Ticker

6/recent/ticker-posts

Perlunya Membangkitkan Kembali Tradisi Ka Surau



Oleh Masyarakat Minangkabau

Oleh Dedi Setiawan

Mahasiswa Jurusan Sastra Minangkabau,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas


Adaik basandi Syara'

Syarak basandi Kitabullah

Itulah Semboyan yang menjadi intisari dari kehidupan di dalam masyarakat Adat Minangkabau. Tentu perlu wadah yang ideal guna menuturkan dan mengembangkan semboyan yang menjadi jati diri pada seluruh masyarakat Minangkabu. Wadah yang menjadi penunjangnya adalah dengan meramaikan kembali suasana surau. Kegiatan surau merupakan salah satu kebisaan atau bisa disebut dengan tradisi karena kegiatan ka surau telah menjadi ciri khas dari masyarakat Minangkabau. Bagi masyarakat Minangkabau atau Sumatera Barat pada umumnya surau tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk beribadah atau shalat tetapi sejak dari dulu sudah menjadi tempat/pusat kegiatan masyarakat dalam banyak hal.  Mulai dari rapat/pertemuan para penghulu adat, peringatan hari-hari bersejarah dan kegiatan sosial lainnya. Satu hal yang tak kalah pentingnya adalah surau dijadikan tempat kegiatan yang edukatif bagi para remaja putra khususnya dimalam hari, yang diisi dengan kegiatan-kegiatan yang positif.

Mengapa penting sekali membangkitkan kembali tradisi meramaikan surau?. Pertama mengahasilkan para pemuda Minangkabau yang beretika dan tau sopan dan santun. Kedua, menghasilkan para pemuda Minangkabau yang mandiri dan tangguh. Ketiga, menghasilkan para pemuda yang tahu dengan adat dan agama dan banyak yang lainnya. Maka dari itu, bisa terlihat jelas bahwasanya sangat banyak sekali efek-efek posistif yang dihasilkan dari kegiatan ke surau. 

Duhulu, jikalau seorang anak laki-laki minang sudah mendekati masa remaja tapi masih tidur dirumah orangtuanya, maka dia akan ditertawai dan diolok-olok oleh teman seangkatannya sebagai bujang gadih (lelaki banci ), "lalok di katiak induak" (tidur di dekapan orang tua),  anak manja dan sederet cemoohan lain yang membuat remaja pria waktu itu hanya berdiam dirumah orangtuanya pada disiang hari dan kalau malam hari mereka berkegiatan dan tidur di surau. Di surau tersebutlah semua kegiatan dan aktifitas remaja pria dimalam hari berlangsung, mulai dari belajar mengaji/belajar agama, belajar adat/budaya dan kesenian minang kabau, belajar bela diri/pencaksilat, dan kegiatan lainnya. Lengkap semua kegiatan yang diadakan di surau pada ketika itu, dan dari semua kegiatan ka surau itu telah melahirkan tokoh-terbaik dari Minangkabau seperti Mohammad Hatta, M. Yamin, H. Agus Salim, Hamka, Sutan Sjahrir dan masih banyak yang lainnya. Rata-rata dari tokoh-tokoh Minangkabau tersebut mempunyai andil besar dalam menegakkan kemerdekaan RI dimasa lalu. Jika kita telaah lebih jauh, latar belakang kehidupan saat remaja para tokoh tersebut sangat dekat dengan surau, artinya surau memiliki andil besar dalam menjadikan mereka karakter-karakter tokoh yang berkepribadian kuat, berkemampuan nalar dan memiliki sensitifitas terhadap kehidupan sosial masyarakat, sehingga menjadikan mereka tokoh yang berkualitas dan sangat  disegani. 

Sistem pembelajaran yang sesungguhnya ada pada surau adalah memang terutama untuk Beribadah, tatapi juga diiringi belajar Adat, seperti belajar petatah, petitih, mamangan serta pelajaran Adat yang lainnya, dan itu semuanya akan dibimbing dan diajari  oleh para Ninik Mamak dan Penghulu yang ada di lingkungan Masyarakat Minangkabau. Setalah itu juga di iringi dengan pelajaran bela diri yaitu "Basilek"(bersilat), dan yang menjadi guru dan pengajarnya adalah para Pandeka (pendekar = ahli beladiri) yang ada dilingkungannya tersebut. Dari pelajaran Silek tersebut juga terdapat pepatah " Musuh indak Dicari, Jikok basup Pantang Diilakkan" (Musuh tidak dicari, kalau bertemu pantang dihindari). Itulah sebab mengapa orang Minang mempelajari Silek, karena Silek juga menjadi ciri khas dari masyarakat Minangkabau.

Dari semua sistem pembelajaran yang dilaksakan di dalam Surau tersebut, tampak semua masyarakat saling berhubungan didalamnya apalagi legalitas dari Tigo Tungku Sajarang  (Penghulu, Alim Ulama, Cadiak Pandai) juga berperan penting didalamnya. Karena tiap-tiap bidang yang ada di dalam pembelajaran di Surau terpaut erat dengan keberadaan dari Tungku Tigo Sajarangan). 

Akan tetapi, keadaan pada saat sekarang ini jauhlah berbeda karena telah terpengaruh oleh kemajuan zaman dan teknologi. Tradisi Meramaikan Surau seolah-oleh pudar dan hilang entah kemana, dan tidak diketahui oleh masyarakat Minangkabau saat ini. Orang tua pada zaman sekarang sangat enggan untuk melepaskan anak-anak laki-laki nya untuk tidur di surau, dan lebih senang jika anaknya tersebut selalu dirumah. Mengapa demikian, karena jika pun diperbolehkan oleh orang tuanya, pendidikan surau yang sesungguhnya seperti yang dijelaskan tadi tidaklah terkondisikan dan dilaksanakan oleh para pemangku-pemangku adat dan agama. Maka oleh itu perlu sangat untuk dibenahi dan bangkitkan sistem ka surau seperti sedia kala, karena dengan kembali mengangkat harkat pendidikan surau seperti sedia kala dapat memberikan efek positif dan baik bagi para pemuda-pemuda Minangkabau saat ini. Hidup mandiri, beretika, beradat, dan beragama yang akan menjadi hasil dari pendidikan ka surau yang sebenarnya. Semoga semakin berjalannya waktu, dapat menyadarkan kita semua, terutama bagi tokoh-tokoh masyarakat seperti pemangku-pemangku adat Minangkabau dan Alim Ulama bisa sadar akan pentingnya pendidikan ke surau, dan membangkitkan kembali seperti yang seharusnya dilaksanakan pada pendidikan ka Surau seperti sedia kala.



Nama Penulis : Dedi Setiawan

Status/Jabatan : Mahasiswa Sastra Daerah Minangkabau Universitas Andalas 

Alamat : Padang, Sumatra Barat

No. Hp/WA : 082172200504

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS