Ticker

6/recent/ticker-posts

Slogan “Membuang Sampah pada Tempatnya” Bukanlah Kebanggaan Tapi Masih Menjadi Masalah Bagi Lingkungan

 


Slogan “Membuang Sampah pada Tempatnya” Bukanlah Kebanggaan Tapi Masih menjadi Masalah bagi Lingkungan

Sampah sudah tak menjadi hal asing lagi bagi masyarakat di Indonesia. Sampah banyak ditemui di tengan-tengah masyarakat yang menyebabkan lingkungan menjadi tak bersih. Seperti yang diketahui dengan jelas bahwa sampah sangat merugikan lingkungan. Mulai dari pencemaran air, pencemaran udara, hingga pencemaran tanah yang membuat semua makhluk hidup yang ada di sekitarnya baik itu manusia, hewan, maupun tumbuhan terancam dan terganggu.

Pencemaran air sangat banyak ditemui di lingkungan. Masyarakat membuang sampah sembarangan ke laut ataupun sungai tanpa memikirikan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Masalah ini berasal dari masyarakat atau bahkan pada pelaku industri ilegal yang ada di Indonesia. Pabrik-pabrik industri dengan mudahnya membuang limbah pabriknya ke laut ataupun sungai. Pada pencemaran tanah, sampah-sampah mencemari tanah dan menyebabkan tanah tidak subur lagi untuk pertumbuhan. Hal ini dipicu oleh banyaknya sampah-sampah plastik yang sulit terurai oleh tanah bahkan dalam kurun waktu yang sangat lama. Kemudia pada pencemaran udara juga ikut terbawa-bawa. Banyaknya gas-gas emisi yang berasal dari pabrik industri, pembakaran, kendaraan, dan sebagainya yang senantiasa menemani udara dan membuat udara menjadi tak sehat serta menjadi gangguan untuk kesehatan. Mengapa hal ini bisa terjadi? Memang benar aturan untuk pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup sudah ada sejak lama, namun pelaku terus muncul karena adanya pembiaran.  Disini Pemerintah harus lebih menegakkan hukum lagi kepada pelaku-pelaku yang  merugikan lingkungan ini. 

Sampah ini menjadi masalah terbesar bagi masyarakat, apalagi di daerah perkotaan yang padat penduduk. Mengingat Indonesia sebagai negara berkembang yang padat dengan penduduk menjadi pemicu banyaknya sampah yang dihasilkan dari penduduk tiap harinya. Menurut data dari World Population Review menunjukkan bahwa Indonesia berhasil meraih peringkat keempat di dunia setelah Brazil sebagai penyumbang sampah plastik terbesar di dunia. Indonesia memiliki sampah plastik sebanyak 9,13 juta ton yang mencemari lingkungan dan sulit terurai. Permasalahan ini  tak kunjung ada titik penyelesaiannya bagi masyarakat. 

Menurut UUD 1945 pasal 28H ayat 1 telah dijelaskan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Dalam hal ini Pemerintah sudah membuat sebuah peraturan tentang hak dari setiap orang. Memang benar itu peraturan itu nyata adanya namun hal ini tidak seimbang antara hak dan kewajiban. Dimana  pihak yang berperan dalam permasalahan sampah ini tidak hanya dari pemerintah atau lembaga lingkungan hidup saja. Akan tetapi masyarakat sendiri juga ikut ambil peran dalam masalah ini. Peran masyarakat disini dimulai dari kesadaran diri dalam membuang sampah pada tempatnya. Maka dari itu Pemerintah ataupun lembaga yang berwenang bisa terbantu dalam mewujudkan hak dari warga negaranya. 

Di tengah-tengah masyarakat berbagai cara dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan sampah. Masyarakat dihimbau untuk membuang sampah pada tempatnya. Hal ini telah kita dapati dari jenjang pendidikan dasar bahwa dalam mencintai lingkungan salah satu yang harus kita lakukan adalah membuang sampah pada tempatnya. Kalimat persuasif ini memang tak salah hadir di dalam diri masyarakat. Namun dilihat dari status Indonesia dengan sampahnya saat ini, slogan itu sepertinya tak begitu membantu untuk mengembalikan lingkungan yang bersih dan sehat. Karena ketika masyarakat sudah membuang sampah pada tempatnya baik itu sampah organik maupun sampah non-organikpun maka masalahnya hanya terselesaikan di hulunya saja. Dalam artian bahwa akan mengundang masalah di hilirnya juga. Salah satu contohnya, ketika kita sudah membuang sampah pada tempatnya. Setelah itu petugas kebersihan akan mengangkut sampah itu dan membawanya ke bank sampah atau langsung ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Kegiatan ini biasnyanya sering terjadi di daerah perkotaan. Sementara itu masyarakat mengira bahwa lingkungannya sudah bersih dan sudah tercapainya slogan “membuang sampah pada tempatnya” tadi tanpa memikirkan masalah baru di hilirnya. 

 Sama-sama kita ketahui TPA yang ada di Indonesia sudah menjadi gunungan sampah yang tak terukur tingginya. Gunung-gunung sampah ini kapan saja bisa terjadi longsor dan mengalami peledakan karena tak kuat membendung banyaknya sampah yang datang. Sebagian besar masyarakat berasumsi bahwa  sudah ada kebijakan dari pemerintah atau lembaga lingkungan hidup seperti menggunakan metode open dumping, menguraikan, ataupun landfill dalam mengolah sampah yang ada di TPA. Fakta yang terjadi di lapangan pengelolaan sampah di Indonesia 69% berakhir di TPA, 7% didaur ulang, 32% ilegal dumping, dan sebagian besar dikelola secara open dumping. Apakah itu sudah bisa dikatakan maksimal? Jika sudah maksimal, tentu sudah sejak lama masalah itu dapat terselesaikan. Akan tetapi sampai saat ini semua tetap saja berjalan statis atau lambat. Hal ini memang sudah dilakukan, akan tetapi proses ini membutuhkan waktu yang sangat lama karena jumlah sampah yang meningkat tiap harinya. 

Suatu permasalahan tidak dapat diselesaikan hanya dengan sepihak saja. Begitupun dengan masalah sampah ini. Disamping Pemerintah atau lembaga lingkungan hidup yang sudah menegakkan peraturan, peran kesadaran individu haruslah lebih baik dalam penanganannya. Kesadaran akan lingkungan tidak hanya sebatas membuang sampah pada tempatnya saja, akan tetapi juga harus memikirkan pihak hilirnya. Maka dari itu masyarakat juga harus memulai untuk melakukan pengelolaan sampah secara mandiri. Yaitu dengan cara 3R (Reduce, Reuce, and Recycle). Pengelolaan dengan cara sedini mungkin harus cepat dilakukan. Misalnya di satu rumah melakukan pengolahan sampah ynag dihasilkannya dengan cara memisahkan antara sampah organik dan anorganik. Sampah organik diolah menjadi pupuk kompos karena mudah terurai, sedangkan sampah anorganik juga dapat digunakan kembali seperti dalam bentuk kerajinan, pernak-pernik dan sebagainya. Jika masih tetap ada sampah yang tersisa maka mungkin bisa dibuang ke bank sampah namun tentu saja sudah dalam jumlah yang sedikit. Karena menimbang di TPA juga sudah ada metode-metode pengolahan sampah yang cukup membantu. Hal inilah langkah yang baru bisa dikatakan “bijak dalam mengolah sampah” dan bangga membuang sampah pada tempatnya”.  

Oleh : Wahyu Afrizati 

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS