Pemboikotan Produk
Pro-Israel dari Kacamata Jejak Ekologis
Perseteruan
di tanah Palestina telah menyeret banyak perhatian semua kalangan masyarakat
dan banyak mengundang empati dari seluruh penjuru dunia dalam beberapa dekade
terakhir. Pemboikotan produk terafiliasi dengan Israel menjadi marak di
Indonesia setelah keluarnya fatwa MUI no.83 tahun 2023. Bahkan sebelum rilisnya
Fatwa MUI tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina tersebut,
pemboikotan sudah terjadi di beberapa lapisan masyarakat Pro-Palestina.
Meskipun permasalahan pemboikotan ini menuai banyak pro-kontra terutama di
bidang ekonomi, namun dari segi jejak ekologis aksi pemboikotan ini sangat
‘bermanfaat’ bagi kesehatan bumi kita.
Aksi
genosida yang dilakukan oleh Israel sebenarnya sudah ‘memperpendek’ umur dari
bumi yang kita tinggali. Gerakan pemboikotan produk terafiliasi Israel ini
dipandang ‘meringankan’ penderitaan bumi secara perlahan namun pasti. Yang mana
jika gerakan pemboikotan ini digalakkan secara stabil dan kontinu, tentunya
akan sangat berdampak pada pemasukan bagi militan Israel maupun kesehatan bumi.
Bahkan dikutip dari CNBC kerugian akibat boikot yang diterima Israel mencapai
11,5 miliar dollar atau sekitar 177,91 triliun rupiah. Secara sederhana, jejak
ekologis adalah suatu ukuran untuk menghitung seberapa besar dampak yang
ditimbulkan oleh manusia kepada bumi dalam menggunakan sumber daya alam.
Orang
desa yang biasanya memenuhi kebutuhan hidupnya dari berkebun di dekat rumahnya
berarti memiliki jejak ekologis yang kecil. Mereka tidak mengonsumsi caviar
yang harus didatangkan dulu dari Amerika sana dan membayar mahal untuk sekaleng
kecil telur ikan sturgeon. Sementara orang kaya, mereka rela membeli caviar
yang datang jauh dari Amerika sana dan mungkin dari segi nilai gizi, sekaleng
kecil caviar tidak mampu memenuhi kebutuhan protein yang cukup dibandingkan
dengan 1 ekor ikan sturgeon dewasa. Bayangkan biaya yang dikeluarkan untuk
hanya mengekspor sekaleng caviar ke Indonesia, polusi yang dihasilkan dari
kendaraan yang mengangkutnya dan lahan yang digali hingga ke perut bumi untuk
mendapatkan logam tertentu untuk sekaleng caviar. Artinya jejak ekologis orang
kaya ini tidak hanya di Indonesia tapi melebar jauh ke Amerika, sehingga jejak
ekologisnya menjadi sangat besar.
Jejak
ekologis tidak hanya sebatas pangan, namun juga sandang, papan, transportasi
dan aspek kebutuhan hidup lainnya. Interpretasi lebih lanjut dari jejak
ekologis ini adalah, orang desa mungkin hanya butuh sekitar 0,0003% dari bumi
untuk dapat hidup dan tentunya ini menunjukkan kerusakan yang ditimbulkan
kepada bumi juga sangat minim. Namun, orang kaya mungkin butuh 50% bumi agar
dapat hidup karena jejak ekologisnya sangat besar. Bisa saja furniturnya
berasal dari kayu hutan Amazon, bajunya berasal dari Perancis sana, belum lagi
jika dia juga mengoleksi hewan eksotis secara ilegal. Dan ini bermakna bisa
saja 1 orang kaya tidak cukup 1 bumi untuk dirinya sendiri dan mungkin 2 atau
lebih bumi yang ia butuhkan untuk hidup. Bayangkan berapa kerusakan yang ditimbulkan
untuk bumi dari satu orang saja. Ini sama saja artinya 1 orang dapat
menyebabkan kerusakan apda bumi 2x lipat atau mungkin lebih.
Namun
dari satu orang ini juga dapat membawa perubahan yang baik, salah satunay aksi
boikot produk pro-Israel ini. Sejatinya aksi boikot produk ini sama saja dengan
mengurangi penggunaan dan konsumsi terhadap beberapa produk tertentu bukan?
Bayangkan berapa emisi karbon yang berkurang dari transportasi kendaraan dan
pabrik akibat pemboikotan produk tadi. Hal ini berarti mungkin jika boikot ini
terus berlanjut, akan ada banyak cadangan sumber energi minyak bumi dan
batubara untuk beberapa tahun kedepan. Udara di bumi juga akan menjadi lebih
bersih, dan pemanasan global yang kita rasakan dekade terakhir mungkin akan
berkurang. Tidak sampai disitu, lahan alami yang terancam akan dibuka untuk
tambang logam untuk kemasan produk tadi mungkin juga tidak akan terealisasi.
Usaha boikot tidak selamanya menjadi suatu kegiatan dengan stigma negatif.
Memboikot produk pro-Israel ternyata di banyak sisi yang lain kita
menyelamatkan bumi agar dapat ‘ditinggali’ sampai beberapa tahun kedepan oleh
anak-anak kita di masa depan.
Diatas
kita sudah memaparkan jejak ekologis yang bisa ditimbulkan oleh satu orang.
Nah, jika kita membahas jejak ekologis bangsa Israel mungkin kerusakan yang
ditimbulkan kepada bumi sudah mencapai beratus-ratus kali lipat. Bayangkan
berapa daerah yang terlibat hanya untuk membuat senjata bom? Bijih besinya bisa
saja berasal dari salah satu tambang di Indonesia, dan bahan-bahan lain dari
daerah lainnya. Daerah jejak ekologis orang Israel ternyata bisa saja meluas
sampai ke Indonesia dan ke daerah-daerah lain di dunia, hanya untuk membuat 1
buah bom. Diliput dari Earth.org berdasarkan statistik kerusakan yang paling
berdampak pada bumi adalah emisi karbon dan penggalian tambang. Mendukung dan
masih menggunakan produk terafiliasi Israel berarti juga berkontribusi dan
bertanggung jawab terhadap kerusakan utama yang dirasakan oleh bumi.
Bom
yang diledakkan tersebut tentunya juga akan membuat tanah di sekitar daerah
ledakan menjadi tidak subur lagi akibat kontaminasi logam padat dan senyawa
kimia aktif yang digunakan untuk membuat bom tersebut. Tanah yang seharusnya dapat digunakan dan menjadi aset yang akan
diterima oleh anak kita di masa depan direnggut oleh tangan-tangan tidak
bertanggung jawab Israel. Pemboikotan produk terafiliasi Israel sama saja
dengan kita membatasi masuknya aliran dana yang akan digunakan Israel untuk
nmerusak bumi. Bayangkan akibat aksi boikot yang kita lakukan berapa buah bom
yang tidak lagi diproduksi dan berapa hektar tanah yang sudah kita selamatkan
dari ledakkan bom? Berapa buah senjata yang tidak lagi diekspor ke Israel dan
berapa banyak pabrik yang ‘beristirahat sementara’ untuk membiarkan bumi
menghirup udara yang bebas polusi?
Itu
baru contoh kecil dari sebuah bom, sebenarnya jika dilihat dari segi dampak,
pemboikotan produk pro-Israel sudah menyelamatkan bumi secara perlahan dari
titik kehancurannya. Aksi kecil yang kita lakukan sekarang mungkin tidak terasa
bagi kita. Namun bagi bumi, bagi generasi di masa depan perubahan kecil
tersebut akan sangat terasa bagi mereka. Pemboikotan produk pro-Israel ini
mungkin saja akan sulit diterima dan menimbulkan kontra serta banyak orang yang
diberhentikan dari pekerjaannya. Diberhentikan dari pekerjaan bukan berarti
tidak ada kesempatan untuk hidup lagi dan lapangan pekerjaan semakin berkurang.
Buktinya, kita masih bisa hidup meskipun terjadi pemboikotan produk pro-Israel
di Indonesia. Namun, apa jadinya jika kesempatan hidup tersebut tidak dirasakan
lagi oleh anak-anak kita di masa depan akibat bumi semakin mendekati titik
akhirnya?
Masih
belum terlambat untuk tidak mendukung dan menggunakan produk terafiliasi
Israel. Nyatanya, dengan pemboikotan produk pro-Israel di sisi lain sebenarnya
mengangkat produk buatan anak bangsa dan mengajak anak bangsa agar dapat
kreatif. Jika kita terpaku dengan statement pemboikotan mengurangi
lapangan pekerjaan, malah bahkan lapangan pekerjaan baru terbuka untuk
produk-produk lokal dan tentunya ini jauh lebih menguntungkan dan memberdayakan
masyarakat Indonesia. Bahan baku, sumber daya manusia dan mesin semuanya juga
berasal dari Indonesia. Bagi bumi, usaha lokal memiliki jejak ekologis yang
kecil dibandingkan dengan merk ternama dari luar yang kerusakan ditimbulkan
bagi bumi mungkin berkali kali lipat. Sudah saatnya kita menyelamatkan bumi,
dimulai dari tangan kita.
0 Comments