut rupanya telah terjadi dari masa orde baru sampai masa reformasi sat ini. Seolah-olah birokrat selalu bekerja dibawah bayangbayang seorang politisi. Ketidak bebasan yang dialami oleh birokrat membuat peran dan kinerja birokrasi tidak mengalami kemajuan pada saat ini. Tidak netralitasnya birokrat dalam menjalankan tugasnya dan lebih banyak berpihak kepada politisi atau pihak penguasa merupakan bukti telah terjadinya penyakit birokrasi atau patologi birokrasi di Indonesia.

Bagaimanapun Patologi tidak akan bisa dipisahkan dengan birokrat. Patologi pasti akan selalu merekat dengan setiap birokrasi di Indonesia. Akan sangat sulit rasanya memisahkan Patologi dengan pelaksanaan birokrasi. Patologi menjadi kebiasan buruk yang menimbulkan penyakit, sehingga penyakit ini membesar dan mengancam pelaksanaan tugas pemerintahan. Selain contoh patologi birokrasi tadi yaitu berupa keberpihakkan birokrat terhadap politisi dan mengambaikan pelayanan terhadap masyarakat umum, masih banyak terdapat contoh patologi birokrasi lainnya. Contoh lainnya adalah maraknya kasus korupsi yang banyak menjerat kepala daerah dan para birokrat di Indonesia. Terjadinya tindakan korupsi politisi dan Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan bukti bahwa politisi dan birokrat adalah komponen yang sangat rawan terpapapar virus patologi birokrasi. Banyaknya kasus korupsi yang terjadi di lingkungan birokrasi menjadi peringatan untuk semua pihak supaya lebih fokus untuk memperhatikan lagi bagaimana pelaksanaan birokrasi.

Kasus korupsi yang sangat besar dan menjadi perhatian khusus bagi masyarakat Indonesia adalah kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik (E-KTP) untuk pengadaan tahun 2011-2012 yang pada lingkungan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Kasus korupsi E- KTP ini rupanya melibatkan para politisi dan birokrat di lingkungan administrasi Kementerian Dalam Negeri, salah satunya Sugiharto selaku pejabat pembuat komitmen

(PPK) Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, dan Irman selaku Dirjen

Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta Setya Novanto selaku Ketua DPR Republik Indonesia. Dilansir dari infromasi KPK bahwa kasus korupsi merugikan keuangan negara yaitu sebesarar Rp 2,314 triliun. Angka korupsi yang sangat besar dan fantastis ini sangat merugikan keuangan negara dan pelayanan masyarakat, sehingga akan berdampak kepada kebutuhan masyarakat terhadap KTP yang harus menunggu waktu yang sangat lama untuk mendapatkan blangko E-KTP. Kasus korupsi E-KTP ini menjadi bukti bahwa penyakit birokrasi di Indonesia masih sangat marak terjadi. Birokrasi dan politisi melakukan tindakan penyelewengan kekuasaan yang merugikan kepentingan umum demi untuk memenuhi hasrat kebutuhan pribadi atau golongan kelompoknya. Kasus tersebut juga menjadi bukti bahwa kekuasan akan selalu dibayang-bayangi oleh tindakan atau aksi yang korup.

Penyelewengan kasus korupsi E-KTP juga sangat mencederai nilai-nilai pelaksanaan birokrasi di Indonesia. Dengan adanya kasus korupsi ini otomatis akan merusak sistem yang ada dalam birokrasi tersebut. Kepentingan dan tanggung jawab yang ditumpangkan oleh masyarakat kepada politisi dan birokrat tersebut untuk mengurusi dan melaksanakan tugas pemerintahan terlaksana secara buruk dan merugikan kepentingan masyarakat umum.

Masyarakat akan mersakan keekcewaan dengan dikorupsinya dan tidak berjalannya fungsi dan tugas pemerintahan dan birokrasi yang semestinya. Tindakan korupsi E-KTP ini menjadi bahan evaluasi untuk semua pihak agar menaruh perhatian khusus terhadap Reformasi Birokrasi di Indonesia. Adanya kasus tersebut menjadi pembelajaran agar peningkatan Reformasi Birokrasi di Indonesia harus menjadi fokus bersama. Reformasi birokrasi sangat diperlukan agar terciptanya perubahan yang mendasar dalam tubuh birokrasi, sehingga kita nantinya tidak menemukan penyakit-penyakit birokrasi yang selalu menyerang sistem birokrasi Indonesia. Semoga dengan adanya reformasi birokrasi yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi mejadi tolak ukur perubahan sistem birokrasi di Indonesia menjadi lebih baik. Dimana kita tidak lagi merasakan birokrasi yang gemuk dan lama tapi juga tidak berfungsi semestinya, tetapi nantinya kita bisa merasakan birokrasi yang ramping dan bekerja dengan menjalankan fungsinya dengan baik.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS