Kepala BPJN Sumbar Bambang Pardede, mengatakan Ada 101 unit jembatan berusia tua di ruas jalan
nasional berada di wilayah Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Sumatera Barat
mesti dibenahi, dari 816 unit jembatan yang ada saat sekarang ini di Sumatera
Barat, agar tidak terjadi dampak negatif di kemudian hari.
Pelan
namun pasti, BPJN III berusaha membenahi jembatan berusia tua tersebut secara
bertahap, mengingat anggaran yang dialokasikan terbatas. Seperti pada tahun
2020, BPJN Sumbar melakukan penggantian tiga unit jembatan yang digabung dalam
satu paket pekerjaan, yakni Penggantian Jembatan Air Titi cs, dengan nilai
Kontrak Rp 31,5 miliar lebih yang dikerjakan oleh rekanan PT Amar Permata
Indonesia.
Jembatan
pertama yang dibenahi adalah Jembatan Tabing yang berada di Jalan Prof. Dr
Hamka yang dibangun sejak tahun 1975. Lebar jembatan yang akan dibuat nantinya
mencapai 9 meter dengan lebar jalur kendaraan 7 meter serta trotoar 2 meter.
Konstruksi bangunan bawah memakai sistem bore pile serta bangunan atas
menggunakan kontruksi PCI girder.
Jembatan
kedua adalah Air Titi yang dibangun pada tahun 1980, berada di Batas Kota
Payakumbuh – Baso. Panjang bentang jembatan mencapai 33,5 meter dengan lebar 7
meter serta trotoar 2 meter. Konstruksi bangunan bawah memakai sistem bore pile
serta bangunan atas menggunakan kontruksi PCI girder.
Dikatakan
Bambang Pardede
pada Jumat (4/20)
sekali hambatan pembangunan jembatan Air
Titi Cs karena masa Pandemi Covid 19.Pekerjaan baru dilangsungkan setelah
lebaran, mengingat masukan dan saran hasil dari koordinasi dengan berbagai
pihak, seperti Kepolisian, PT Kereta Api, Dinas Perhubungan, dan Pemerintah
Daerah.
“Mudah
-mudahan keterlambatan bisa dibalas dengan percepatan. Namun demikian apabila
mengalami perlambatan pekerjaan, bisa diberikan dispensasi perpanjangan waktu,
karena adanya Covid 19 ini,”ujar Bambang,Rabu (2/12/2020)
Penggantian
jembatan ini kata Bambang untuk mengantisipasi dampak negatif, Masih banyak
jembatan di Sumbar ini yang bangunan lama dengan pondasi langsung maupun
sumuran yang sebetulnya pembebanan tidak sesuai lagi dengan saat ini.
Kejadian
di Jembatan Batang Kalu memberikan pengalaman bahwa secara visual jembatannya
bagus, namun setelah terkena banjir langsung ambruk. Hal itu dikarenakan
terjadinya perubahan morfologi sungai, perubahan tata guna lahan di hulu,
sehingga debit air melimpah dan tidak memiliki kekuatan saat digerus.
“Saat
ini standar Bina Marga tidak boleh lagi ada pondasi langsung. Biarpun secara
struktur bisa, tapi kita harus safety. Saat ini harus menggunakan pondasi di
dalam. Minimal ada mini pile di dalamnya untuk mengokohkan jembatan. Jangan
sampai setelah rusak baru kita sibuk memperbaikinya, yasudah sekarang aja kita
ganti,”ujarnya.
Ditempat
terpisah, Kasatker Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) I Sumatera Barat melalui
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 1.1 Reni Marlisa ST.MT mengatakan, pekerjaan
fisik jembatan sudah dilangsungkan oleh rekanan sesuai dengan Standar Covid -19.
Dirinya
merinci, tahapan pekerjaan yang sudah dilakukan adalah dengan mendirikan dua
unit jembatan bailey di lokasi Jembatan Air Titi di Baso
Lalu
di Jembatan Titian Panjang di Kayu Tanam juga di pasang dua unit jembatan
Bailey, Sebetulnya kata Reni, di Jembatan Titian Panjang ini karakteristiknya
sama dengan Jembatan Batang Kalu yang sempat roboh. Pondasi bawahnya sudah
tergerus air dan harus dilakukan normalisasi sepanjang 50 meter di hulu dan di
hilir.
Sementara
untuk lokasi pengerjaan Jembatan Tabing sebut Reni tidak menggunakan Jembatan
Bailey, namun ditutup satu jalur. Arus lalu lintas dialihkan ke jalur
sebelahnya, supaya kendaraan bisa melewati ruas jalan tersebut.
Jembatan
ketiga adalah Jembatan Titian Panjang di Kayu Tanam yang dibangun pada 1945.
Panjang bentang jembatan 54,8 meter dengan lebar jembatan 6 meter. Konstruksi
bangunan bawah memakai sistem bore pile serta bangunan atas menggunakan
kontruksi PCI girder.
0 Comments