Ticker

6/recent/ticker-posts

“Hubungan Antara Hari Perempuan Sedunia Dengan Kedudukan Perempuan di Minangkabau”



Oleh Dedi Setiawan

Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas


“Apa itu Hari Perempuan Sedunia?”

Mungkin itulah yang muncul dibenak sebagian orang ketika mendengar tentang Hari Perempuan Sedunia. Karena kenyataannya memang pada setiap tanggal 8 Maret itu dinobatkan sebagai Hari Perempuan Sedunia dan telah diakui oleh seluruh dunia serta di sahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tujuan Hari Perempuan Sedunia adalah untuk memberikan perhatian kepada kaum perempuan dalam masalah sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang dihadapi oleh perempuan. Peringatan ini juga untuk mengadvokasi kemajuan perempuan di semua bidang tersebut. Hari Perempuan Internasional memiliki sejarah panjang dalam peringatannya. Melalui proses yang panjang dan penuh dengan peristiwa-peristiwa yang memilukan yang tersirat didalamnya. Hari Perempuan Sedunia (Internasional) pertama kali dirayakan di Negara Austria, Denmark, Jerman dan Swiss pada tahun 1911. 

Dari tahun ke tahun banyak dari beberapa negara yang merayakan Hari Perempuan Sedunia setiap tanggal 8 Maret, hingga sampai sekarang masih dilakukan dan malahan juga dilaksanakan oleh Negara Indonesia. Banyak diantara Negara-negara yang merayakannya tersebut menjadikan hari tersebut menjadi hari libur Internasional terkhusus bagi kaum perempuan. Dari semua peristiwa-peristiwa dan sejarah panjang dari munculnya Hari Perempuan Sedunia, makna serta tujuan yang dihasilkan dari Hari Perempuan Sedunia adalah untuk menuntut agar bisa mengangkat harga diri, martabat, dan legalitas kaum wanita untuk bisa sejajar dan setara dengan kaum laki-laki. Dan itu semua bisa kita rasakan seperti saat sekarang ini, yang mana sudah banyak wanita-wanita yang sejajar dengan laki-laki didalam segala bidang, termasuk urusan politik dan lainnya. Sehingga sudah tampak jelas dari makna dan tujuan Hari Perempuan Sedunia yang sudah mulai terlihat dan terwujudkan. 

Jika kita kaitkan dengan kedudukan perempuan oleh masyarakat Minangakabau, sangatlah lah erat kaitannya. Mengapa demikian? Karena di dalam adat Minangkabau, masyarakat sangatlah menghargai keberadaan kaum perempuan, dan bisa kita lihat dalam sistem tata kehidupan yang Matrilineal yang di pakai oleh masyarakat Minangkabau. Matrilineal adalah garis keturunan dari pihak perempuan atau ibu, dan biasa di panggil Bundo Kanduang oleh masyarakat Minangkabau. Berdasarkan “Adat basandi syarak, Syarak Basandi Kitabullah”, peran yang dimiliki Bundo Kanduang adalah; pertama, sebagai urang rumah atau pemilik rumah, artinya, orang Minangkabau harus selalu memiliki rumah dan tanah kuburan milik keluarga, atau biasa dikenal dengan Limpapeh Rumah Gadang.  Yang kedua, yaitu sebagai induak bareh (induk beras) seperti pepatah “nan lamah ditueh nan condong ditungkek, ayam barinduak, siriah bajunjuang”. artinya ibu rumah tangga yang mengatur makanan dan minuman seluruh keluarga besar, yang miskin dibantu yang besar diajak bicara. Dan yang ketiga yaitu sebagai pemimpin yaitu perempuan Minangkabau sangat arif. Kearifan adalah menjadi asas utama bagi kepemimpinan di tengah masyarakat, dan biasanya di beri Gelar Bundo Kanduang, dan yang menjadi Bundo Kanduang tidaklah sembarangan orang. 

Adanya bundo kanduang dalam suatu kaum karena kaum memerlukan seorang pemimpin perempuan yang dapat memimpin seluruh perempuan beserta anak cucu yang ada dalam kaum. Dengan demikian, setiap perempuan Minangkabau harus terdidik dan berpendidikan ibaratnya seperti pepatah “tau alua jo patuik, tau rantiang nan kamancucuak, alun takilek lah takalam”. Seorang Bundo Kanduang adalah penentu segala macam keputusan di kaumnya. Termasuk dalam pengasuhan anak. Anak diasuh oleh perempuan, sedangkan laki-laki atau ayah dalam adat Minangkabau tidak begitu mendapat porsi yang besar karena dalam keluarga, anak juga turut menjadi tanggung jawab Mamak (saudara laki-laki dari ibu) , seperti pepatah yang berbunyi “anak dipangku kamanakan dibimbiang”. Artinya posisi ayah sebagai kepala keluarga hanya memiliki peran melindungi, mengayomi dan mencari nafkah saja, tetapi untuk membimbing adalah tugas Mamak. 

Maka dari itu, secara tidak langsung bahwasanya kaitan antara Hari Perempuan Sedunia dengan kedudukan wanita di dalam masyarakat Minangkabau sangat lah erat kaitannya. Bahkan, sebelum isu kesetaraan gender itu bergema di seluruh dunia, terutama di dunia Barat dengan menuntut akan Hari Perempuan Sedunia, Minangkabau telah menjalankan apa yang disebut sebagai kesetaraan gender tersebut. Jadi kedudukan perempuan Minangkabau dalam perspektif kesetaraan gender dalam hal ini sangatlah  seimbang. Artinya,  antara perempuan dengan laki-laki sama-sama berdaya dan setara, sehingga perbedaan jenis kelamin sosial tidak terlalu menjadi hambatan dan masalah yang berarti bagi keberlangsungan hidup bermasyarakat dalam adat Minangkabau. Meskipun secara kodrat laki-laki dan perempuan berbeda, namun secara gender mereka sama, sama-sama mempunyai peran dan tanggung jawab yang sama dalam pandangan masyarakat Minangkabau ataupun jika dipandang dari maksud Hari Perempuan Sedunia yang saling berkaitan dengan kedudukan perempuan di Minangkabau.



Nama Penulis : Dedi Setiawan

Status/Jabatan : Mahasiswa Sastra Daerah Minangkabau, Universitas Andalas 

Alamat : Padang, Sumatra Barat

No. Hp/WA : 082172200504

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS