Ticker

6/recent/ticker-posts

MENGENAL JENIS PUISI LAMA “BIDAL” DALAM KONTEKS BUDAYA MINANGKABAU


Oleh : Saskia Putri Nabilla Pekerjaan : Mahasiswa Sastra Minangkabau, Universitas Andalas




Bidal, umumnya hampir sama dengan peribahasa. Bidal menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia  adalah peribahasa atau pepatah yang mengandung nasihat, peringatan, sindiran dan sebagainya.  Kemudian menurut Kamus Linguistik (Kridalaksana, 2008: 35) dijelaskan bahwa bidal adalah peribahasa yang berupa kalimat tidak lengkap dan berisi nasihat atau pengajaran. Adapun ciri-ciri dari bidal ini adalah sebagai berikut :

- Bidal merupakan puisi lama yang secara tematik berisi nasihat, sindiran, kiasan dan sebagainya.

- Bidal biasanya berupa kalimat pendek yang penuh dengan makna kiasan.

- Bidal memiliki rima sebagai ciri khasnya.

- Bidal disusun atas kalimat-kalimat yang singkat dan memiliki makna yang padat.

- Kalimat-kalimat bidal bersifat metaforik, sehingga perlu pemahaman, kepekaan, dan keterampilan dalam menginterpretasi.

- Kalimat bidal mengandung aspek stilistika, bergaya dan berkias.

- Adapun isi atau kalimat di dalam bidal, biasanya berupa cerminan, pemberian petunjuk ataupun berisi pertentangan terhadap suatu peristiwa masyarakat.

- Bidal, umumnya dibuat untuk wadah menyampaikan pernyataan untuk mengekspresikan pikiran atau perasaan pencipta secara tidak langsung.

- Selain itu, bidal juga disimbolkan sebagai bentuk aksi.


Kemudian, selain ciri-ciri di atas, bidal juga memiliki beberapa fungsi dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya sebagai media berkomunikasi secara resmi maupun yang tidak resmi, sebagai media pendidikan, sebagai alat untuk mengkritik kelakuan seseorang atau sekelompok orang dalam masyarakat, sebagai kontrol sosial, sebagai media untuk menunjukkan betapa bijaknya seseorang dan luasnya ilmu pengetahuan yang dia miliki, dan masih banyak fungsi-fungsi lainnya. Dengan demikian, bidal yang lahir di dalam suatu masyarakat, merupakan suatu kekayaan budaya yang tentu saja telah terkontaminasi langsung dengan akar budaya masyarakat itu sendiri. Artinya, nasehat atau kritik yang lahir sehingga menjadi bidal, tentu saja berakar atau bermula dari pengaruh kehidupan yang ada di dalam masyarakatnya. Apabila hal itu terjadi, maka masing-masing dari masyarakat berbudaya itu, pasti memiliki ciri khas tersendiri mengenai hasil budaya mereka. Salah satunya yaitu etnik Minangkabau. Maka, bidal yang terlahir dalam budaya ini, akan dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat Minang. Adapun salah satu contoh bidal di Minangkabau adalah sebagai berikut :


Taimpik nak di ateh, takuruang nak di lua

(Terhimpit hendak di atas, terkurung hendak di luar)


Secara tematik, bentuk peribahasa ini dapat dikategorikan sebagai bentuk sikap licik, curang maupun tidak sportif. Orang yang ingin terhimpit di atas dan terkurung di luar berarti iya hanya ingin merasakan kemenangan tersediri untuk dirinya dan tidak mempedulikan orang lain. Hal ini juga dianggap menyatakan orang yang tidak ikhlas menerima keadaan yang tertekan, kekalahan, dan serba kekurangan. Orang tersebut dengan usaha yang tidak fair akan berusaha membalikkan keadaan, sehingga menjadi berada pada posisi atas sebagai pemenang atau penguasa. 


Contoh di atas juga termasuk ke dalam bentuk bidal, sebab kalimat yang digunakan ialah berupa kiasan, dimana pada penggalan kalimat pertama “taimpik nak di ateh” jelas merupakan kalimat kiasan yang hampir bermakna sindiran. Secara logika, jika sesuatu terhimpit, maka posisinya pasti di bawah, namun kalimat di atas menggambarkan bahwa terhimpit hendak di atas. Bisa kita pahami bahwa, seseorang yang dikatakan dalam kalimat tersebut justru ingin berada di posisi atas yang bisa dimaknakan sebagai wujud kemenangan. Sementara itu, dikalimat kedua “takuruang nak di lua” merupakan bentuk gambaran yang juga bermakna kebebasan bagi orang tersebut. Sehingga kalimat atau bidal ini, menjelaskan seseorang yang betul-betul ingin menang dan bebas untuk dirinya sendiri.


Selain contoh di atas, juga terdapat beberapa bidal lainnya, seperti sebagai berikut :

1. Adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah

( Adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah )

2. Ka pai tampek batanyo, ka pulang tampek babarito

( Hendak pergi tempat bertanya, hendak pulang tempat beberita )

3. Gadang pasak dari pado tiang

( Besar pasak dari pada tiang )

4. Bak karakok di ateh batu, iduik sagan mati ndak namuah

( Bagai kerakap di atas batu, hidup segan mati tak mau )

5. Murah di muluik, maha di timbangan

( Murah di mulut, mahal di timbangan )

6. Baguru ka palang aja, bak bungo kambang tak jadi

( Berguru ke palang ajar, bagai bunga kembang tak jadi )

7. Hancua badan dikanduang tanah, budi baiak takana juo

( Hancur badan dikandung tanah, budi baik terkenang jua )

8. Bak ilmu padi, makin barisi makin marunduak

( Seperti ilmu padi, makin berisi makin merunduk )

9. Kalah jadi abu, manang jadi arang

( Kalah jadi abu, menang jadi arang )

10. Gajah mati maninggakan gadiang, urang mati maninggakan namo

( Gajah mati meninggalkan gading, orang mati meninggalkan nama ).


Itulah beberapa contoh dari bidal yang terdapat dalam masyarakat Minangkabau. Melalui tulisan ini, diharapkan pembaca dapat mengetahui berbagai macam bidal yang ada di masyarakat tersebut. Selain menambah wawasan, pembaca juga diharapkan agar dapat mengeksiskan kembali peribahasa-peribahasa lama ini, sehingga dapat dipelajari dan dikenal lagi oleh generasi muda di era modern saat ini. Sebab, dapat dipastikan akibat pengaruh teknologi yang semakin hari semakin berkembang ini, pola perkembangan anak juga akan jauh dari persoalan budaya yang kita miliki. Maka dari itu, mari sama-sama kita pakai kembali nasihat-nasihat yang dikemas dalam bentuk puisi lama ini, agar masih dikenal hingga ke generesi-generasi selanjutnya.






Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS