Ticker

6/recent/ticker-posts

Menjadi Jawa’: Naskah Cina-Jawa


 ‘Menjadi Jawa’: Naskah Cina-Jawa


Oleh: Sri Handayani Mahasiswi Sastra Minangkabau Universitas Andalas

Kebudayaan Cina adalah salah satu kebudayaan kuat dari luar yang mempengaruhi pengaruh nyata dalam perubahan dan penambahan budaya Jawa. kebudayaan Cina terbentuk di daerah-daerah di sepanjang Huang ho (sungai kuning), melalui suatu osmosis yang sedikit demi sedikit meresap ke daerah selatan daratan Cina sampai akhirnya mencapai pantai. Yang kita saksikan dalam 10 abad masehi yang pertama adalah kelanjutan dari gejala itu ke daerah laut Cina Selatan.

 

Perkembanagan sastra jawa dipengaruhi oleh tujuan politik serta keagamaan dan pengaruh yang paling utama yaitu pergaulan antar bangsa. Kebudayaan Cina adalah salah satu kebudayaan kuat dari luar yang mempengaruhi pengaruh nyata dalam perubahan dan penambahan budaya Jawa. kebudayaan Cina terbentuk di daerah-daerah di sepanjang Huang ho (sungai kuning), melalui suatu osmosis yang sedikit demi sedikit meresap ke daerah selatan daratan Cina sampai akhirnya mencapai pantai. Yang kita saksikan dalam 10 abad masehi yang pertama adalah kelanjutan dari gejala itu ke daerah laut Cina Selatan.


Di Jawa, keberadaan etnis Cina terjadi sejak abad abad-abad yang lalu melalui jalur perdagangan dan agama. Sampai akhir abad ke-19 kebanyakan etnik Tionghoa di jawa berasal dari provinsi hokkian (fujian di Cina Selatan). Proses osmosis antara unsur-unsur kebudayaan Cina dan Jawa berlangsung sangat lama dan sebagian besar unsur Cina lembar daun berlebar dengan unsur-unsur lainnya. Oleh karena itu, sulit menelusuri sejarah kelompok-kelompok Cina yang pertama. Adanya laki-laki bangsa cina menikahi perempuan suku jawa(perempuan pribumi jawa). Tahun 1740 terjadi pembunuhan besar-besaran terhadap orang Cina di Batavia dan berdampak hingga Surakarta sampai Yogyakarta. Kondisi ini memunculkan kembali kecenderungan oleh Cina untuk memeluk agama Islam. Keluarga-keluarga pembesar Cina menerima kebudayaan Jawa dan senang mengoleksi topeng serta wayang kulit. adakalanya mereka hanya berbicara bahasa Jawa dan hanya sekali-sekali berusaha mempertahankan kesetiaan budaya leluhurnya.


Pemerintah Belanda memisahkan orang Cina secara yuridis dari penduduk pribumi lainnya. Jati diri mereka diperkuat sebagai anggota suatu kebudayaan yang berbeda. Luhan klenteng tumbuh selama beberapa dasawarsa, terutama selama masa guangxu( 1875 -1908). Klenteng tersebut berfungsi sebagai lambang identitas budaya dan merangkap sebagai tempat pertemuan atau klub (Dahana,2000; lembard, 1996;Onghokham,2005;Carey,2008).


Masyarakat yang kuat di Indonesia dibagi menjadi Tionghoa peternakan dan Tionghoa Totok. Kaum peternakan adalah mereka yang datang sebelum akhir abad ke-19, dan didominasikan oleh kaum pria. Tionghoa Toto adalah golongan yang datang kemudian dengan membawa keluarga. Mereka secara penuh menjadi kelompok eksklusif dalam masyarakat Indonesia. Tiongkok Toto ini disebut kelewat Cina untuk disebut sebagai orang Indonesia. Sementara golongan peternakan kelewat Indonesia untuk disebut sebagai orang Cina'. Secara sosiologis kedua golongan itu dapat dikategorikan sebagai golongan marginal.


Sekitar pertengahan abad ke-19, orang-orang keturunan Tionghoa yang menjadi pegawai Keraton diberi nama Jawa. Tahun 1814 kapiten Tan dijen sing (1760-1831) dari Yogyakarta, diberi nama Raden theominggueng setjodiningrat dan beragama Islam. Karakter tokoh ini menyulut kecemburuan dan para musuhnya sehingga muncul olok-olok untuk dirinya: Cina wurung, landa durung, Jawa tanggung. Dan dijen sing dengan bangga memandang dirinya sebagai produk three in one. Iya dikenal sebagai tokoh yang dekat dengan Keraton Yogyakarta sejak pemerintahan Raffles (Inggris) hingga pemerintah kolonial Belanda. (Onghokham,2005;werdoyo,1990)


Tidak semua orang Cina yang menetap di Jawa mempunyai minat berdagang. Banyak diantara mereka yang menjadi, pengurus usaha bangsawan Jawa, atau pachter(pengusaha tanah) pemerintah Belanda. Menurut sensus penduduk yang dilakukan oleh pejabat di Batavia atas 3431 kepala keluarga setelah pembantaian tahun 1740, diperoleh hasil bahwa 1442 berdagang (cooplieden en handlelast) , 935 bertani dan pekerjaan yang terkait ( landbpuwers,tuisners,kalk-en arakbranders), 128 bekerja di dalam produksi gula atau penebangan kayu (suikermaalders en houtkappers ), dan 326 menekuni seni kriya / pertukangan (ambachtslieden).Pada abad ke 18 merupakan tahap perkembangan masyarakat cina jawa mulai menikahi diantara mereka sendiri sampai berdirinya sekolah modern untuk masyarakat cina peternakan di batavia tahun 1900 yang didirikan oleh perkumpulan tionghoa hoa hwee koan (THHK).


Berbagai bentuk seni dan budaya di nusantara tidak pernah bagi pengaruh Cina, seperti gambang kromong,corak batik pekalongan/lasem, kuliner, kisah roman, dan lain sebagainya produk budaya atau sastra yang mereka hasilkan merupakan 'bentukan baru' dari hasil imigrasi pendahulu mereka beberapa ciri kehinaan masih dipertahankan dalam pembentukan baru ini misalnya dalam naskah Cina-Jawa mereka menciptakan aksara rekan Cina-Jawa untuk menulis nama-nama Tionghoa.


Kisah Sam kok(perang tiga negara) dan Sik Kwi cukup populer pada zamannya. Dalam laporan penelitian DWR mastuti yang berjudul description of chiness-javanese wayang kulit manuscripts in Berlin(2004) dan sastra Cina-Jawa: penelitian awal(pendataan, deskripsi naskah dan perekaman) (2006) disebut bahwa kedua kisah tersebut ditulis dalam bentuk tembang macapat lakon wayang cerita pendek, dan cerita bersambung. Naskah naskah Cina-Jawa yang mengisahkan sekjen kui ditemukan dalam berbagai judul seperti Li si bin, babad tong Tya,Klempakan cariyos Tionghoa,Babad Cina.


Naskah-naskah cina jawa tersebar di berbagai perpustakaan di dalam dan luar negri, serta milik masyarakat. Terdapat di fib ui, perpustakaan RI (jakarta) hingga museum-museum di indonesia. Kalau di luar negri terdapat di berlin serta paris.Naskah-naskah cina jawa tersebar di berbagai perpustakaan di dalam dan luar negri, serta milik masyarakat. Terdapat di fib ui, perpustakaan RI (jakarta) hingga museum-museum di indonesia. Kalau di luar negri terdapat di berlin serta paris. Sebagian besar naskah cina jawa sik ditulis di atas kertas HVS yang sudah berwarna kuning kecoklatan, tidak nampak adanya water mark pada mertas. Tinga untuk menulis berwarna hitam dan merah untuk rubrikasi pada dan pupuh. Secara umum ukuran kertas 34x21,5 cm, kolam teks berukuran 17x29 cm kecuali naskah-naskah koleksi berlin ditulis buku tulis bergaris bermacam ukuran. Beberapa naskah cina jawa memiliki sejumlah ilustrasi tokoh-tokoh cerita terutama naskah-naskah yang mengisahkan sik jin kwi.


Terdapat aksara swara dan aksara rekan cina jawa. Aksara jawa menjadi alsara yang di pergunakan secara luas di kalangan orang cina peranakan jawa pada sekitar tahun 1855-1900. Pada tahun 1800an tradisi tulis di pulau jawa nampaknya mengalami suatu peningkatan yang luar biasa. Aksara suara digunakan untuk menulis aksara vokal yang melambangkan bunyi berasal dari bahasa asing untuk memperjelas pelafalannya tidak dijadikan pasangan dapat djadiman sandhangan wignyan (h) layar (../….), dan cecak (..=….) berjumlah lima buah. Aksara rekan dipakai untuk menuliskan aksara konsonan  pada kata kata asing yang dipertahankan seperti aslinya.

Menjadi jawa adalah sebuah proses atau rangkaian tindakan-tindakan simbolis yang mengadopsi atau menggunakan simbol-simbol bermakna penanda kebudayaan jawa. Semakin banyak dan semakin kompleks simbol-simbol yang diadopsi apalagi dapat  memproduksi simbol-simbol jawa baru maka semakin tinggi derajat kejawan seseorang atau sekelompok.


Oleh: Sri Handayani Mahasiswi Sastra Minangkabau Universitas Andalas

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS