Ticker

6/recent/ticker-posts

Khazanah Islam Nusantara Pada Karakteristik Naskah Islam Indonesia Contoh Dari Zawiyah Tanoh Abee, Aceh Besar Oman Fathurahman


Oleh :

Aria Yoga Putra

Mahasiswa Universitas Andalas


Khazanah Islam adalah kekayaan budaya Islam atau hal-hal yang tersimpan dalam Islam. Islam Secara Etimologi : Islam berasal dari kata salima yang berarti selamat sentosa. Orang yang sudah masuk Islam disebut muslim, yaitu orang yang menyatakan dirinya telah taat, menyerahkan diri. “Berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, dan taat serta patuh kepada-Nya, dengan penuh ketundukan dan perendahan diri”. Naskah utamanya dijadikan kitab ajaran tapi sering mengandung catatan kehidupan sehari-hari dari pemilik naskah

Penulis dan penyalin naskah pada masa lalu sangat tidak mengharapkan terjadinya komersialisasi naskah untuk keperluan sesaat. Justru diharapkan terbentuk transmisi pengetahuan yang terkandung dalam naskah-naskah tersebut sehingga bisa digunakan untuk generasi-generasi selanjutnya seperti dalam naskah  nomor 56/50/Ts-8/TA/2006 berjudul hidayat al salikin fi suluk maslak al-muttaqin karangan al-palimbani yang inti dari coretan ini yaitu penulis mewakafkan tulisannya kepada pencari ilmu. Yang artinya generasi-generasi selanjutnya pasti akan mencari ilmu dan bisa menggunakan naskah dari penulis ini

Adanya perubahan pada naskah yang dilakukan oleh ahli waris, perubahan ini ditandai dengan adanya catatan sampul naskah pada naskah tersebut serta marginalia yang ada pada catatan sampul tersebut. Dengan adanya penanda tersebut, temuan penulis dari kajian ini yaitu sebagian besar naskah koleksi tanoh abee merupakan milik keluarga zawiyah tanoh abee atau bisa disebut wakaf dan titipan dari keluarga untuk generasi-generasi selanjutnya.

Beberapa catatan sampul mengindikasikan bahwa naskah koleksi telah mengalami kerusakan atau tidak lengkap lagi, seperti pada naskah tatabahasa arab nomor 191/744/Tb-61/TA/2006 berjudul al-misbah bi-awn al-fattah fi ilm al-nahw

Beberapa mengandung kekeliruan seperti dalam naskah nomor 120/124/Tf-9/TA/2006 berjudu tafsir al-khatib al-sharbini al-siraj al-munir yang inti dari naskahnya isi tafsir mulai dari surah al-isra sampai al-ankabut tapi aslinya sampai al-qasas Jumlah salinan naskah karya ulama luar aceh lebih banyak dari karya ulama aceh sendiri. Tradisi intelektual islam di aceh secara keseluruhan  bersifat neo-sufis

Contoh hal kajian atas karakteristik koleksi naskah Islam Nusantara yang terdapat di Zawiyah Tanoh Abee, mengingat masih banyak nya naskah Islam di berbagai koleksi lain, khususnya di lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional semisal Zawiyah/Dayah, pesantren, surau, pondok, atau koleksi pribadi, yang belum banyak mendapat perhatian, maka berbagai upaya penelusuran dan kajian atasnya akan sangat penting dilakukan.

Sejumlah hasil inventarisasi naskah nusantara yang pernah dilakukan sejak abad ke -19  telah menunjukan kekayaan dan keragaman khazanah tertulis nusantara yang sangat melimpah. Puluhan katalog yang mendaftarkan, mencatat dan memberikan naskah-naskah tulis tangan (manuscrip). Seiring dengan semakin intensifnya proses islamisasi, tradisi tulis di kalangan masyarakat nusantara semakin menemukan momentumnya. Sejak awal perdabannya, masyarakat muslim memang dikenal sangat dekat dengan tradisi teks. Tak berlebihan kiranya jika masyarakat muslim bisa disebut sebagai “masyarakat teks” di wilayah mana pun mereka berada (jabali 2009: 1-2). Kebutuhan para penganut agama islam terhadap bacaan teks al-quran dan hadis, serta berbagai tuturan penjelasannya dalam berbagai cabang keilmuan, seperti tafsir, fikih, tasawuf, tauhid, dan lain-lain, telah menciptakan sebuah perkembangan tradisi tulis yang sangat dahsyat dikalangan masyarakat muslim, tak terkecuali Muslim Nusantara.

Kini, sebagai buah dari budaya tulis tersebut, wilayah Nusantara mewarisi khazanah naskah tulisan tangan yang tak terkira jumlahnya, dalam beragam bahasa dan aksara, tidak hanya naskah yang berkaitan dengan agama, melainkan juga budaya, adat istiadat, sastra, ekonomi, filsafat, dan bahkan hal yang menyangkut kehidupan ‘remeh temeh’, seperti catatan hutang, catatan kematian.

Naskah dan islam di Asia Tenggara

Kekayaan naskah Nusantara, terutama yang isinya bersifat keilmuan, merupakan buah dari ‘kegelisahan intelektual’ para cerdik cendekia masa lalu yang ingin mengungkapkan fikirannya tentang berbagai hal yang mereka anggap perlu. Sebagian yang tertuang di dalamnya merupakan ‘local genius’ yang muncul sebagai gagasan kreatif dari para penulis naskah tersebut, dan sebagian lagi merupakan hasil penerjemahan atas gagasan- gagasan dari luar, yang kemudian dibungkus dalam konteks lokal.

Sebagai salah satu pusat berkembangannya tradisi tulis di Nusantara pada masa lalu, Aceh telah mewariskan khazanah naskah yang sedemikian kaya. Puluhan ribu naskah dipastikan terdapat di, atau berasal dari wilayah Utara Sumatra yang dikenal sebagai Tanah Rencong ini. Sebagian naskah-naskah Aceh tersebut masih dapat dijumpai di wilayah asalnya, baik yang tersimpan di lembaga-lembaga maupun di masyarakat, dan sebagian lagi telah tersebar di sejumlah perpustakaan di luar Aceh.

Sejauh menyangkut naskah aceh ini, persentuhan tradisi tulis dengan proses islamisasi yang terjadi pada masa yang sangat awal di Aceh juga telah membentuk karakteristik dan kekhasanya. Khazanah naskah Aceh menjadi sangat kenatl dan cendrung identik dengan khazanah keislaman, terutama karena banyaknya naskah-naskah keagamaan karangan para penulis yang notabene adalah tokoh agama atau ulama terkemuka pada masanya.

Zawiyah Tanoh Abee didirikan dan dikembangkan oleh keluarga dan keturunan syekh fayrus al-baghdady, seorang ulama asal baghdad yang tiba dan menetap di Aceh pada paruh pertama abad ke -17 atau sekitar tahun 1627 M. Pada masa sultan iskandar muda(1607-1636). Albaghdady menjabat sebagai qadi Malik Al-Adil. Secara bahasa, kata zawiyah, seperti dinukilkan dari kamus “Lisan al-Arab”, merujuk kata zaiyah sebagai tempat yang terketak di Kota Basrah, Irak, tempat kelompok-kelompok sufi yang awal dibangun.

Dalam kamus lain seperti “Mu’jam al-Wasith”, disebutkan zawiyah diartikan dengan tempat penampungan bagi sufi dan kaum miskin. Ini sesuai dengan kebutuhan kaum sufi akan wadah untuk berkumpul seiring laju pesat perkembangan sufi di abad ke-8 hingga ke-13 Masehi. Penyebaran tarikat tersebut berpengaruh pula pada melonjaknya jumlah zawiyah di sebagian besar negara Muslim, bahkan di desa-desa terpencil sekalipun. Zawiyah memiliki bentuk-bentuk yang sangat beragam. Misalnya, ada zawiyah yang diidentikkan dengan makam orang suci. Bentuk bangunannya dapat berupa tembok setinggi beberapa desimeter hingga monumen yang megah.  Ini seperti makam suci orang Aljazair, Sidi Bu Madyan, Usuman, dan Fodia di Negeria Utara, dan makam Dizhamuddin Auliya yang ada di Delhi, India.

Ada beberapa fungsi zawiyah yang telah berlaku sepanjang sejarah. Yang pertama ialah sebagai tempat beribadah. Zawiyah digunakan sebagaimana layaknya masjid tempat menunaikan shalat lima waktu dan seperti pondok tempat para pengikut tarekat tertentu untuk melakukan ritual zikir khusus di tarekat. Selain difungsikan untuk pelaksanaan ibadah, zawiyah juga dipakai dalam upacara pemakaman. Mulai dari prosesi memandikan jenazah hingga menshalatinya. Ini sesuai dengan kebutuhan kaum sufi akan wadah untuk berkumpul seiring laju pesat perkembangan sufi di abad ke-8 hingga ke-13 Masehi. Penyebaran tarikat tersebut berpengaruh pula pada melonjaknya jumlah zawiyah di sebagian besar negara Muslim, bahkan di desa-desa terpencil sekalipun.

Zawiyah memiliki bentuk-bentuk yang sangat beragam. Misalnya, ada zawiyah yang diidentikkan dengan makam orang suci. Bentuk bangunannya dapat berupa tembok setinggi beberapa desimeter hingga monumen yang megah.  Ini seperti makam suci orang Aljazair, Sidi Bu Madyan, Usuman, dan Fodia di Negeria Utara, dan makam Dizhamuddin Auliya yang ada di Delhi, India.

Ada beberapa fungsi zawiyah yang telah berlaku sepanjang sejarah. Yang pertama ialah sebagai tempat beribadah. Zawiyah digunakan sebagaimana layaknya masjid tempat menunaikan shalat lima waktu dan seperti pondok tempat para pengikut tarekat tertentu untuk melakukan ritual zikir khusus di tarekat. Selain difungsikan untuk pelaksanaan ibadah, zawiyah juga dipakai dalam upacara pemakaman. Mulai dari prosesi memandikan jenazah hingga menshalatinya.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS