Ticker

6/recent/ticker-posts

Aesthetic Trend : Sekedar Romantisasi atau Bernilai Konservasi?

 

Penulis: Thania Valensia
Mahasiswa Biologi Universitas Andalas 

Pandemi COVID-19 yang terjadi selama beberapa tahun belakangan benar-benar menjungkirbalikkan keadaan. Mulai dari panic buying diikuti lockdown dimana-mana, aturan social distancing dan berbagai macam istilah baru seperti PPKM–yang terdiri atas beberapa kategori– kini tidak lagi asing di telinga. Saat itu, manusia begitu siaga seolah-olah akan menuju pada suatu kiamat besar.

Jika dulu kebanyakan aktivitas dikerjakankan diluar rumah, kini secara serentak kegiatan-kegiatan itu dilakukan dengan bantuan aplikasi. Tanpa pandang umur, pandemi menuntut kita untuk piawai dalam berteknologi. Konon, hal inilah yang dikenal sebagai WFH atau Work From Home.

Sayangnya bukan hanya sebulan dua bulan tapi situasi ini berlangsung lebih kurang dua tahun. Kebosanan melanda dan pertanyaan repetitif serupa “Mau ngapain lagi ya?” menunjukkan betapa jenuhnya mereka dengan kondisi yang tengah berlangsung. Demi mengisi waktu luang, banyak orang mencari alternatif baru agar dapat bersenang-senang. 

Berbagai hobi lama kembali bermunculan layaknya jamur di musim hujan. Mulai dari berkebun hingga memasak, mulai dari bermusik hingga berolahraga. Namun satu hal yang pasti, semua kegiatan itu didokumentasikan untuk dipamerkan di dunia maya. 

Tentu ada beragam motif  mengapa hal tersebut perlu untuk ditunjukkan dan diketahui oleh orang banyak. Entah untuk memeroleh cuan atau sekedar menunjukkan keahlian. Secara tidak sadar, kita semua terseret dan berlomba-lomba ‘menjelaskan’ bahwa hari yang kita lalui lebih menarik dibandingkan orang lain. 

Hanya hitungan waktu kemampuan editing banyak orang meningkat pesat. Semua content itu berseliweran di beranda sosial media. Tampilan yang ciamik ditambah musik pendukung dan efek yang sedap dipandang mata membuat khalayak ramai tergoda untuk melakukan hal yang sama. 

Berangkat dari sana muncul sebuat trend baru dikalangan anak muda yang disebut-sebut sebagai aesthetic. Ini tentu bukan sesuatu yang mengherankan sebab memang fitrahnya manusia menyukai hal-hal yang memiliki nilai estetika. Tak butuh waktu lama trend  ini menjalar sama cepatnya dengan sang virus penyebab pandemi.  

Diawal-awal trend  tersebut mendatangkan cemooh. Katanya, si asthetic ini tak ubah dengan anak indie yang gemar meromantisasi kehidupan. Senjalah, langitlah, lautlah, atau lah-lah lainnya. Julukan ‘si paling aesthetic’ disematkan pada mereka-mereka yang ikut mem-booming-kannya. 

Tapi tau tidak? Secara tidak sadar, trend aesthetic mengubah manusia menjadi lebih peka terhadap lingkungannya.Contohnya saja adalah kebiasaan membawa botol minuman. Sejak aturan social distancing ditetapkan, berbagai rumah makan dan warung-warung memilih untuk tutup. Orang-orang juga enggan untuk berlama-lama duduk di tempat umum karena takut terjangkit virus corona. Alhasil, kebiasaan baru kembali terbentuk. Kemana-mana kita bisa lihat banyak yang mulai menenteng botol minuman. Fenomena ini menjadi peluang para pedagang untuk menjual berbagai tumblr  lucu dengan pilihan warna yang beragam. Selain menarik perhatian pembeli, tujuannya lagi-lagi adalah agar dapat dipamerkan di sosial media. 

Dampak kasat mata dari kebiasaan membawa botol minuman tersebut yaitu penggunaan botol plastik menjadi berkurang. Walaupun kelihatan sepele, manfaat yang diberikan sebenarnya sangat besar. Bayangkan, jika ada seribu orang yang melakukan hal yang sama maka dalam satu hari maka akan ada seribu sampah plastik yang berhasil dikurangi. Lalu bagaimana jika ada sejuta orang? Ratusan juta? Atau mungkin milyaran? Wah, bumi sepertinya akan sangat berterimakasih pada pandemi. 

Tapi tunggu, itu adalah kondisi saat pandemi. Bagaimana dengan sekarang? Era yang disebut-sebut sebagai New normal. Dimana semua kegiatan manusia mulai kembali menggeliat dan aktivitas sudah dapat dilaksanakan lagi di luar rumah. 

Apakah trend itu masih berlaku? Atau ternyata kadarluwarsa? 

Eitss, tunggu. Ini kabar baiknya. Semua aesthetic trend itu tidak hilang sama sekali dan malah semakin meluas. Kini bukan hanya dalam bentuk video dan foto tapi juga merambah pada keseharian. Mulai dari baju yang katanya warna bumi atau earth tone, penggunaan sepeda yang mulai meningkat, lalu juga ada berbagai kegiatan go green yang banyak dilirik anak muda walaupun ujungnya tak jauh-jauh untuk bisa update di sosmed. 

Bak tak pernah kehabisan ide, manusia berkreasi sedemikian rupa. Contoh lainnya bisa dijumpai pada pemanfaatan barang bekas untuk membuat kerajinan yang punya nilai jual. Mungkin sebenarnya ide ini sudah ada dari dulu. Namun sekarang, berkat kemampuan IT yang juga meningkat di berbagai generasi, referensi menjadi lebih banyak dan promosi juga lebih mudah. Mulai dari membuat pot gantung, rak bunga, jam dinding, pernak-pernik, asesoris, hingga furniture. Semuanya berhasil bikin geleng-geleng kepala. 

Yang lebih kerennya lagi, banyak dari hal tersebut sebenarnya sudah termasuk bagian dari konservasi. Sesuai dengan prinsip learn, study, and use kita mempelajari, menggunakan, dan sedikit banyaknya membantu melestarikan serta mengurangi kerusakan yang ada. Hal-hal kecil seperti itu ibarat pisau bermata dua. Jika disepelekan menjadi bencana akbar jika dimanfaatkan menjadi keuntungan besar.

Pandemi mungkin adalah suatu mekanisme alami alam untuk memulihkan dirinya, walaupun cara ini tentu bukan sesuatu yang kita harapkan. Dari pandemi, bisa dikatakan bahwa aksi ‘save the earth‘ lewat aesthetic trend merupakan  salah satu dampak positifnya. Dari pandemi pulalah kita akhirnya belajar bahwa untuk menjaga bumi kita rupanya hanya perlu aksi. Tak selamanya harus berkorban besar. Cukup dimulai dari sesuatu yang kecil tapi dilakukan bersama-sama. Toh, siapa yang pernah menyangka trend yang mulanya bertujuan flexing dan having fun ternyata punya nilai penting dibaliknya. 

Agar aksi tersebut bisa berjalan tentu kita butuh peran dari setiap elemen masyarakat, terutama anak muda sebagai masa depan bangsa. Untuk membuat mereka mau ambil bagian dalam suatu hal kita hanya perlu membuat mereka tertarik. Saat sudah tertarik maka tanpa disuruh mereka akan mencari tau informasinya sendiri. Mereka akan menjadi teredukasi dengan cara yang tidak disangka-sangka. 

Jika hari ini trend  tadi masih menyala, maka kita tentu tidak tau kedepannya bagaimana. Yang jelas, kita berharap akan ada banyak cara-cara menyenangkan lainnya yang berdampak pada lingkungan. Andaikata, menunggu rasaya terlalu lama maka mari coba untuk menciptakan caranya. Mari membuat gerakan untuk menjaga bumi dengan cara yang kita sukai. 

Salam lestari! Salam konservasi!

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS