Ticker

6/recent/ticker-posts

TINGKATAN IMAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM*


Oleh : Prof.  Asasriwarni. MH


Menurut kamus besar bahasa Indonesia, iman adalah *_keyakinan dan kepercayaan kepada Allah, Malaikat, Kitab, Nabi, Hari Akhir dan Taqdir_*. Iman juga dapat diartikan sebagai *_ketetapan hati, keteguhan batin, dan keseimbangan batin_*.


Menyrut Syekh Allamah Muhammab bin Umar an-Nawawi al-Banteni dalam Kitab Syarah Kasyifah as-Saja Fi Syarhi Safinah an-Naja mengatakan, ada lima tingkatan iman, yakni : 


مراتب الإيمان خمسة


*Derajat keimanan ada lima* (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], halaman 9).


*_A. Tingkatan Pertama :_*


*Iman Taklid*, yaitu mantap dan percaya dengan ucapan orang lain tanpa mengetahui dalilnya. Orang yang memiliki tingkatan keimanan ini dianggap sah keimanannya, tetapi berdosa karena meninggalkan upaya mencari dalil apabila orang tersebut mampu menemukannya.


*_B. Tingkatan Kedua :_*


*Iman ilmi*,  yaitu mengetahui akidah-akidah beserta dalil-dalilnya. Tingkatan keimanan ini disebut ilmu yaqin. Menurut Syekh Nawawi, orang yang memiliki keimanan tingkat pertama dan kedua termasuk orang yang terhalang jauh dari Zat Allah Ta'aala.


*_C. Tingkatan Ketiga :_*


*Iman Iyaan*,  yaitu mengetahui Allah dengan pengawasan hati. Oleh karena itu, Allah tidak hilang dari hati sekedip mata pun karena rasa takut kepada-Nya selalu ada di hati sehingga seolah-olah orang yang memiliki tingkatan keimanan ini melihat Allah di maqam muraqabah atau derajat pengawasan hati. Tingkat keimanan ini disebut dengan ainul yaqin.


*_D. Tingkatan Keempat :_*


*Iman Haq*, yaitu melihat Allah dengan hati. Tingkatan keimanan ini seperti yang disampaikan para ulama, yakni orang yang makrifat. Orang tersebut dapat melihat Allah dalam segala sesuatu. Tingkat keimanan ini berada di maqam musyahadah dan disebut dengan haq al-yaqiin. Orang yang memiliki tingkatan keimanan ini adalah orang yang terhalang jauh dari selain Allah.


*_E. Tingkatan Kelima :_*


*Iman Hakikat*, yaitu sirna bersama Allah dan mabuk karena cinta kepada-Nya. Oleh karena itu, orang yang memiliki tingkatan keimanan ini hanya melihat Allah seperti orang yang tenggelam di dalam lautan dan tidak melihat adanya tepi pantai sama sekali.


Kemudian menurut Syekh Ibnu Athaillah dalam Kitab Al Hikam, menambah satu tingkatan lagi , yakni *_Tingkatan Keimanan Maqam Baqa_* 


*_F. Tingkatan Keenam :_*


*Iman Tingkat Maqam Baqa*. Dengan keimanan ini, seseorang memandang Allah dan makhluk-Nya sekaligus tanpa terkecoh. Dengan keimanan ini, seseorang memandang dua entitas berbeda, yaitu Allah sebagai ujud hakiki dan makhluk-Nya sebagai ujud majazi.


Tingkatan keimanan keenam ini yang disebut juga maqam akmal atau maqam lebih sempurna karena ia tetap menjaga hubungan dengan alam, manusia, hewan, selain menjaga hubungan dengan Allah. Sebagaimana uraian yang disampaikan oleh Syekh Ibnu Athaillah dalam Kitab Al Hikam, bawah ini : 


وقد قال أبو بكر الصديق رضي الله عنه لعائشة رضي الله عنها لما نزلت براءتها من الإفك على لسان رسول الله صلى الله عليه و سلم : يا عائشة اشكري رسول الله صلى الله عليه و سلم فقالت : والله لا أشكر إلا الله دلها أبو بكر رضي الله عنه على المقام الأكمل مقام البقاء المقتضي لإثبات الآثار وقد قال الله تعالى أن اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ. وقال صلى الله عليه و سلم لا يشكر الله من لا يشكر الناس. وكانت هي في ذلك الوقت مصطلمة عن شاهدها غائبة عن الآثار فلم تشهد إلا الواحد القهار


*Sahabat Abu Bakar al-Ṣiddîq RA memerintahkan Aisyah RA ketika turun ayat pembebasannya dari fitnah melalui lisan Rasulullah :  Wahai A‘isyah, sampaikan ucapan terima kasih kepada Rasulullah !  Demi Allah, aku tidak akan berterima kasih kecuali kepada Allah,  jawab Aisyah RA. Sahabat Abu Bakar al-Ṣiddîq RA lalu menunjukinya dengan maqam yang lebih sempurna, yaitu maqam baqa yang menuntut ketetapan eksistensi ciptaan-Nya. Allah berfirman : Bersyukurlah kepada-Ku dan bersyukurlah kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku tempat kembali* (QS. Luqman Ayat : 14), *Rasulullah SAW bersabda :  Tidak dianggap bersyukur kepada Allah kalau tidak berterima kasih kepada orang lain. Tentu saja ketika itu Siti Aisyah sedang tercabut dari penglihatannya dan lenyap dari ciptaan-Nya sehingga ia hanya menyaksikan Allah yang maha esa dan maha perkasa*  (Dialog Abu Bakar As Siddiq RA Dengan Putri Aisyah RA Dikutip Dari Al Hikam).


Kutipan dari Al-Hikam ini menunjukkan tingkatan keimanan keenam, yaitu maqam baqa. Pada maqam ini, seseorang yang semakin tenggelam dalam fana justru bertambah baqa. Semakin mabuk cinta kepada Allah, orang ini semakin sadar. Semakin mengakui keesaan Allah, orang ini bertambah adab kepada makhluk-Nya.


*_Tingkat Keimanan  Pertama dan Kedua_*  merupakan wilayah ikhtiar manusia. Oleh karena itu, seseorang muslim wajib mendalami keimanan melalui pencarian dalil dan wajib mempelajari sedapat mungkin sifat-sifat Allah.


Sementara *_Keimanan Pada Tingkatan Berikutnya (tingkat ke tiga, kedmpat, kelina, dan keenam)_*  merupakan laduni, wahbi, atau anugerah ilahi yang tidak bisa diikhtiarkan karena didasarkan pada kehendak Allah. Sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh M An-Nawawi Al-Bantani sbb :


والواجب على الشخص أحد القسمين الأولين أما الثلاثة الآخر فعلوم ربانية يخص بها من يشاء من عباده


*Seseorang wajib berada di dua level pertama. Sedangkan tiga level setelah itu adalah ilmu rabbani (anugerah Illahi) yang Allah berikan secara khusus kepada sejumlah hamba-Nya yang dikehendaki* (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], halaman 9).

Post a Comment

0 Comments


SELAMAT DATANG DI SEMOGA ANDA PUAS