Ticker

6/recent/ticker-posts

PANTANGAN UNTUK PADUSI ATAU GADIS MINANG DI MINANGKABAU

 

Foto dok
 

Oleh : Racheal Rahayu Hendriyani

Jurusan Sastra Minangkabau



Padusi Minang adalah Perempuan yang terkuat di dunia. Sedangkan Gadis minang adalah wanita yang penuh pesona, sikap dan santun mereka terjaga dan tutur katanya yang lembut pasti membuat siapa saja akan jatuh hati kepada mereka. Sikap mereka yang ramah, bibir yang selalu tersenyum sungguh bisa menawan hati siapa saja.

Tetapi jika diartikan dalam bentuk keseluruhan Padusi Minang dan Gadis Minang itu sebenernya sama. Selain itu Perempuan Minangkabau memiliki kedudukan yang sangat istimewa yaitu sebagai bundo kanduang atau dalam istilah adat: limpapeh ruumah nan gadang. Karena perempuan memiliki kuasa maka ia memiliki peran yang sama dengan laki-laki termasuk pengambilan keputusan dalam keluarga. 

Namun, hal tersebut berlaku ketika dia sudah menikah, sudah mejadi istri atau ibu, selagi ia masih gadis, maka ia diatur oleh laki-laki yaitu mamak. Demikian juga dalam pola mengurus anak. Dalam mengurus anak, perempuan memiliki peran yang penting, tetapi berbanding terbalik dengan ayah bahkan hampir tidak memiliki peran sama sekali. Dan sebagai bundo kanduang, perempuan Minangkabau memiliki keterlibatan dalam menyelesaikan segala persoalan yang ada dalam masyarakat, jika tidak kata bundo kanduang, maka keputusan tidak dapat disahkan.

Ada 12 pantangan yg harus diketahui oleh seluruh wanita Minangkabau. Adanya budaya larangan ini tidak akan melekat bila tidak disosialisasikan kepada Masyarakat diminangkabau yg ada diranah maupun dirantau.

Sebagai etnis/suku yang memegang paham matrilineal, Minangkabau meletakkan wanita dalam posisi yang sangat istimewa. Di alam Minangkabau,wanita amat sangat dihormati. Perempuan memiliki tempat dan hak suara di dalam kaum. Pendapatnya didengar, pertimbangannya diperlukan. wanita benar-benar mempunyai nilai. Jika kita larikan ke falsafah adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah penghormatan Minangkabau terhadap wanita selaras dengan penghormatan syarak/agama Islam terhadap mereka, sebagaimana termaktubnya surat khusus bernama An-Nisa (perempuan) dalam kitabullah (Al-Qur’an).

 Keistimewaan yang diberikan kepada kaum wanita Minangkabau itu tentu harus diikuti dengan serangkaian usaha untuk menjaganya. Sebab, sesuatu yang istimewa adalah sesuatu yang terjaga dan dipelihara sebaik mungkin. Oleh karena itu, para pendahulu menetapkan aturan atau pendidikan terhadap anak-anak wanita agar tetap menjaga keistimewaan mereka. 

Nuansa pendidikan itu disebut dengan sumbang, yang dapat diartikan sebagai sesuatu yang tidak pada tempatnya. Sumbang ini terdiri dari 12 poin yang bisa kita bahasakan sebagai 12 budaya terlarang bagi wanita Minangkabau. Budaya dalam konteks ini berarti kebiasaan yang tidak boleh dilakukan oleh wanita Minang demi menjaga warisan budaya dari para pendahulunya.

Sumbang adalah segala sesuatu yang salah dan melangar ketentuan adat, terutama norma kesopanan di Ranah Minang. Setiap perempuan adalah calon bundo kanduang. Di tangannya nanti akan diwariskan dan mewariskan harta pusako milik keluarga sekaum. Selain itu, perempuan nanti akan menjadi madrasah pertama bagi anak-anak mereka. Sehingga adab dan nilai sopan santun perempuan haruslah terjaga.

Pantangan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Sumbang Duduak ( Sumbang ketika duduk )

Adat kebiasaan mengatur bahwa duduk yang paling pantas bagi perempuan adalah bersimpuh. Tidak boleh bersila seperti lelaki, tidak boleh mengangkat kaki, berjongkok. Duduk di kursi pun haruslah menyamping dan merapatkan paha. Apabila berboncengan tidak boleh mengangkang, harus menyamping.


2. Sumbang Tagak ( Sumbang Ketika Berdiri )

Saat berdiripun, perempuan diatur untuk berdiri dengan sopan, tidak berkacak pinggang. Dilarang berdiri di tangga ataupun di depan pintu. Dilarang untuk berdiri di pinggir jalan jika tidak ada yang dinanti, dan tentunya dilarang berdiri berdua dengan yang bukan muhrim.


3. Sumbang Jalan ( Sumbang Ketika Berjalan )

Bajalan si ganjua lalai, 

pado pai suruik nan labiah

Alu tataruang patah tigo, 

samuik dipijak indak mati

Ketika berjalan, perempuan Minang harus berkawan, paling kurang dengan anak kecil. Jangan berjalan tergesa-gesa apalagi mendongkak-dongkak. Jika berjalan dengan laki-laki berjalanlah di belakang. Jangan menghalagi jalan ketika bersama dengan teman sebaya.


4. Sumbang Kato ( Sumbang Ketika Berkata )

Berkatalah dengan lemah lembut, berkatalah sedikit-sedikit agar paham maksudnya, jangan serupa murai batu atau serupa air terjun. Jangan menyela atau memotong perkataan orang, dengarkanlah dulu hingga selesai. Berkata-katalah yang baik.

5. Sumbang Caliak ( Sumbang Ketika Memandang )

Kurang tertib seorang perempuan Minang ketika suka menantang pandangan lawan jenis, alihkanlah pandangan pada yang lain atau menunduk dan melihat ke bawah. Dilarang sering melihat jam ketika ada tamu. Jangan suka mematut diri sendiri. Saat ada tamu, sebisa mungkin untuk tidak melihat jam terlalu sering. Karena dianggap tengah mengusir tamu secara halus.

6. Sumbang Makan ( Sumbang Ketika Makan )

Jangan makan sambil berdiri, nyampang makan dengan tangan genggamlah nasi dengan ujung jari, bawa ke mulut pelan-pelan dan jangan membuka mulut lebar-lebar. Ketika makan dengan sendok jangan sampai sendok beradu dengan gigi. Ingat-ingat dalam bertambah (batambuah).

7. Sumbang Pakai ( Sumbang Ketika Berpakaian)

Pakaian haruslah sopan, bersih dan rapih. Jangan mengenakan baju yang sempit dan jarang. Tidak boleh yang menampakkan rahasia tubuh apalagi yang tersimbah atas dan bawah. Gunakanlah baju yang longgar, serasikan dengan warna kulit dan kondisi yang tepat, agar rancak dipandang mata.

8. Sumbang Karajo ( Sumbang Ketika Bekerja)

Kerjaan perempuan Minang adalah yang ringan serta tidak rumit. Pekerjaan berat serahkanlah pada kaum laki-laki ataupun dimintakan tolong kepada laki-laki yang ada. Jika kerja di kantor yang rancak adalah menjadi guru.

9. Sumbang Tanyo ( Sumbang Ketika Bertanya)

Dalam bertanya, dengarlah terlebih dahulu penjelasan orang lain, barulah bertanya dengan sopan. Maksudnya sopan adalah tidak menguji apalagi merendahkan orang lain. Jangan bertanya macam menguji. Bertanyalah dengan lemah lembut. Simak lebih dahulu baik-baik dan bertanyalah jelas-jelas.

10. Sumbang Jawek ( Sumbang Dalam Menjawab)

Begitu juga ketika ditanyai, jawablah dengan seperlunya dan tepat. Jangan menjawab sekenanya, sehingga orang harus bertanya berulang-ulang karena semakin bingung. Jawablah hal yang perlu perlu saja, yang tidak perlu tidak usah dijawab.Ketika menjawab, jawablah dengan baik, jangan jawab asal pertanyaan, jawablah sekadar yang perlu dijawab tinggalkan yang tidak perlu.

11. Sumbang Bagaua ( Sumbang Dalam Bergaul)

Pergaulan perempuan dewasa minang haruslah terjaga. Ia tidak boleh bergaul terlalu dekat dengan bukan muhrimnya apalagi berjalan berduaan. Selain itu akan terlihat sumbang bila perempuan dewasa bergaul dngan anak kecil, apalagi ikut permainan mereka.Jangan bergaul dengan laki-laki jika hanya diri sendiri yang perempuan. Peliharalah lidah dalam bergaul. Ikhlaslah dalam menolong agar senang teman dengan kita.

12. Sumbang Kurenah ( Sumbang Dalam Bertingkah Laku)

Dalam bertingkah laku sehari-hari haruslah tetap bisa menjaga perasaan orang lain. Jaga lisan dari hal yang akan menyinggung banyak orang.Tidak baik berbisik-bisik saat tengah bersama. Jangan menutup hidung di keramaian. Jangan tertawa di atas penderitaan orang lain, apalagi hingga terbahak-bahak. Jika bercanda, secukupnya saja dan diagak-agak, agar tidak tersinggung orang yang mendengar. Jagalah kepercayaan orang lain, jangan seperti musang yang berbulu ayam. Keistimewaan tentu harus dijaga dengan usaha yang ekstra.

Bagaikan berlian yang dikurung pada etalase kaca anti pecah dan bergembok, tak sembarang orang bisa menyentuhnya. Perempuan Minangkabau sangat berharga, bahkan jauh lebih berharga dari berlian yang dicontohkan itu. Berharganya dan istimewanya mereka selaras dengan harga diri yang perlu mereka pertahankan dengan teguh. Sebab, ketika perempuan Minang bisa menjaga semua itu, ketika perempuan Minang mampu menjaga diri dari 12 sumbang yang telah dijelaskan di atas, dari situlah kecantikan sejati akan memancar dan kecantikan itu sampai kapanpun takkan pernah pudar.

Setelah Puti Bungsu (anak gadih Minang) bisa menerapkan sumbang 12 dalam kehidupan sehari-hari. Maka selanjutnya baru bisa beranjak kepada konsep aturan “Anak Basuntiang Nan Salapan” adalah analogi peranan perempuan dewasa yang telah berumah tangga di Minangkabau.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS