Oleh
Khairunnisa Fadillah
Mahasiswa
Ilmu Politik Universitas Andalas
Maraknya berita hoax yang tersebar di
berbagai platform digital cukup meresahkan akhir-akhir ini. Hal ini merupakan
ancaman yang cukup serius bagi kondisi negara Indonesia pada saat ini. Hal ini
tidak hanya mempengaruhi pikiran khalayak mengenai suatu hal, namun juga dapat
memicu kebencian, munculnya ketidakstabilan sosial, perpecahan,brusaknya sistem
demokrasi negri, hingga merugikan reputasi individu, organisasi, maupun
pemerintahan.
Hoax merupakan istilah lain dari berita
bohong, dimana berita yang sebenarnya palsu dibuat seolah-olah adalah berita
yang sebenarnya. Berbeda dengan prank ataupun rumor, hal ini memiliki tujuan
agar masyarakat tidak merasa aman dan kebingungan. Celah ini digunakan oleh
para unknown pembuat hoax sebagai jalan pencapaian tujuan niat awal dibuatnya
berita tersebut.
Perkembangan teknologi dan informasi saat
ini yang tak dapat dihindarkan merupakan faktor utama penyebaran berita hoax.
Herannya, masyarakat Indonesia cenderung lebih suka berita yang penuh sensasi
dengan konten provokatif didalamnya. Ditambah lagi rendahnya minat literasi dan
kurangnya kecakapan masyarakat dalam memilah berita mana yang kiranya benar dan
tidak. Sikap inilah yang menjadi pembuka jalan pihak tidak bertanggung jawab
dalam mencapai keuntungan pribadi.
Dikutip dari kominfo.go.id , pada tahun
2023, Kominfo menangani sebanyak 12.547 berita hoaks. Dimana peringkat
tertinggi diduduki oleh berita hoaks di bidang kesehatan, dan disusul dengan
berita mengenai kebijakan pemerintan dan diposisi ke tiga di isi oleh berita
yang membehas bidang politik. Jumlah tersebut jelas saja bukan jumlah yang
sedikit. Dibandingkan dengan data kasus penanganan berita hoaks di tahun 2022,
tahun 2023 memiliki 1.528 kasus lebih banyak.
Ketegasan hukum mengenai berita hoak telah
diatur dalam sisyem hukum indonesia menganai ‘berita bohong’. Ini diatur dalam
UU 1/2023 pasal 263-264 yang berbunyi:
1.
“Setiap
Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal
diketahuinya bahwa berita atau pemberitahuan tersebut bohong yang mengakibatkan
kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun
atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta.
2.
Setiap
Orang yang menyiarkan atau menyebarluaskan berita atau pemberitahuan padahal
patut diduga bahwa berita atau pemberitahuan tersebut adalah bohong yang dapat
mengakibatkan kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta.”
“Setiap orang yang menyiarkan
berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap sedangkan
diketahuinya atau patut diduga, bahwa berita demikian dapat mengakibatkan
kerusuhan di masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun
atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta.”
Sayangnya walau telah diatur dalam pasal tersebut, tidak semata dapat
menurunkan tingkat penyebarannya. Seperti kasus terbaru mengenai perubahan
seragam sekolah yang sangat booming. Pada kasus tersebut, yang menjadi sasaran
adalah mendikbutristek yaitu Nadiem Makarim. Pada berita yang pertama kali
beredar dilaman facebook tersebut menybut bahwa Nadim Makarim akan mengganti
seragam sehabis lebaran. Pemberitaan mengenai hal ini langsung tersebar hingga
lintas platform dan menjadi perbincangan cukup panas. Namun, tidak
kemendikbudristek langsung membentah berita itu dan menyatakan bahwa tidak ada
perubahan apapun pada seragam sekolah negri. Hal mengenai seragam sekolah tetap
berdasarkan pada permendikbudristek nomor 50 tahun 2022 sehingga tidak
mengharuskan untuk membeli seragam baru.
Sumber:
https://www.instagram.com/p/C5vA5AxSV9T/?igsh=MW15aHpzY24yMGRyMA==
0 Comments