Ticker

6/recent/ticker-posts

RUMAH GADANG SUKU NASUTION DI ALAM MINANGKABAU


Nama : Pinta Nirwana

Pekerjaan : Mahasiswa Universitas Andalas Jurusan Sastra Daerah Minangkabau


Ini ialah rumah gadang Suku Nasution yang terletak di Nagari Simpang Tonang, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatra Barat.

 

Nagari Simpang Tonang merupakan daerah teritorial etnis Minangkabau sebagai wilayah rantau. Migrasi etnis Mandailing dilakukan secara bergelombang. Tak ada yang mengetahui pasti kapan pertama kali etnis Mandailing bermigrasi membuka nagari ini. Terdapat perbedaan pendapat dalam penentuan sejarah terbentuknya daerah tersebut. Pendapat pertama menyatakan bahwa Nagari Simpang Tonang ialah tanah ulayat di bawah pimpinan pucuk adat Rajo Sontang, sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa Nagari Simpang Tonang di bawah kekuasaan Rajo Dubalang (Raja Gumanti Porang).

 

Berdasarkan catatan tarombo yang dimiliki oleh beberapa orang natoras/natobang di bagasan ampung Tarombo yang berjudul "Sejarah Asal Usul Nagari Simpang Tonang" yang dibuat dalam campuran Bahasa Mandailing, Minangkabau, dan Bahasa Indonesia dengan gaya bahasa serta ejaan lama dapat dijelaskan bahwa pada zaman dahulu kala tersebutlah sejarah mengenai Raja Pidoli Mandailing Godang yang bergelar Rajo Gumanti Porang. Dari hasil perkawinannya dengan istrinya yang bernama Mancuom Godang, beliau mempunyai tiga orang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Pada masa itu kerajaan Pidoli diserang oleh orang dari Padang Gelugur. Kemudian Rajo Gumanti Porang dan perangkat kerajaan meninggalkan daerah tersebut menuju tempat yang aman. Maka sampailah mereka ke Lubuk Aro Tarok (di daerah Rao sekarang). Mereka pun berkembang di sana. Di masa kepemimpinan Sutan Bandaharo dilakukankanlah suatu perundingan dengan segenap perangkat desa, anak, cucu beserta kemenakan. Mereka merasa

tidak enak terlalu lama menumpang di daerah

orang. Atas dasar kesepakatan yang telah diperoleh, akhirnya Sutan Bandaharo memerintahkan seorang yang gagah berani bernama Dubalang Sirah Dado untuk untuk mencari tanah yang luas dan belum dihuni orang lain.

 

Dubalang Sirah Dado memulai perjalanannya ke arah barat dari Sontang Panjang. Dari perjalanan naik bukit turun bukit tersebut, ia mendapatkan suatu daerah yang berada di antara dua buah sungai. Di sana ia mendirikan rumah tempat beristirahat. Kemudian melanjutkan kembali

perjalanannya tersebut. Perjalanan dimulainya dari Guo Balang Karau Pisang Hulu Air Papahan Tonang, terus ke Bahudo Kariong, lanjut ke Tinjawan Agam, lalu ke Puncak Gunung Kulabu, dan dari Bukit Tinjowan Koto Rajo hulu Air Tangharang, lalu ke Bukit Ulai dan terus kembali ke rumahnya.

 

Setelah menemukan wilayah tersebut, maka ia kembali ke Sontang Panjang untuk memberitahukan hal tersebut kepada Sutan Bandaharo. Sutan Bandaharo kemudian membawa perangkat kerajaan beserta anak cucu

kemenakannya untuk melihat daerah tersebut.

Mereka tinggal di rumah Dubalang Sirah Dado

yang dibangunnya saat itu. Setelah dinilainya

bahwa daerah tersebut layak dijadikan suatu

hunian, maka Dubalang Sirah Dado membawa

mereka dan menunjukkan bukit-bukit yang dilaluinya lebih dulu untuk dijadikan batas wilayah.

Kemudian di saat mereka menjelajah daerah

tersebut, mereka menemukan sebuah sungai yang airnya tenang, dari situlah asal kata "Simpang

Tonang" diambil.

 

Pada awal kedatangannya hanya ada dua marga saja yang terdapat di daerah tersebut. Marga Nasution dari pihak Sutan Bandaharo (sekarang dikenal dengan nama Raja Dubalang) dan marga Mais dari pihak Tompu Sereng (sekarang bergelar Saheto Gading). Tidak beberapa lama kemudian datang pula satu rombongan dari daerah Mandahiling bergelar sako Ajaran Tolang (sekarang bergelar Panghulu Mudo) bermarga

Lubis. Mereka mendiami Kampung Tolang Dolok.

Kemudian datang lagi rombongan lainnya dari

daerah Mandahiling juga bernama Raja Mondang

Tahi (marga Lubis) dengan temannya bernama

Malin Mancayo (marga Batubara).

 

Adapun orang-orang tersebut di atas

disebut “Induak nan Barampek”, turun temurun

sampai sekarang adalah:

 

1) Tompu Sereng gelar Saheto Gading sebagai manti; ujung lidah kapalo sambah, anak kunci bilik dalam.

 

2) Hajaran Tolang gelar Panghulu Mudo; nan akan mengambangkan Payung Rajo.

 

3) Rajo Mondang Tahi bergelar Sutan Parang; diakui sanak oleh Rajo.

 

4) Malin Mancayo gelar Gading Raja, nan mahatak manghidang nan kamangagiohkan.

 

Dengan demikian cukuplah syarat untuk mendirikan Nagari, yaitu: didiami oleh empat suku.

 

1) Raja Dubalang dengan suku Nasution.

 

2) Tompu Sereng dengan suku Mais dan Ajaran Tolang.

 

3) Raja Mondang Tahi dengan suku Lubis

 

4) Malin Mancayo dengan suku Batubara

 

Ada tanah ulayat, ada pandam pakuburan, dan ada sebuah pasar tempat berlangsungnya aktivitas perekonomian nagari. Selanjutnya datang pulalah kaum-kaum lain yang kemudian diberikan suatu kampung dan diangkat pulalah penghulunya. Adat yang dipakai di Nagari Simpang Tonang sesuai dengan adat Minangkabau, yakni "adat salingka nagari".

 

Berdasarkan uraian tarombo asal-usul terbentuknya Nagari Simpang Tonang tersebut,

maka dapat dipahami bahwasanya nenek moyang

Alak Pangtonang ialah para imigran yang berasal

dari Mandailing. Imigran tersebut datang secara

mengelompok dalam beberapa tahap. Para

pendatang tersebut berusaha untuk menjadi “Minang” dengan mengganti adat-istiadat yang

mereka bawa. Meskipun daerah ini termasuk

wilayah rantau Minangkabau, pada saat itu belum

ada penduduk yang menghuninya. Namun untuk saat ini penduduknya  sudah mulai padat, ada juga sebagian penduduknya  yang bersal dari luar contohnya datang dari pulau Jawa , daerah Sumatera Urata dan  lainnya. Namun kini seberapapun kedatangan dari daerah luar Sumatera namun daerah ini lebih dominan dengan orang Minang, dan membuat ini menjadi sebuah keunikan yaitu dimana disini orang Minang yang tinggal di daerah Pasaman  atau Nagari Simpang Tonang memilikan adat Minang namun sebagian ada yang memakai bahasa Mandailing atau Batak dan orang Minang disini memiliki suku Minang dan memilik marga yang marganya ada yang Nasution , Lubis , batu bara dan ada juga  marga lainnya. Dan khususnya untuk daerah kenagarian Simpang Tonang nagari ini menjunjung adat minang namun memakai bahasa mandailing atau batak memilik suku minang dan memilik marga. Dan marga Nasution disini  lebih dominan di Simpang Tonang karena dianggap orang yang pertama kali datang ke Simpang Tonang yaitu orang Sumatera Utara yang memiliki marga Nasution. Demikian asal usul nagari Simpang Tonang dan suku Nasution yang berada di daerah Minang kabau yang memilik adat Minangkabau dan memilik bahasa mandailing atau batak

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS