Ticker

6/recent/ticker-posts

EKSISTENSI SILEK SEBAGAI IDENTITAS MINANGKABAU



EKSISTENSI SILEK SEBAGAI IDENTITAS MINANGKABAU

Oleh :

Fajar Rizal Maulana


Silek Minangkabau yaitu seni beladiri yang dipunyai oleh masyarakat Minangkabau yang diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Masyarakat Minangkabau memiliki tabiat suka merantau semenjak beratus-ratus tahun yang lampau. Untuk merantau tentu saja mereka harus memiliki bekal yang cukup dalam menjaga diri dari hal-hal terburuk selama di perjalanan atau di rantau, misalnya diserang atau dirampok orang. Di samping sebagai bekal untuk merantau, silek penting untuk pertahanan nagari terhadap ancaman dari luar Jadi secara fungsinya silat dapat dibedakan menjadi dua yakni sebagai; 1.Panjago diri (pembelaan diri dari serangan musuh), dan kedua parik paga dalam nagari (sistem pertahanan negeri).

Datuak Suri Dirajo mewariskan silek kepada empat pasukan pengawal Sultan Sri Maharajo Dirajo. Pengawal-pengawal tersebut bernama Kuciang Siam, Harimau Campo, Kambiang Hutan, dan Anjiang Mualim. Kuciang Siam adalah seorang pengawal berasal dari kawasan Kucin- Cina (Siam), sekarang Thailand. Harimau Campo adalah seorang pengawal yang berasal dari kerajaan Campa, kawasan Kamboja dan Vietnam Selatan. Kambiang Hitam adalah seorang pengawal yang berasal dari kerajaan Khemer (Siamrep) di tepi Danau Tunlesap kawasan Utara Kamboja, dan Anjiang Mualim adalah seorang pengawal yang datang dari kawasan Persia atau Gujarat. Keempat pengawal ini sebetulnya sudah mempunyai keahlian bela diri dari masing-masing negerinya. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadilah perkawinan antara Silek Minangkabau dengan aliran bela diri yang dikuasai dan dibawa oleh setiap pengawal dari negeri asalnya itu. 

Umumnya, silek di Minangkabau disesuaikan dengan nama daerah atau tempat aliran silek itu berkembang, seperti Silek Kumango, Silek Lintau, Silek Sungai Patai, Silek Pangian, Silek Sitaralak, Silek Sugiridiek, Silek Luncua, Silek Koto Anau, Silek Sungai Pagu, Silek Sunua, Silek Pasisia, Silek Bayang, Silek Paninjauan, Silek Pauh, dan Silek Gunuang. Adapun nama aliran silek yang diambil dari alam adalah Silek Unggan, Silek Gayuang Salacuik, Silek Jantan dan Batino, Silek Balam, Silek Harimau, Silek Rantau, Silek Ulu Ambek, Silek Alang, Silek Sacabiak Kapan, Silek Natal Gajah Dorong, Silek Lamo Alif, Silek Buah Tarok, Silek Buayo Lalok, Silek Ilau.

Proses Belajar Silek (Proses Berguru) :

Jika seseorang berhasrat berupaya untuk bisa silek, maka dari itu beliau dapat datang sendiri atau kebanyakan diantar oleh kenalan, seperti bapak atau mamak (saudara laki-laki dari ibu) kepada seorang guru, jika di kalangan keluarga mereka tidak ada yang dapat memainkan permainan silat dengan adil. Setelah berbasa basi, nantinya si calon murid datang pada waktu yang ditentukan dengan membawa benda-benda tertentu Adapun syarat untuk berguru silek ini juga bervariasi, namun kebanyakan terdiri dari pisau, kain putih, lado kutu (cabe rawit), garam, gula, jarum jahit, kaca pantul, rokok, beras, uang, dan baju silat satu stel (Endong sapatagak. 

Beberapa contoh dari guna syarat-syarat yang dibawa itu adalah

sebagai berikut :

Kain putiah (kain putih) : pakaian murid itu adalah pakaian yang bersih, silek ini akan diproduksi menjadi pakaian untuk murid, merupakan pakaian yang bersih.

Pisau : setelah latihan ini, karenanya si murid tidak akan dilukai oleh pisau, karena memiliki ilmu setajam pisau.

Lado kutu (cawe rawit), garam dan gulo(gula) : ilmu silat ini memakai raso (rasa), karena makin bijak orang menerapkan sesuatu kebanyakan mereka tidak berpikir lagi, tapi menggunakan raso (perasaan). Contoh, berbakat masak, ia terkenal dengan jarang menimbang bahan-bahan yang mereka butuhkan, tapi tetap juga menghasilkan masakan yang enak dan khas, seperti itu juga silat nantinya pada tingkat yang bijak.

Endong sapatagak (Baju Silat satu Stel) : Untuk mengajar silat pada anak sasiannya (murid), seorang guru memerlukan pakaian silat yang bagus yang dapat dipakai selama melatih muridnya sampai selesai (Putuih Kaji), karenanya sudah adil dan sepantasnya untuk seorang murid untuk menyediakan seragam latihan untuk gurunya untuk melatih para muridnya, jangan sampai malah merepotkan guru yang akan menurunkan ilmunya untuk muridnya. 


Cara mengajar oleh seorang guru silek kepada muridnya dilakukan secara berjenjang. Dikatakan demikian, sebab seorang murid sasaran yang dianggap mampu melatih ia akan diberi kepercayaan untuk melatih adik-adik yang junior, tetapi latihan berjenjang hanya terbatas pada latihan-latihan pukulan dan gerakan-gerakan elak, sedangkan makna-makna yang terkandung di dalamnya tetap diberikan oleh guru tuo-nya. Dalam latihan, sekaligus akan diberikan berbagai nilai-nilai luhur yang berfungsi sebagai pegangan hidup. Dahulu silek benar-benar dipakai sebagai salah satu sarana pembentukan watak dan mental. Anak sasian akan merasa dirinya lemah dan tidak mengerti apabila mengikuti latihan silek pada sasaran yang lain. Dalam perkembangan terakhir ini, silek hanya dipakai sebagai olah tubuh dalam arti kesenian dan kadar ilmu bela dirinya cenderung sudah jauh berkurang.

Secara singkat, sistem pelatihan silek kepada anak didik memiliki empat tahap. Pada tahap pertama, yang dipelajari adalah batangnya. Pada tahap ini diajarkan cara melangkah dan cara menangkisnya. Bagaimana melakukan kuncian, melakukan sapuan, bagaimana sikap kalau terkunci dan bagaimana pula cara menjatuhkan dan lain sebagainya.

Tahap kedua, setelah mempelajari batang adalah mempelajari “hiduik salampih (hidup selapis)”. Pada tahap dipelajari gerakan antisipasi kalau serangan pertama ditangkis lawan, bagaimana melepas kuncian dan sekaligus melakukan serangan balasan atau balik mengunci. Pada tahap ini gerakan dasar yang dipelajari semula dipecah menjadi beberapa gerakan. Satu gerakan dasar dapat dipecah menjadi tidak kurang dari lima macam gerakan.

Pada tahap ketiga, adalah pelajaran “hiduik duo lampih (hidup dua lapis). Tahap ini belajar menangkis sekaligus melakukan serangan atau kuncian. Pada tahap ini sudah mulai tampak bentuk perkelahian dalam arti saling melakukan serangan dan kuncian. Bila semua pelajaran dari tahap pertama sampai tahap ketiga sudah dikuasai maka pada tahap keempat merupakan tahap pemantapan dari hasil latihan sebelumnya. Pada tahap ini seorang pesilek sudah bisa menggunakan segala macam gerak yang dalam aturan setempat bernama ”cancang talandeh jadi ukia” (semua gerakan dapat dilakukan asal tidak menyimpang dari hukum-hukum dasar). Dengan demikian, berarti dalam tahap ini seorang pasilek dituntut kreativitasnya untuk dapat mengembangkan dirinya. Di sinilah tingkat kepandaian pesilek akan berbeda satu sama lain. Bagi mereka yang mempunyai kreativitas yang tinggi maka ia akan lebih mampu mengembangkan hasil latihan secara maksimal.

Dalam masyarakat Minangkabau, silek mempunyai dua peranan. Pertama, silek sebagai seni bela diri dan dinamakan silek. Kedua, silek sebagai permainan yang dinamakan pancak. Pancak merupakan tangga atau satu tahapan awal dalam mempelajari silek. Para pasilek disebut dengan pandeka (pendekar), sedangkan pemain pancak disebut dengan anak sasian atau anak silek karena umumnya yang mempelajari pancak adalah remaja dan anak-anak. Seorang pandeka mempunyai etika, musuah indak dicari, jikok basuo pantang diilakkan ‘musuh tidak dicari kalau bertemu pantang dielakkan’

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS