Ticker

6/recent/ticker-posts

Kontroversi Sinetron Indonesia Serta Kurangnya Konten Edukasi


Penulis : Mutiara Yota Pratiwi

Media sosial baru-baru ini dibuat heboh dengan video yang menampilkan potongan adengan dari sinetron yang tayang di salah satu stasiun televisi yang menayangkan pemeran wanita yang berumur 15 tahun beradengan mesra dengan seorang pria berumur 39 tahun. Hal ini mengundang beragam tanggapan dari netizen di Indonesia. Topik ini menjadi hangat lantaran dianggap suatu hal yang tidak layak untuk dipertontonkan terlebih lagi pemeran wanita yang masih dibawah umur memerankan karakter yang tidak seharusnya diperankan anak berumur 15 tahun.

Mengingat hal-hal nyeleneh seperti ini tentu netizen banyak bertanya-tanya, bagaimana bisa sinetron ini bisa lulus sensor terlepas dari adegan-adegannya, karena ini hal yang tidak pantas diperankan oleh anak di bawah umur. Beberapa orang beranggapan bahwa hal seperti ini secara tidak langsung seperti menormalisasikan pedofil di kalangan masyarakat.

Dengan ada nya kontroversi ini, mulai timbul pertanyaan-pertanyaan tentang mengapa harus anak dibawah umur yang memerankan adegan sebagai istri ketiga di dalam sinetron ini? Apakah Indonesia kekurangan aktris berbakat yang usianya lebih matang untuk peran seperti itu?

Jika berpikir bahwa hanya ada kontra dalam masalah kali ini, tentu saja pemikiran itu salah. Di  setiap perdebatan dan masalah itu pasti ada pro dan kontra di dalamnya. Begitupun dalam masalah ini, terdapat juga beberapa orang yang pro terhadap sinetron tersebut, dengan beranggapan bahwa ini hal yang wajar, karena ketika seseorang mulai bermain peran, maka tidak lagi memandang siapa dia dan berapa umurnya. Hal-hal seperti itulah yang akhirnya membuat topik ini semakin ramai dibicarakan dalam media sosial dan mengundang orang-orang yang tadinya tidak niat berkomentar menjadi ikut berkomentar.

Topik-topik yang menyangkut adegan-adegan dalam sinetron di Indonesia sebenarnya sudah ada jauh sebelum ini. Tetapi topik kali ini lebih hangat dibicarakan dari yang lainnya karena menyangkut tentang kelakuan pedofil yang meresahkan netizen. 

Setiap kali ada masalah-masalah yang muncul dalam siaran-siaran televisi tentu akan menimbulkan tanya di benak masyarakat mengenai sistem penyaringa yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Ada juga beberapa komentar netizen yang menyalahkan pihak KPI dalam tersiarnya adegan yang menurut netizen tidak lulus sensor ini.

Sampai saat tanggal 4 Juni 2021, nama Zahra sebagai pemeran wanita dalam sinetron tersebut masih hangat di bicarakan dan masih menjadi tranding di Twitter. Banyak netizen yang meyampaikan pendapat-pendapatnya mengenai sinetron ini.

Dengan pembahasan tentang hal ini tidak menunjukan akan reda, netizen mulai meminta tindakan dari stasiun televise yang menayangkan sinetron ini untuk mengambil tindakan berupa pemberhentian penayangan atau mengganti pemeran wanita.

Hal-hal ini cukup meresahkan kalangan-kalangan muda. melalui hal ini, tak sedikit yang menyampaikan pendapat dengan kondisi program-program televisi yang ada di Indonesia. Jika ditelaah, kondisi program-program televisi saat ini banyak yang melakukan gimmick berlebihan dalam penyiarannya.

Kurangnya konten bagi anak-anak di bawah umur pada program-prgram televisi saat ini membuat banyak kalangan ibu yang membatasi anaknya menonton televisi. Selain konten-konten bagi anak-anak, konten mengenai edukasi juga sangat kurang di pertelevisian Indonesia. Siaran televisi saat ini lebih banyak menayangkan program-program talkshow dengan segala gimmick nya. Hal seperti ini lah yang membuat banyak orang yang enggan menonton televisi dan mulai meninggalkan televisi serta kemudian mulai beralih pada media-media yang lain guna menemukan konten-konten yang dapat memenuhi keinginan masing-masing kalangan.

Sangat di sayangkan melihat konten-konten yang tersaji saat ini dalam pertelevisian Indonesia. Anak-anak mulai kekurangan konten-konten seusianya, generasi-generasi muda yang mulai sulit dalam menemukan konten-konten yang mengudakasi bagi kalanganya. Semua ini tentu tidak bisa di anggap remeh, harus ada tindakan yang dilakukan bagi pihak penyiar, KPI, maupun penonton. 

Bukan berarti memusnahkan semua konten-konten yang ada saat ini, namun memperbaiki serta mengurangi konten-konten yang sekiranya tidak layak atau tidak ada unsur edukasi di dalamnya.

Jika dahulu televisi sebagai sarana dalam menyatukan keluarga dengan program-programnya, maka kini tidak lagi, Karena sudah banyak dari mereka yang mulai meninggalkan benda tersebut. Namun masih banyak juga yang bertahan dengan televisi dan segala program yang terdapat di dalamnya. Hal ini lah yang harus lebih diperhatikan oleh para stasiun televisi guna menampilakan program-program yang baik dan mengedukasi bagi generasi muda di Indonesia agar membantu dalam mencerdaskan anak bangsa. Semua itu juga dibutuhkan pengawasan yang ketat oleh pihak KPI.

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS