Ticker

6/recent/ticker-posts

KESENIAN BELA DIRI YANG ADA DI MINANGKABAU SALAH SATUNYA “SILEK”



Oleh : Racheal Rahayu Hendriyani

Jurusan Sastra Daerah Minangkabau


Silek atau bisa disebut sebagai silat Minangkabau dalam bahasa Indonesia adalah salah satu seni bela diri tradisional khas etnis Minangkabau yang berasal-usul dari wilayah Sumatra Barat di Indonesia. Secara asasnya, Silek pada mulanya berfungsi sebagai antisipasi pertahanan diri masyarakat Minangkabau untuk menjaga nagari bangso Minangkabau (Tanah Sumatera Barat) dari ancaman musuh yang bisa datang sewaktu-waktu. Pada perkembangannya, Silek bukan hanya berfungsi sebagai seni bela diri saja, namun juga dapat sebagai sarana hiburan, salah satu contohnya yakni Silek biasanya juga dapat dipadukan dengan drama tradisional khas Minangkabau yang dikenal sebagai Randai.

Silek Minangkabau atau silat Minangkabau merupakan seni olahraga bela diri yang tumbuh dan berkembang di wilayah Minangkabau sejak dahulu kala. Silek bagi anak Minang merupakan jati diri, yang melekat dalam keseharian mereka, terutama bagi kaum lelakinya. Tetapi bukan tabu bagi kaum perempuan, karena banyak perempuan Minang yang menguasai seni bela diri tersebut.

Dulu, seorang anak yang akan pergi merantau,terlebih dahulu mempelajari silek sampai matang. Hal itu dimaksudkan agar mereka bisa membela diri dari serangan para penyamun, atau melindungi kaum kerabatnya dari angkara murka.

Karena sifatnya untuk membela diri, maka ada aturan dalam silek untuk tidak menyerang bagian berbahaya dari tubuh lawan. Silek juga mengandung hikmah, kalau mereka yang menguasai silek dengan baik, mestinya memiliki kesabran yang tinggi.

Hal itu tercermin dalam langkah yang dimiliki pesilat, yaitu 3 langkah mundur, dan hanya 1 langkah maju. Artinya, seorang pesilat mesti banyak mengalah, bersabar, dan tidak melayani serangan lawan dalam tahap awal. Tiga langkah mundur memberi kesempatan kepada lawan untuk mengurungkan niatnya melanjutkan serangan.

Silek juga dipelajari anak nagari di Minangkabau untuk mempertahankan nagari dari serangan musuh, misalnya perampok, dan sejenis. Anak lelaki Minang sejak kecil sudah belajar di surau. Biasanya mereka dilatih guru mengaji, yang menguasai ilmu silek. Latihan silek dilakukan biasanya usai belajar mengaji pada malam hari.

Kata pencak silat berasal dari dua kata, yaitu “mancak” dan “silek”. Mancak merupakan bunga gerakan silek. Mamancak berarti memperagakan gerakan bunga silat, berupa gerakan-gerakan tarian silat yang dipamerkan di dalam acara-acara adat atau acara-acara seremoni lainnya. Gerakan-gerakan untuk mancak diupayakan seindah dan sebagus mungkin dimaksudkan sebagai pertunjukan.

Kata silek merupakan gerakan seni pertempuran yang dipergunakan untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, sehingga gerakan-gerakan diupayakan sesedikit mungkin, cepat, tepat, dengan maksud melumpuhkan lawan.

Silek Minang

Para tuo silek mengatakan jiko mamancak di galanggang, kalau basilek di muko musuah (jika melakukan tarian pencak di gelanggang, sedangkan jika bersilat untuk menghadapi musuh). Oleh sebab itu para tuo silek (guru besar) jarang ada yang mau mempertontonkan keahlian mereka di depan umum bagaimana langkah-langkah mereka melumpuhkan musuh.

Oleh sebab itu, pada acara festival silat tradisi Minangkabau, maka penonton akan kecewa jika mengharapkan dua guru besar (tuo silek) turun ke gelanggang memperlihatkan bagaimana mereka saling serang dan saling mempertahankan diri dengan gerakan yang mematikan.

Kedua tuo silek itu hanya melakukan mancak dan berupaya untuk tidak saling menyakiti lawan main mereka, karena menjatuhkan tuo silek lain di dalam acara akan memiliki dampak kurang bagus bagi tuo silek yang "kalah". Dalam praktik sehari-hari, jika seorang guru silat ditanya apakah mereka bisa bersilat, mereka biasanya menjawab dengan halus, dan mengatakan bahwa mereka hanya bisa mancak (pencak), padahal sebenarnya mereka itu mengajarkan silek (silat).

Inilah sifat rendah hati ala masyarakat Nusantara, mereka berkata tidak meninggikan diri sendiri, biarlah kenyataan saja yang bicara. Jadi kata pencak dan silat akhirnya susah dibedakan. Saat ini setelah silek Minangkabau itu dipelajari oleh orang asing, mereka memperlihatkan kepada kita bagaimana serangan-serangan mematikan itu mereka lakukan.

Keengganan tuo silek ini dapat dipahami karena Indonesia telah dijajah oleh bangsa Belanda selama ratusan tahun, dan memperlihatkan kemampuan bertempur tentu saja tidak akan bisa diterima oleh bangsa penjajah pada masa dahulu, jelas ini membahayakan buat posisi mereka.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa silat itu berasal dari kata silek. Kata silek pun ada yang menganggap berasal dari siliek, atau si liat, karena demikian hebatnya berkelit dan licin seperti belut. Setiap nagari di Minangkabau memiliki tempat belajar silat atau dinamakan juga sasaran silek, dipimpin oleh guru yang dinamakan Tuo Silek. Tuo silek ini memiliki tangan kanan yang bertugas membantu beliau mengajari para pemula.

Orang yang mahir bermain silat dinamakan pandeka (pendekar). Gelar Pandeka pada zaman dahulunya dilewakan (dikukuhkan) secara adat oleh ninik mamak dari nagari yang bersangkutan. Namun pada zaman penjajahan, gelar itu dibekukan oleh pemerintah Belanda.

Tidak ada bukti tertulis yang menyatakan silek berasal dari mana, dan bagaimana sejarahnya sampai ke Minangkabau. Namun menurut buku berjudul Filsafat dan Silsilah Aliran-Aliran Silat Minangkabau karangan Mid Djamal (1986), maka dapat diketahui bahwa para pendiri silek (Silat) di Minangkabau adalah Datuak Suri Dirajo, dan 4 pengawal kerajaan Minangkabau berjuluk Kambiang Utan, Harimau Campo, Kuciang Siam, dan Anjiang Mualim.

Silek Tuo Minang

Datuak Suri Dirajo diperkirakan mendirikan sasaran silek pada tahun 1119 Masehi di daerah Pariangan, Padang panjang, Sumatera Barat. Kambiang Utan diperkirakan berasal dari Kamboja. Harimau Campo berasal dari daerah Negeri Champa, Kuciang Siam diyakini datang dari Siam atau Thailand, dan Anjiang Mualim datang dari Persia.

Di masa Datuak Suri Dirajo inilah silek Minangkabau pertama kali diramu, dan gerakan-gerakan beladiri dari pengawal yang empat orang tersebut turut mewarnai silek itu sendiri. Nama-nama mereka memang seperti nama hewan (Kambing, Harimau, Kucing dan Anjing), namun tentu saja mereka adalah manusia, bukan hewan menurut persangkaan beberapa orang. 

Jadi boleh dikatakan bahwa silat di Minangkabau adalah kombinasi dari ilmu beladiri lokal, ditambah dengan beladiri yang datang dari luar kawasan Nusantara. Jika ditelusuri lebih lanjut, diketahui bahwa langkah silat di Minangkabau yang khas itu adalah buah karya mereka.

Langkah silat Minangkabau sederhana saja, namun di balik langkah sederhana itu, terkandung kecerdasan yang tinggi dari para penggagas ratusan tahun yang lampau. Mereka telah membuat langkah itu sedemikian rupa sehingga silek menjadi plastis untuk dikembangkan menjadi lebih rumit.

Guru-guru silek atau pandeka yang lihai adalah orang yang benar-benar paham rahasia dari langkah silat yang sederhana itu, sehingga mereka bisa mengolahnya menjadi bentuk-bentuk gerakan silat sampai tidak terhingga jumlahnya.

Orang Minang menganut falsafah Alam takambang jadi guru . Falsafah itu merupakan konsep universal dari budaya alam Minangkabau. Kata "alam", berasal dari bahasa Sanskerta artinya sama dengan lingkungan kehidupan atau daerah. Konsep ini juga diterjemahkan oleh para pendiri silat pada masa dahulunya menjadi gerakan-gerakan silat. Antara silat dan produk budaya lain di Minangkabau adalah satu kesatuan filosofis, jadi untuk menerangkan silat, pepatah-pepatah yang biasa diucapkan dalam upacara adat bisa digunakan.

Alam Minangkabau adalah kesatuan pengikat antar nagari bahwa mereka merupakan satu konsep budaya. Secara budaya, yang dinamakan masyarakat Minangkabau mengaku berasal dari Gunung Marapi, tepatnya dari Nagari Pariangan, Sumatera Barat, yakni suatu tempat yang disebut sebagai sawah gadang satampang baniah (sawah luas, setampang benih).

Seorang pesilat sejatinya memiliki Raso jo Pareso (Rasa dan Periksa). Raso (rasa) bisa diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu gerakan yang tepat tanpa harus dipikirkan dulu, seperti seorang yang mahir membawakan kendaraaan, dia pasti tidak berpikir berapa centimeter harus memijak rem supaya berhenti dengan tepat tanpa goncangan, tapi dengan merasakan pijakan rem itu dia dapat berhenti dengan mulus.

Pareso (periksa) adalah kemampuan analisis dalam waktu yang singkat atau nalar. Di dalam pertempuran ungkapan pareso ini adalah kemampuan memanfaatkan sesuatu di dalam berbagai situasi pertempuran, dalam upaya untuk memperoleh kemenangan. Misalkan, jika kita bertempur waktu sore, upayakan posisi jangan menghadap ke barat, karena akan silau oleh cahaya matahari.

Jadi antara raso dan pareso itu jalannya berpasangan, tidak boleh jalan sendiri-sendiri. Kita tidak boleh terlalu mengandalkan perasaan tanpa menggunakan pikiran, namun tidak boleh pula berpikir tanpa menggunakan perasaan. Ada pepatah yang mengatakan raso dibao naiak, pareso dibao turun (rasa di baik naik ke alam pikiran, periksa dibawa turun ke alam rasa). Demikianlah kira-kira maksud dari raso jo pareso yang diungkapkan oleh para guru silek.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS